Soal Tarif Raperda, BK Dinilai Kurang Paham

Soal Tarif Raperda, BK Dinilai Kurang Paham

KUNINGAN – Ketidakmengertian Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD, Drs H Momon Suherman soal uang lelah ditanggapi kembali oleh mantan wakil rakyat dua periode, Momon C Sutresna. Politisi asal Demokrat itu merasa sudah menjelaskan secara gamblang terkait hal itu. “BK katanya minta penjelasan uang lelah. Kan sudah dijelaskan sama saya dengan jentre (gamblang, red) tempo hari,” ujar pria yang dulu berangkat dari Dapil II itu, kemarin (17/5). Agar BK memahami, Momon mencoba menjelaskan kembali. Disebutkan, dalam setiap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), baik di tingkat Baperda maupun di Pansus, dinas atau badan selaku mitra kerja dipastikan paham dan mengerti. Meski tanpa diminta ataupun ditarif, mereka akan memberikan uang lelah. “Anggap saja sebagai uang lelah karena setiap Raperda perlu pembahasan yang maksimal. Tidak sedikit pembahasan Raperda, baik di Baperda maupun di Pansus yang cukup menguras pikiran, tenaga dan waktu,” jelas Momon. Pada umumnya, lanjut dia, semua ingin menghasilkan aturan yang betul-betul baik dan bermanfaat bagi pembangunan secara sosial, ekonomi, politik dan budaya masyarakat Kuningan. Sehing­ga, para anggota dewan pun mencurahkan pikiran tena­ga dan waktunya dalam pem­bahasan Raperda. Termasuk dinas dan badan selaku mitra kerja. “Jadi, mitra kerja itu pasti lebih paham dan lebih mengerti. Tanpa penarifan juga, saya kira lebih enak, lebih nyaman dan lebih aman, tidak ada yang merasa dibebani dan terbebani,” ucapnya. Namun, jika ditarif, menurut Momon, itu bahaya dan aneh. Kalau saja setiap kali masa sidang hanya satu atau dua Raperda, mungkin saja hal itu dianggap tidak berat. Tapi jika mencapai 8 sampai 10 Raperda, dia memastikan akan memberatkan. “Bahaya dan aneh saya kira kalau ditarif per Raperda sekian. Kalau saja tiap masa sidang 10 Raperda, dan dalam satu tahun terdapat tiga kali masa sidang, sehingga jumlahnya 30 Raperda per tahun. Nah, berapa tuh uang yang harus dikeluarkan kalau ditarif?” sindirnya. Sebelumnya, aktivis F-Tekkad, Soejarwo me­nyo­­al istilah uang lelah yang dilontarkan Momon C Sut­resna. Meskipun dikemas dengan uang lelah, namun menurutnya, itu tetap saja tidak diperbolehkan. Terlebih jika sampai ada pe­narifan per Raperda mencapai Rp25 juta. “Karena, meski pakai isti­lah uang lelah, uang lelah ang­gota dewan yang terhormat itu tidak sama dengan uang lelah masyarakat biasa. Tukang bangunan saja uang lelahnya sampai Rp100 per hari, bagaimana dengan anggota dewan?” ketusnya. Sementara, Ketua BK, Drs H Momon Suherman balik mempertanyakan pengertian yang dimaksudkan Momon C Sutresna. Karena sepe­ngetahuannya selama menjadi anggota dewan, tidak ada uang lelah pada saat membahas Raperda, apalagi sampai mengeluarkan tarif. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: