AIDS Lebih Bahaya dari ISIS
Komisi IV Bakal Panggil PMI Terkait Enam Labu Darah Positif HIV/AIDS KUNINGAN – Setelah tahu banyaknya pengidap HIV/AIDS di Kuningan, salah seorang wakil rakyat, H Dudy Pamuji SE merasa terenyuh. Persoalan itu menurut dia, patut diseriusi. Bila perlu, dibuatkan Perda (Peraturan Daerah) agar eksekutif, legislatif dan seluruh komponen masyarakat bersama-sama terlibat dalam pencegahan dan penanggulangannya. “Saya kira angka 223 orang ini (penderita HIV/AIDS, red) terbilang banyak karena itu diperoleh dari sekitar 9.000 orang yang dites. Sementara penduduk Kuningan mencapai sekitar 1,3 juta jiwa. Mungkin bisa dikatakan, bahaya HIV/AIDS ini melebihi ISIS (Islamic State of Iraq and Syria),” tandas politisi Golkar itu, kemarin (9/4). Sebagai salah seorang anggota parlemen daerah, pihaknya akan ikut mendorong pembuatan Perda HIV/AIDS. Sebab, aturan ini mampu menjadi dasar bagi pengambilan kebijakan pemerintah berikutnya. Seperti pengalokasian anggaran yang pantas, serta strategi kampanye bahaya AIDS yang menjangkau seluruh masyarakat. “Nampaknya, sangat penting untuk dibuatkan Perda. Namun mekanisme tetap harus ditempuh, yang diawali ajuan dari eksekutif, kemudian dimasukkan ke Properda. Kita akan dorong itu,” kata Dudy. Menyikapi adanya dugaan terhadap enam labu di PMI yang terinfeksi HIV/AIDS, dia menegaskan hal tersebut jangan sampai dianggap sepele. Terlebih, Dudy mendengar adanya insiden seorang bocah penderita thalasemia yang terinfeksi akibat menerima darah dari PMI. Ke depan, pihaknya ingin agar Komisi IV melaksanakan pembahasan serius terkait itu. Jangan sampai masyarakat dibuat resah oleh perbedaan pendapat menyangkut kecanggihan alat deteksi HIV/AIDS. “Mungkin setelah kami beres membahas LKPJ Bupati 2014, masalah ini akan menjadi kajian serius Komisi IV. Para pihak akan diundang baik Dinkes, PMI maupun para relawan penanggulangan HIV/AIDS,” ujar pria yang juga menjabat ketua Yayasan ITUS Jalaksana itu. Selain masalah alat deteksi, lanjutnya, akan dibahas pula soal biaya yang harus dikeluarkan warga dalam membeli darah. Menurut Dudy, biaya Rp360 ribu itu dinilai memberatkan karena pendonor pun tidak memungut biaya. “Jelas memberatkan kalau sampai angka segitu. Kalaupun harus ada biaya untuk pemeliharaan atau pergantian alat, mestinya jangan sampai memberatkan masyarakat. Syukur-syukur digratiskan,” ucapnya. Dudy ingin mencoba mencari informasi apakah pembelian darah oleh masyarakat dapat diklaim BPJS atau tidak. Namun jika berpikir untuk pelayanan masyarakat, dirinya merasa mungkin sehingga mereka tidak lagi merasa diberatkan ketika membutuhkan darah. “Pokoknya selepas LKPJ selesai, masalah ini perlu diseriusi. Saya akan mencoba mengusulkan ke ketua Komisi IV agar dijadikan agenda pembahasan. Berbagai hal bisa dibahas termasuk pertanggungjawaban pungutan PMI yang dititipkan di Samsat atau instansi lain,” tukas Dudy. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: