Aksi: UU Desa Perlu Direvisi
Tidak Memihak Pemerintahan Desa JUNTINYUAT- Pentapan UU desa di era pemerintahan Presiden Jokowi Dodo, dianggap tak menjadi representasi dari aspirasi yang disampaikan para kuwu ke DPR RI. Dlam rapat koordinasi desa, terungkap para kuwu menyatakan ketidakpuasannya terjadap alokasi dana desa, raskin, bengkok, serta sarjana pendamping desa. “Masalah yang paling para kuwu keluhkan dimana saja yaitu masalah UU Desa yang baru. UU yang baru malah kurang berpihak untuk pemerintah desa termasuk para perangkat desa. Untuk itu kami menginginkan perlu adanya peninjauan ulang mengenai UU Desa yang baru,” beber Sekretaris Asosiasi Kuwu Seluruh Indramayu (AKSI), Wartono, kepada Radar, Minggu (26/4). Selain itu, kata Wartono, para kuwu juga mengeluhkan mekanisme raskin yang justru bisa membuat kuwu terjerumus kasus hukum. Para kuwu juga mengeluhkan tanah bengkok yang harus dimasukan dalam APBDesa. Untuk masalah raskin, dari pusat harga sudah baku harus Rp1.600/kg. Tapi, dalam harga itu tak ada komponen untuk kemasan plastik, biaya angkut, dll. Bila kuwu menambah komponen biaya, kuwu disalahkan dan seringkali dituding korupsi. Lantaran tak adanya solusi untuk persoalan ini, akhirnya para kuwu bersepakat menjual raskin Rp2.000/kg kepada rumah tangga sasaran (RTS). Yang penting tidak dijual di tengkulak. Nah kelebihan uang Rp400 masuk ke kas untuk membantu para RTS yang tidak mampu beli raskin. H Tarkani menambahkan, para kuwu juga menolak bengkok desa dimasukan dalam APBDes. Sebab, tanah bengkok mutlak untuk kesejahteraan pamong desa dan tidak bisa diotak-atik lagi. Serta untuk sarjana pendamping desa harus berasal dari desa sendiri, kemudian ditunjuk oleh kuwu sendiri. Para kuwu beralasan, bila sarjana pendamping desa dari daerah asal, pastinya sudah hapal dengan potensi yang ada di desanya. (oni)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: