Guru Gugat Bupati
Ada Tiga SK yang Dilaporkan ke PTUN KUNINGAN – Gugat-menggugat di PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) rupanya bukan hanya dialami partai politik. Di tubuh Pemkab Kuningan sendiri, muncul aksi gugatan. Kali ini dilakukan seorang guru SMAN 1 Pasawahan, Drs Dedi Harun MPd yang menggugat Bupati Kuningan, Hj Utje Ch Suganda MAP atas SK yang telah dikeluarkannya. Dedi Harun merupakan mantan kepala SMAN 1 Cibingbin yang sudah menjabat hampir tiga tahun. Sebelumnya, dia pun menjabat kepsek di sekolah lain hingga mencapai 16 tahun menjabat sebagai kepsek. Beberapa bulan terakhir, Dedi dinon-jobkan dari kepsek dan kini menjadi guru biasa. Dari keterangan yang diperoleh Radar, Dedi menggugat tiga SK Bupati yang menyangkut dirinya. Di antaranya SK penurunan pangkat 20 Oktober 2014, SK jadi guru biasa 27 November 2014, dan SK penundaan kenaikan gaji berkala Januari 2015. Saat dikonfirmasi Radar, Dedi membenarkan hal itu. Namun upayanya mem-PTUN-kan bupati bukan untuk mencari menang atau kalah. “Saya mengajukan PTUN itu untuk mencari keadilan. Kalau menang sih, saya merasa jalmi alit (orang kecil, red),” ujarnya, kemarin (3/4). Menurut Dedi, proses PTUN kini sudah memasuki sidang ketujuh. Pekan depan masuk pada sidang penunjukkan alat bukti dari kedua belah pihak. Sejauh ini, muncul penjelasan pennon-joban dirinya dari kepsek atas alasan periodisasi yang sudah mencapai 16 tahun. “Kalau dalihnya periodisasi, banyak juga kepsek lain yang sudah 16 tahun menjabat kepsek. Seperti Pak Kasiyo, dan Pak Tarso,” ungkapnya. Alasan penurunan pangkat berdasarkan sidang PTUN, lanjut Dedi, mengungkit peristiwa lama. Di antaranya pada 2007, Dedi dengan istrinya bercerai dengan posisi bukan dirinya yang menceraikan. Kemudian, perceraian tersebut tidak dilaporkan pada daftar gaji. Tapi sebetulnya, kata dia, persoalan tersebut sudah diselesaikan pada 2012 lalu. “Lalu yang dijadikan alasan, pada 2008 saya nikah siri. Padahal waktu itu kan saya posisinya sudah bercerai, kok itu dimasalahkan. Dan yang dijadikan alasan lagi, pada 2012 saya menikah lagi tapi belum dimasukkan daftar gaji,” sebut Dedi. Padahal pada wawancara awal 13 Agustus 2014, jelasnya, yang dipersoalkan itu akibat Dedi diduga telah menghamili orang. Dalam perjalanan, ternyata masalah tersebut tidak diungkap dalam persidangan. “Mungkin karena memang saya tidak terbukti telah menghamili. Saya difitnah. Bahkan waktu itu sempat dipolisikan dengan dugaan mencemarkan nama baik. Tapi di sidang malah mengungkit masa lalu,” tuturnya. Gugatannya ke PTUN, kata Dedi, bukan membangkang. Pada saat dirinya dipindahkan, dia pun mengikuti. Namun dalam perjalanan ada orang yang simpati sehingga dirinya mencoba konsultasi ke Badan Pertimbangan Pegawai (Bapeg) di Jakarta. “Nah, dari Bapeg menyarankan untuk mem-PTUN-kan. Tapi sebelumnya kirim surat dulu ke bupati. Akhirnya saya pun kirimkan surat tanggal 13 Desember 2014. Tapi nggak ada jawaban, mungkin sibuk. Karena batas ajuan PTUN itu 90 hari pasca SK dikeluarkan, saya daftar PTUN takut keburu lewat batas,” papar dia. Ketika hendak dikonfirmasikan, Kabag Hukum Setda, Andi Juhandi SH tidak merespons pertanyaan Radar. Begitu pula ketika ditanyakan ke Kabid Bangrir BKD, Drs Ade Priatna, dia mengarahkan untuk menanyakan hal itu ke kabag hukum setda. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: