Nelayan Eretan Turun Jangkar

Nelayan Eretan Turun Jangkar

Cuaca Masih Ekstrem, Trauma Tragedi KM Terima Kasih KANDANGHAUR– Pasca mu­sibah tenggelamnya KM Terima Kasih III, mayoritas nelayan di pesisir Pantai Eretan Wetan, Kecamatan Kandanghaur memilih turun jangkar. Nelayan yang terlanjur memberangkatkan kapalnya, juga pilih balik ke dermaga karena khawatir tertimpa bernasib seperti awak KM Terima Kasih III. “Hanya pe­rahu-perahu kecil saja yang masih menangkap ikan. Itupun pencarian ikan di se­kitar kawasan pantai dan waktunya dipangkas hanya sampai sore hari,” ujar tokoh nelayan Eretan, H Rosyad, kepada Radar, Rabu (29/4). Kondisi tersebut membuat aktivitas lelang di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) KUD Misaya Mina Desa Eretan Wetan sepi. Para nelayan memilih membetulkan jaring sembari menunggu cuaca di laut bersahabat. “Setelah musibah itu, nelayan memilih tidak melaut. Kapal yang terlanjur berangkat, akhirnya balik lagi karena takut,” tuturnya. Selain akibat cuaca ekstrem pasca musim baratan, kondisi ini terjadi karena bersamaan datangnya dengan masa terang bulan. Hal ini bukan karena mitos. Setiap bulan purnama, ungkap dia, ikan jarang muncul kepermukaan. Saat purnama, ikan laut bermigrasi ke perairan yang lebih dalam untuk meng­hindari cahaya terang bulan. Kondisi ini membuat nelayan Eretan yang mayoritas menggunakan alat tangkap jenis pursin kesulitan mene­mukan ikan ikan di dekat permukaan. Oleh karena itu, nelayan lebih memilih turun jangkar sambil memperbaiki alat tangkap yang kondisinya rusak. “Saat musim terang bulan hasil tangkapan ikan makin berkurang. Mereka merugi kalau memaksa melaut,” lanjut dia. Tentang cuaca yang masih ekstrem, Rosyad meng­ungkapkan,  biasanya, pas­ca musim baratan seperti sekarang ini, cuaca di laut bersahabat bersamaan dengan datangnya musim panen ikan. Namun tahun ini sangat berbeda kondisinya. “Ini yang membuat nelayan harus tetap waspada. Cuaca di laut bisa tak menentu kapan saja. Sulit diprediksi,” tuturnya. (kho)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: