Kunci Bersama Dibahas Guangdong University

Kunci Bersama Dibahas Guangdong University

KUNINGAN – Kerja sama sembilan kabupaten/kota di daerah perbatasan Jawa Barat dengan Jawa Tengah dibahas dalam  seminar internasional di Guangdong University of Foreign Studies, Guangzhou, Cina, belum lama ini. Kebijakan kerja sama perbatasan yang digagas oleh mantan bupati H Aang Hamid Suganda tersebut dijadikan kajian ilmiah oleh lima mahasiswa program doktoral Universitas Pasundan (S-3 Unpas) Bandung asal Kabupaten Kuningan. Kelimanya yakni Kadisdikpora Drs Asep Taufik Rohman MSi MPd, Kasatpol PP Deni Hamdani SSos MSi, Kabag Kesra Setda Drs H Toto Toharudin MPd, Kabid Ekonomi Bappeda Wahyu Hidayah dan Drs Mubarok MSi, dosen UIN Bandung. Hadir dalam seminar tersebut lima guru besar dari Guangdong University of Foreign Studies, Guangzhou, lalu Prof Bambang Heru, Prof Soleh Suryadi, Prof Suhendra dan mahasiswa dari berbagai negara. Seminar  dibuka oleh Prof Peng Weiming, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Kebijakan Publik, Guangdoang University. Universitas ini memiliki 60 jurusan untuk S-1, 39 program studi S-2 dan 16 program studi doktoral. Dengan jumlah mahasiswa 26 ribu. Seminar internasional ini, kata Peng, sangat bermanfaat untuk saling menukar informasi, terutama dalam bidang kebijakan publik. Toto memaparkan, kerja sama sembilan kabupaten di perbatasan dilakukan dengan latar belakang bahwa banyak ketertinggalan pembangunan di daerah itu. Baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan lainnya. “Karenanya Pak Aang waktu itu menggagas perlunya diba­ngun kerja sama antar­dae­rah untuk percepatan pemba­ngunan di kawasan tersebut. Gagasan itu akhirnya bisa diimplementasikan lewat deklarasi Kuningan Summit yang mendapat respons dari berbagai daerah,” jelas Toto. Implementasi di lapangan, sambung Toto, sekarang sudah mulai berjalan kerja sama antardaerah di berbagai bidang, termasuk dalam pekerjaan fisik. Seperti membangun jalan dan jembatan untuk membuka akses masyarakat di daerah perbatasan. “Kerja sama antardaerah harus bisa dilakukan dalam upaya sinergitas pembangunan daerah perbatasan untuk kesejahteraan masyarakat. Apalagi sesuai amanat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kerja sama antardaerah Kunci Bersama ini masuk dalam kategori kerja sama yang wajib dilaksanakan daerah,” ungkap Toto. Asep Taufik Rohman menam­bahkan, pola kerja sama itu ternyata cukup menarik dan menjadi kajian ilmiah sebagai lesson learned bagi kedua belah pihak. Bahkan di Tiongkok sendiri, kerja sama antardaerah juga telah dilakukan antara Guangzhou, Shenzen dan Hongkong dalam pengelolaan air sungai Mutiara. “Hasil seminar kajian kerja sama antardaerah ini diha­rapkan dapat mengubah image kawasan perbatasan dari ‘halaman belakang’ menjadi halaman depan pembangunan bangsa,” tutur Taufik diamini Deni dan Mubarok. Mahasiswa lainnya, Wahyu Hidayah menimpali selama ini banyak kerja sama antardaerah di Indonesia yang terbentuk melalui mekanisme/pendekatan formal-struktural, top-down atas inisiatif dari Pemerintah Pusat. Namun berbeda dengan Kunci Bersama yang lahir karena kebutuhan bersama dan atas inisiatif daerah. “Kerja sama antardaerah yang ada umumnya di tingkat antarkabupaten-kota dalam satu provinsi, sedangkan Kunci Bersama bersinergi lintas provinsi dengan corak ragam suku dan budaya yang berbeda-beda. Nilai tersebut memperkaya dan lebih mengukuhkan semangat kebersamaan dan persatuan. Kerja sama yang terjalin ini dapat menghilangkan ego daerah,” tegas Wahyu. (ags)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: