WN Tiongkok Sokong ISIS di Indonesia

WN Tiongkok Sokong ISIS di Indonesia

Ditangkap Aparat saat Berada di Poso JAKARTA- Upaya membongkar jaringan teroris Poso, Sulawesi Tengah, diintensifkan menyikapi perkembangan kelompok yang menamakan dirinya Negara Islam Irak-Suriah. Aparat telah menangkap 4 dari 7 orang warga negara (WN) Tiongkok diduga anggota ISIS yang kebetulan berada di daerah yang pernah dirundung konflik berbau SARA tersebut. “Mereka sudah kami periksa, dan kami akan berkoordinasi dengan negara asalnya,” beber Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdjianto di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (19/3). Dia menyatakan, keempat warga negara Tiongkok itu kini sedang dalam penanganan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Keberadaan sejumlah warga Tiongkok yang diindikasikan anggota ISIS itu tidak sendirian. Puluhan hingga ratusan warga asing dari sejumlah negara juga kuat diindikasikan sedang ada di Poso. “Dengan koordinasi bersama sejumlah pihak, tentu akan kami lakukan antisipasi terhadap mereka,” tuturnya. Jejak ISIS di Poso sebenarnya sudah mulai terendus pertengahan 2014 lalu. Kepolisian setempat bahkan sempat melakukan penggerebekan setelah sebelumnya menangkap adanya pergerakan tidak lazim dari kelompok teroris pimpinan Santoso Abu Wardah di sana. Dalam aksi tersebut berhasil diamankan sejumlah orang beberapa atribut ISIS. Jaringan kelompok radikal bersenjata pimpinan Santoso cs, selama ini lebih banyak dikenal sebagai kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Kelompok tersebut kerap dikaitkan dengan aksi aksi terorisme di Indonesia. Wakapolri Komjen Badrodin Haiti memastikan kalau ISIS kini memang telah memiliki hubungan dengan jaringan Poso. Menurut dia, berdasar pemantauan Polri selama ini, Poso juga menjadi arena kaderisasi dan pelatihan anggota ISIS. “Di tempat lain belum ada,” katanya. Dari Poso itulah, lanjut dia, pergerakan ISIS menyebar ke sejumlah wilayah. Selain Sulawesi, Jawa, dan Kalimantan juga menjadi kawasan penyebaran. “Tentu keberadaan mereka perlu selalu kita waspadai, terutama mereka mereka yang baru pulang ke Indonesia dari Suriah,” tuturnya. Calon tunggal kapolri yang diajukan presiden ke DPR itu menegaskan, aktivitas bersenjata mereka selama di Suriah itulah yang patut menjadi perhatian khusus. Sebab, berbagai pelatihan membuat mereka akhirnya memiliki keahlian khusus dalam senjata. “Apalagi, yang sudah punya pengalaman, kalau mereka balik Indonesia kemudian melanggar hukum tentu akan menjadi ancaman bagi masyarakat,” tandas Badrodin. Sementara itu, kendati Pemerintah Turki mampu menangkap 16 WNI yang akan menyeberang ke ISIS pada Januari lalu, namun keberadaan 16 WNI yang hilang dalam Smiling Tour ternyata belum juga ditemukan. Badan Nasional Penanggulangan Teror (BNPT) memastikan sulitnya menemukan WNI yang mencoba melintasi perbatasan karena memang dibantu warga Turki. Warga Turki menjadikan jasa pengantaran melewati perbatasan sebagai penghasilan. Juru Bicara BNPT Firman Idris menuturkan, hingga saat ini Tim Gabungan BNPT, Polri dan Kemenlu memang belum bisa menemui 16 WNI karena sedang diperiksa Polisi Turki. Untuk 16 WNI yang ikut smiling tour upaya pencarian juga masih nihil. “Namun, ada sejumlah temuan,” paparnya. Jadi, ada warga Turki yang memberikan jasa dengan mengantar orang-orang yang ingin masuk wilayah ISIS. Sehingga, sebenarnya Warga Turki juga mengambil untung dari banyaknya orang yang ingin masuk ke wilayah ISIS. “Inilah kesulitannya,” terangnya. Kondisi tersebut tentu sangat menyulitkan, apalagi panjang perbatasan antara Turki dan sarang ISIS mencapai sekitar 900 km. Dia berharap pemerintah Turki bisa menyelesaikan masalah tersebut. “Sehingga, tidak ada lagi yang bisa menyeberang,” ujarnya. Yang juga mengkhawatirkan, ternyata ada banyak target dari ISIS. Selain pelajar yang belajar di Timur Tengah, ternyata TKI juga menjadi sasaran rekrutmen organisasi terlarang tersebut. “TKI mungkin berpikirnya dari pada dipukuli majikan lebih baik mencari kerja di ISIS,” jelasnya. Dengan begitu, BNPT akan bekerjasama dengan Kementerian Tenaga Kerja agar bisa mencegah kemungkinan TKI bergabung. “Semuanya perlu untuk diantisipasi,” ujarnya ditemui di Resto Bumbu Desa dalam acara diskusi BNPT kemarin. Selain soal rekrutmen, yang juga cukup mengkhawatirkan adalah adanya indikasi bahwa ISIS bertujuan mendirikan negara di Indonesia. Saat ini memang fokusnya ke rekrutmen, tapi bila rekrutmen sukses, maka tujuannya kemungkinan besar akan dikembangkan. “Ya membuat negara di dalam negara,” jelasnya. Salah satu indikasi yang menguatkan dugaan tersebut adalah bergabungnya kelompok radikal Santoso cs. Bergabungnya kelompok yang beraktivitas di Indonesia itu tentu mengkhawatirkan. “Sebab, Santoso cs ini tidak ke Turki,” ujarnya. Selain itu, ada juga anggota ISIS yang berada di penjara batu Nusakambangan yang dideteksi tetap merekrut anggota. Anggota ISIS itu bernama Maman Abdurahman. “Dia merekrut dan mengajarkan pemahamannya lewat media social,” tuturnya. Dengan begitu dapat dipastikan bahwa anggota ISIS ini memang memiliki handphone. Tapi, kepemilikan handphone ini juga diketahui petugas, tujuannya untuk mengetahui siapa saja jaringan dari anggota ISIS ini. “Ini yang sedang diusut,” tuturnya. Ke depan, rencananya BNPT akan bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk memutus komunikasi dari anggota ISIS di dalam penjara. “Kami sudah koordinasi, tinggal dilaksanakan saja,” jelasnya. Yang utama, bila dipelajari ISIS itu berdiri di wilayah negara yang sedang kacau dan mengalami konflik. Dengan konflik itu, maka negara Suriah dan Iraq menjadi lemah. Nah, dalam konteks itu, Indonesia juga jangan sampai terjadi kekacauan dan konflik. “Sebab, sebenarnya indikasi konflik akan terjadi itu sudah terlihat di Indonesia. Misalnya, lemahnya sistem hukum di Indonesia yang bisa berujung pada konflik. Ketidakpuasan masyarakat terhadap hukum bisa memicunya,” tegasnya. Sementara Pengamat Terorisme Nassir Abbas menjelaskan, pemahaman masyarakat tentang Islam perlu diluruskan. Sebab, anggota ISIS itu menggunakan agama sebagai kedok. Seharusnya dilihat secara jeli bagaimana perilaku ISIS yang sangat tidak islami. “Misalnya, soal hukuman mati,” terangnya. Bila, sesuai ajara Nabi Muhammad maka hukuman mati itu dilakukan dengan memenggal kepala seseorang menggunakan pedang tajam yang panjang. Hal itu digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Kalau ISIS justru menggorok dengan pisau kecil dan membakar orang. Tujuannya, untuk menyiksa orang yang dihukum mati. “Itu sama sekali di luar ajaran Islam. Artinya, ISIS tidak mempraktikkan Islam secara benar,” jelasnya. Dengan begitu, sebaiknya masyarakat tidak perlu berbondong-bondong bergabung dengan ISIS. Pasalnya, semua prilaku itu bukan ajaran yang benar. “Inilah yang perlu diketahui,” terang lelaki yang juga mantan anggota Jamaah Islamiyah tersebut. (dyn/idr/end)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: