Pamong Desa Terancam Rontok

Pamong Desa Terancam Rontok

Banyak yang Tak Lulus SMP, Terganjal UU 6 Tahun 2004 KANDANGHAUR– Disah­kannya Undang-Undang (UU) Nomor 6 tahun 2014 tentang desa memberi harapan besar bagi aparatur pemerintah de­sa untuk meningkatkan per­eko­nomian masyarakat dan pem­bangunan infrastruktur dengan adanya anggaran lebih dari Rp1 miliar. Namun di sisi lain, diber­lakukannya UU Desa ini ba­gi sebagian pamong desa di Kabupaten Indramayu men­jadi mimpi buruk. Mereka terancam turun jabatan gara-gara persyaratan yang tak bisa dipenuhi. Yakni harus berpendidikan minimal SMA/sederajat dan usianya tidak melebihi 42 tahun. Tak dipungkiri, mayoritas pamong desa hanya mengan­dalkan ijazah SD atau SMP. Umur­nya pun rata-rata di atas 50 tahun. Dengan kondisi itu, kalaupun memaksakan diri tetap menjadi pamong desa, mereka  tidak berhak men­dapatkan gaji. “Bisa saja tetap diangkat. Tapi Konsekuinsinya ya itu tadi. Kalau tidak memenuhi persyaratan sebagai pa­mong desa, mereka tidak men­da­patkan gaji,” kata Sekretaris Badan Perencanaan Pem­bangunan Daerah (Bappeda), Ari Risdianto APM MSi, Jumat (13/3). Persyaratan dimaksud, tegas dia, secara normatif juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan UU nomor 6 tahun 2014 mengenai desa. Meskipun memiliki hak pre­rogatif, para kuwu baru maupun yang lama harus tetap mengacu pada aturan berlaku. “Tidak ada jalan keluar lain untuk menyiasati persyaratan ini. Solusinya harus berpegang pada aturan,” tegas Ari. Camat Kandanghaur, DR Dudung Indra Ariska SH MH menyatakan, persoalan per­syaratan pengangkatan pamong, menjadi dilema bagi semua kuwu, khususnya mereka yang baru saja dilantik. Sebab, sudah menjadi rahasia umum, penunjukkan pamong desa sarat dengan politik balas budi. Mereka tidak serta merta diangkat terkecuali memiliki peran dan jasa yang besar ketika pelaksanaan pilwu. Pamong yang tidak me­me­nuhi syarat namun ter­lanjur diangkat, tidak bisa dipecat bergitu saja. Kalau terjadi pemecatan, bakal menim­bulkan gejolak. Kalaupun di­pertahankan, hak-hak me­reka selama bekerja tidak bisa dipenuhi terkecuali kuwu sanggup memfasilitasinya. Pasalnya, alokasi gaji untuk kepala desa dan perangkat hanya boleh dianggarkan sebe­sar 30 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes). Sementara 70 persen sisa­nya, diperuntukan bagi pem­berdayaan masyarakat desa. “Karena itu selama ma­sa transisi menunggu diter­bitkannya Perda dan Perbup penerapan UU desa ini, para Kuwu silahkan melakukan pro­ses seleksi sebaik mungkin,” saran dia. Menurut  Dudung, kualitas SDM di pemerintah desa pen­ting agar pengelolaan dan perencanaan pembangunan dapat dilaksanakan secara maksimal sesuai harapan bersama. Upaya mendapatkan SDM berkualitas, diantaranya seperti seleksi pamong desa harus dilakukan dengan baik sesuai dengan pedoman yang berlaku. (kho)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: