Ciremai Masuk Golongan 127 Gunung Berapi
KUNINGAN – Di antara 127 gunung berapi yang ada di Indonesia, Gunung Ciremai merupakan gunung berapi yang terbilang jarang “menggeliat”. Ini dibuktikan, sejak meletus terakhir kali pada tahun 1938 hingga saat ini, aktivitas gunung adem ayem. “Memang, pada tahun 2003 pernah terjadi getaran. Namun, geteran itu disebabkan oleh gempa tektonik lokal yang membuat Ciremai ‘terbangun’. Sebab, yang bisa memicu gempa vulkanik salah satunya ada gempa tektonik. Tapi, geteran tersebut tidak masuk kategori berbahaya,” ucap Petugas Pos Pengamatan Gunung Ciremai, Iyus Rushana kepada Radar, Senin lalu (4/5). Iyus yang sudah bekerja sejak 1980-an ini mengatakan, meski karakter gunung berbeda dengan gunung lain yang selalu rutin menggeliat. Namun, warga harus tetap waspada karena yang namanya gunung berapi bisa aktif kapan saja. Bukti Gunung Sinabung meletus, kata dia, membuktikan bahwa gunung yang sudah lama diam ternyata bisa aktif kembali. Ini menunjukkan kepada semua orang bahwa yang namanya gunung berapi harus diwaspadai. “Dengan kondisi seperti ini, maka kami selalu waspada. Seismograf pun terus bekerja sehingga ketika ada aktifitas di gunung bisa terditeksi. Hingga saat ini memang aman,” jelas ayah tiga anak yang nyaris selama 24 jam mengawasi gunung. Dia menyebutkan, apabila gunung sampai meletus, maka akan banyak dampak negatif yang menimpa wilayah sekitar gunung khususnya Kuningan. Meski dampak positifnya juga ada yakni tanah menjadi subur. Iyus menerangkan, apabila gunung meletus maka jarak 4-5 kilometer dari gunung termasuk zona bahaya. Kemudian, jarak 5-7 kilometer adalah zona waspada dan zona aman adalah radius 9-10 kilometer. “Pada zona bahaya dan zona waspada, warga harus diungsikan. Cilimus termasuk wilayah aman karena bejarak 9 kilometer dari gunung,” ucap pria yang kurang dari lima tahun akan pensiun. Dalam kesempatan itu, Iyus menerangkan, meski seismograf bisa membaca semua bencana yang terjadi di Indonesia. Namun, dia menerangkan ketika satu gunung meletus tidak akan ada hubungan dengan yang lain. Hal ini, kata dia, karena dapur magma antara gunung berbeda tidak menyatu. Sebagai bukti ketika Gunung Selamat naik menjadi level waspada, tidak ada pengaruh sama sekali. Ini yang harus dipahami oleh warga. Sekadar informasi, jika dibanding gunung-gunung api aktif lainnya di Jawa dan Indonesia, Ciremai termasuk memiliki tabiat yang paling “kalem” dan “ramah”, karena sejak letusan pertama yang tercatat dalam sejarah pada tahun 1698 lalu, gunung tersebut tidak pernah mengeluarkan kekuatan yang terlalu berlebihan sehingga menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa manusia. Menurut data dari berbagai sumber, selama kurun waktu 400 tahun terakhir, Gunung Ciremai hanya meletus sebanyak tujuh kali. Letusan pertama Gunung Ciremai tercatat terjadi pada 3 Februari 1698. Lalu, letusan itu disusul letusan kecil pada 11-12 Agustus 1772, 1775, dan April 1805. Ketiganya tanpa menimbulkan jatuhnya korban jiwa atau kerusakan yang berarti. Tahun 1917 terjadi semburan uap belerang di dinding selatan gunung yang dikategorikan dalam letusan, kemudian pada September 1924 terjadi tembusan fumarola kuat di bagian barat kawah dan dinding pemisah kawah. Letusan besar terakhir tercatat pada periode 24 Juni 1937–7 Januari 1938, berupa letusan preatik dari kawah pusat dan celah-celah radial di dalam perut gunung. Meski tidak jatuh korban jiwa maupun kerusakan berat, tetapi abu vulkanik yang dimuntahkan gunung tersebut tercatat jatuh tersebar di kawasan seluas 52.500 kilometer persegi. (mus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: