Golkar-PPP Korban Politik Belah Partai

Golkar-PPP Korban Politik Belah Partai

Karena Koalisi Merah Putih Makin Mesra dengan Presiden JAKARTA - Faktor eksternal diduga turut memicu konflik internal di tubuh Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sebab, perpecahan di tubuh dua parpol itu bisa menguntungkan sejumlah pihak lain. Keuntungannya bukan hanya dalam urusan pencalonan pilkada, tetapi juga dalam pembentukan peta kekuatan politik di pusat. Direktur Riset PolMark Indonesia Eko Bambang Subiantoro mengatakan, praktik membelah partai politik memang selalu didasari kepentingan tertentu. Konflik bisa dibuat oleh pemegang kekuasaan dan dijadikan untuk memperkuat kendali mereka. ”Bisa saja partai yang sedang berkuasa sengaja membuat agenda itu terjadi,” tuturnya. Eko menyebut konflik yang terjadi di Golkar dan PPP dapat menguntungkan pihak-pihak atau partai yang tidak berkonflik. Itu bisa dikaitkan dengan semakin dekatnya pilkada Desember mendatang. ”Itu memanfaatkan konflik yang menguntungkan,” ucapnya. Sekretaris Fraksi Partai Golongan Karya Bambang Soesatyo bahkan menuding Koalisi Indonesia Hebat (KIH) punya andil dalam perpecahan parpol-parpol Koalisi Merah Putih (KMP). ”Mereka tampaknya ingin menguasai presiden. Sehingga praktik politik pecah belah partai ini terjadi,” ujarnya. Kegagalan KIH mengatur presiden, kata Bambang, disebabkan suara mereka di parlemen tidak terlalu kuat jika dibandingkan dengan kekuatan KMP. Apalagi hubungan presiden dengan KMP belakangan mulai lengket, terutama saat pembahasan APBNP 2015. ”KIH ketika itu berusaha mengulur-ulur waktu. Namun, mereka akhirnya tidak berdaya karena KMP di parlemen kompak membantu pemerintah dengan mengesahkan APBNP 2015 tepat waktu,” katanya. Upaya untuk menggembosi KMP, lanjut Bambang, dilakukan melalui politik pecah belah. PPP yang pertama menggelar muktamar dikondisikan dengan memiliki kepengurusan ganda. Selanjutnya, Partai Golkar menjadi sasaran dengan mengesahkan salah satu kubu meski putusan mahkamah partai tidak memenangkan salah satu kubu mana pun. ”Jadi, sebenarnya sederhana sekali. Politik pecah belah partai ini adalah upaya menguasai presiden dengan tetap memaksanya menjadi petugas partai. Bukan merelakannya menjadi petugas untuk rakyat dari Sabang sampai Merauke,” tandasnya. (bay/c6/fat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: