Risha Bisa Jadi Tersangka
BANDUNG - Dirkrimum Polda Jabar akan memanggil beberapa ahli hukum dalam menindaklanjuti perkara pra peradilan dengan terpidana Direktur PT PBB, Risha Adi Wijaya yang sempat dihentikan penyidikannya. Hal itu terkait permintaan hakim untuk membuka dan melanjutkan penyidikan kembali perkara pidana atas nama tersangka Risha Adi Widjaya. Selanjutnya penyidik Polda Jabar juga diharuskan segera mengirimkan perkara pidana itu ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar agar bisa segera disidangkan. \"Kami hormati keputusan pengadilan seperti apa. Namun untuk membuka penyidikan lagi, kita juga harus mempelajari lebih dahulu \" Ucap Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Polisi Pudjo saat dihubungi Radar Bandung (Grup Radar Cirebon). Pudjo menjelaskan, untuk dibukanya kembali penyelidikan yang sudah di-SP3, pihaknya harus memanggil beberapa ahli hukum. Setelah itu baru pihaknya bisa membuka kembali penyidikan, dan bisa menentukan arah penyidikan. Ditanya penentapan tersangka untuk Risha, dia belum bisa menjelaskan. \"Dibuka kembali juga belum. Kan penyidikannya harus dibuka dahulu, setelah itu baru ada penyidikan, dan baru bisa menentukan tersangka,\" ucapnya. Sebelumnya, Risha Adi Widjaya dinyatakan tetap menjadi tersangka dalam kasus penipuan dan penggelapan uang sebesar Rp1,7 miliar. Hal itu berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Bandung yang mengabulkan perkara Pra Peradilan Nomor 07/PID.PRAFER/2015/PN antara Hamynudin Fariza melawan Polda Jabar, Selasa (14/4). Kasus pra peradilan ini berawal ketidakpuasan pemohon Hamynudin yang dijanjikan Risha akan menjadikannya sebagai panitia pelaksana (panpel) pertandingan Persib di Indonesia Super League (ISL) musim 2012-2013. Sesuai syarat, Risha meminta Hamynudin untuk menyetor uang sebesar Rp1,7 miliar agar Hamynudin ikut berperan sebagai Panpel Pertandingan Persib. Setelah itu, uang ditransfer dan masuk ke rekening PT PBB sebesar Rp1,7 miliar dalam empat tahap. Tiga kali melalui transfer dan sekali melalui setoran cek senilai Rp1,2 miliar. Akan tetapi, janji Risha terhadap Hamynudin sampai kini tidak kunjung jadi kenyataan. Ironisnya, uang tersebut oleh Risha tidak pernah dikembalikan kepada Hamynudin, hingga korban menempuh jalur hukum. Sementara itu, Kuasa Hukum PT PBB, Kuswara S Taryono menilai, kasus dugaan penipuan yang dituduhkan kepada pihak Persib oleh Hamynudin salah kaprah. Selain itu, tudingan kepada Direktur PT PBB, Risha Adi Wijaya dan Budi Bram Rachman tentang tuntutan pengembalian uang Rp1,7 miliar salah alamat. Menurutnya, surat per tanggal 20 Desember 2012 tentang pemberitahuan pengalihan tanggung jawab panpel dan surat tertanggal 31 Mei 2012 untuk direktur PT PBB tentang keterlambatan pembayaran dari pihak Hamynudin adalah salah satu bukti tidak adanya penipuan yang dilakukan pihak Persib kepada Hamynudin. \"Pertimbangan hukumnya adalah adanya hubungan hukum yang terjadi antara penggugat (Hamynudin) dengan tergugat tiga (Ruri Bahtiar). Mereka membuat kesepakatan untuk pengalihan tanggujawab pelaksana panpel Persib 2011-2012, serta risiko dan tanggung jawab sudah sepenuhnya menjadi tanggu jawab penggugat (Hamynudin),\" katanya saat jumpa wartawaan di Graha Persib, kemarin (17/4). Dia menambahkan, uang yang telah diterima oleh tergugat, dalam hal ini pihak Persib, adalah murni utang penggugat, sehingga tidak ada kewajiban untuk mengembalikannya karena merupakan pembayaran yang sah. Apalagi, penggugat telah bersedia menjamin utang pihak Ruri Bahtiar. \"Kesimpuannya adalah, ada hubungan hukum antara Hamynudin dan Ruri. Secara hukum sudah menjadi kewajiban Hamynudin untuk menyelesaikan utang kepada PT PBB,\" terang Kuswara. Sementara itu, Kuswara pun tetap menghargai putusan Pengadilan Negeri (PN) Klas 1A Khusus Bandung yang memenangkan pra peradilan Hamynudin Fariza terhadap Polda Jabar. Meskipun ada hal yang membuatnya akan mempelajari dan mendalami hal tersebut, sebab tidak pidana yang dilaporkan oleh Hamynudin, tidak cukup bukti dan fakta. \"Kita berharap Polda mengambil jalan yang terbaik. Kami menghargai keputusan itu, tapi ada beberapa hal yang kami tidak sependapat. Penyidikan dihentikan oleh Polda Jabar waktu itu, karena tidak ada pidana dan tidak cukup bukti. Kami sependapat dengan Polda yang menghentikan penyidikan,\" ucapnya. Polda tidak semata-mata mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3). Tapi, karena wilayah yang diajukan adalah kepolisian, kami serahkan sepenuhnya kepada kepolisian Polda Jabar,\" pungkasnya. (cr6/cr4)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: