DPR Ngotot DP Mobil
JAKARTA- Polemik uang muka atau down payment (DP) untuk pembelian mobil yang diberikan pemerintah pada 753 pejabat negara terus bergulir. Anggota DPR menegaskan bantuan itu sangat berguna untuk meningkatkan kinerja dewan. Kepastian itu disampaikan oleh Ketua DPR Setya Novanto usai rapat konsultasi dengan presiden kemarin (6/4). Setya mengakui bahwa DPR salah satu yang mengajukan usulan DP pembelian mobil. Menurut dia, usulan itu tidak datang ujug-ujug. Namun lewat rapat-rapat dengan wakil rakyat. “Prosesnya panjang. Ini bukan barter politik,” ujarnya. Menurut Setya, setelah diajukan, pemerintah langsung menyetujui usulan itu. Bahkan kini sudah terbit perpres yang mengatur DP mobil pejabat tersebut. Saat ini, kata dia, pemerintah sedang menunggu anggaran yang tersedia. “Tentunya anggaran itu sesuai dengan kemampuan pemerintah,” paparnya. Kabar adanya DP mobil sebesar Rp210 juta per pejabat itu membuat banyak kalangan memprotes. Mulai dari akademisi sampai LSM ramai-ramai menentang kebijakan pemerintah Jokowi-JK itu. Mereka beranggapan pemerintah tidak berpihak pada rakyat. Pasalnya saat masyarakat sangat membutuhkan sembako murah dan kepastian harga BBM, pemerintah justru memanjakan pejabat yang dari segi gaji sudah mapan. Menanggapi itu, Waketum Partai Golkar munas Bali itu mengatakan tunjangan itu sangat berguna bagi DPR. Dia yakin dengan pemberian fasilitas itu, kinerja wakil rakyat akan meningkat. Menurut dia besarnya nominal itu masih normal. Bahkan dia mengaku bantuan terbilang kecil. “Pejabat eselon I malah dapat bantuan DP mobil Rp702 juta per orang,” jelasnya. Masih ada kemungkinan untuk membatalkan rencana pemberian DP itu. Syaratnya masyarakat beramai-ramai menolak kebijakan tersebut. Setya mengaku legowo jika perpres DP mobil itu dicabut pemerintah. Menurut dia, DPR harus memprioritaskan permintaan rakyat. Sementara itu, politisi partai Demokrat Ruhut Sitompul menyarankan agar bantuan itu tidak diambil anggota dewan. Sebab, sebagai wakil rakyat, sudah seharusnya pemerintah menggunakan uang itu untuk kepentingan rakyat. “Saya sarankan tidak usah diterima,” ujar Ruhut Sitompul. Ruhut menambahkan, seorang anggota DPR tidak boleh tergiur dengan iming-iming uang. Pasalnya seorang anggota dewan harus sudah siap baik dari segi intelektual dan segi finansial. Dia mengingatkan, bahwa setiap penggunaan uang negara akan ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Kalau tidak sesuai peruntukan akan bahaya. Bisa masuk penjara KPK,” terangnya. Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan tidak ada yang salah dalam Perpres Nomor 39 Tahun 2015 tentang pemberian Uang Muka Kendaraan Pejabat. Hanya, sudah tidak sesuai dengan konteks saat ini. “Presiden perintahkan supaya dicabut,” ujar Pratikno usai rapat konsultasi dengan DPR kemarin. Dia menjelaskan, proses perumusan Perpres tersebut sudah melalui tahapan yang panjang. Mulai dari pengajuan surat oleh DPR pada 5 Januari, disusul pemrosesan di kementerian keuangan, hingga akhirnya masuk ke dalam APBNP. Prosesnya sudah sesuai mekanisme yang ada, dan anggarannya pun telah dialokasikan. Rupanya, lanjut Pratikno, dalam jangka waktu tiga bulan setelah pengajuan itu terjadi dinamika di bidang perekonomian. “Sehingga membuat teks yang dirumuskan awal itu tidak sesuai lagi dengan konteks dinamika yang sedang berjalan,” tutur mantan Rektor Universitas Gadjah Mada Jogjakarta itu. Ada situasi ekonomi di masyarakat yang harus dipertimbangkan dalam mengimplementasikan Perpres tersebut. Disinggung mengenai penyebab dinamika ekonomi itu, Pratikno sempat gelagapan. Kemudian, dia hanya menyebutkan ada beberapa persoalan. “Terutama tekanan ekononomi global,” ucapnya. Yang jelas, perpres itu akan dicabut dalam waktu dekat. “menunggu adanya Perpres tentang itu (pencabutan Perpres),” tambahnya. Di tempat terpisah, Mendagri Tjahjo Kumolo juga ikut berkomentar mengenai Perpres DP Mobil tersebut. Mantan Sekjen PDIP itu ikut-ikutan menyalahkan koleganya sesama menteri atas lolosnya Perpres tersebut. “Para menteri harusnya yang bertanggung jawab terkait keluarnya Keppres (Perpres) tunjangan dana kendaraan dinas pejabat negara,” ujar Tjahjo lewat pernyataan tertulis kemarin. Menurut dia, para menterilah yang lebih paham kondisi sosial politik dalam negeri, kaitannya dengan momentum dikeluarkannya Perpres itu. Apakah waktunya sudah tepat, atau sudah mendesak, para menterilah yang paling paham. Sehingga, saat menyampaikan materi ke Presiden sudah clear dari berbagai aspek. “Presiden kan sibuk, banyak masalah yang beliau hadapi,” ucap Politikus PDIP itu. Pembatalan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan, memantik pertanyaan terkait proses screening atau mekanisme seleksi peraturan perundangan di Istana. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, koordinasi antara kementerian dan kantor presiden terkait peraturan perundangan akan dievaluasi. “Semua sistemnya harus diperbaiki,” ujarnya di Makassar kemarin (6/4). Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyebut, proses screening mestinya sudah dilakukan oleh Kementerian Keuangan selaku bendahara negara saat menerima surat usulan dari DPR yang meminta kenaikan uang muka mobil pejabat. Sehingga, saat draft aturan sampai ke meja presiden, sudah ada kajian mendalam terkait dampak sebuah kebijakan. Menurut JK, seharusnya memang ada prosedur standar dalam mekanisme administrasi peraturan perundangan, mulai dari pembahasan draft di kementerian terkait hingga masuk dan dievaluasi di Kantor Presiden. “Nanti kita buat prosedur yang baik,” katanya. Terpisah, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto menyatakan kalau secara prosedur, tidak ada yang dilewati dalam tahapan keluarnya perpres. Dia mengatakan bahwa setelah datang surat dari DPR ke presiden lewat seskab, institusi yang dipimpinnya kemudian meneruskannya ke kementerian keuangan. “Lalu, balik lagi ke seskab dan presiden, itu total prosesnya dari 5 Januari sapai 20 Maret (2015),” ujar Andi. Menurut dia, pembatalan perpres dp mobil pejabat itu murni kesadaran presiden. Yaitu, ketika presiden melihat perdebatan di masyarakat. “Tapi, kalau dari prosedur pembuatan perpresnya tidak (ada yang salah) ya, segala sesuatu dilakukan dengan tata peraturan pembuatan kebijakan,” imbuhnya. Sementara itu, insiden terlewatnya Perpres No. 39/2015 membuat prihatin kalangan PDIP sebagai partai pengusung utama pemerintah. Politisi PDIP Falah Amru menegaskan, kalau peristiwa tersebut telah menciptakan kesan yang tidak baik pada pemerintah. “Terus terang, kami sangat menyayangkannya. Kalau sudah seperti ini, kasihan Pak Presiden,” kata Falah. Atas hal tersebut, ketua Bamusi (Baitul Muslimin Indonesia) PDIP itu meminta agar pembantu presiden di kabinet, bisa berperan optimal menjaga presiden. Khususnya, dia menunjuk, Seskab Andi Widjajanto yang seharusnya bisa memberikan advice yang lebih baik ke presiden sebelum perpres ditandatangani. “Tapi bagaimanapun tetap harus ada yang bertanggung jawab, karena dampak dari perpres (DP mobil pejabat) sudah terlanjur memberi efek besar di publik,” sesal anggota DPR dari PDIP itu, tanpa merinci lebih lanjut. (aph/byu/owi/dyn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: