Hidup di Kasur Selama 17 Tahun
Eti Suherti dan Suherman, warga Dusun Kliwon Desa/Kecamatan Jalaksana tidak menyangka anak semata wayangnya, Ramdani (17), mengalami nasib tragis. Ramdani menghabiskan hidupnya di kasur selama 17 tahun. Faktor kemiskinan penyebabnya. Ketika usai 1,5 bulan, Dani panggilannya, divonis menderita hydrocephalus. AGUS MUSTAWAN, Kuningan TANGAN dan kaki Ramdani tidak bisa menopang tubuhnya ketika Radar berkunjung ke rumahnya. Rupanya, kejadian tersebut sudah 17 tahun. Bahkan, Dani –sapaannya- sudah lumpuh total. Makanya, untuk mempertahankan hidup, Dani melakukan semua aktivitasnya di kasur. Menurut dokter yang menangani di RS Hasan Sadikin Bandung, Dani harus segera dioperasi. Namun, karena tidak memiliki dana, Dani tidak bisa dioperasi. Baru empat bulan kemudian, Dani bisa ditangani dokter dan dilakukan operasi. Namun sayangnya, langkah tersebut terlambat karena batok kepala Dani sudah mengeras sehingga sulit untuk disembukan. Sejak dioperasi di bagian kepala, Dani dipasang selang. Dari selang itu keluar cairan dari kepala. Sejak itu pelan-pelan kepala Dani membesar. Sebenarnya hingga usia delapan bulan, pertumbuhan badannya normal. Tapi sejak usia sembilan bulan, kondisi badan terus mengecil hingga saat ini. Dengan penuh kasih sayang, Eti dan Suherman membesarkan anak kesayangannya itu. Tidak ada rona lelah di muka mereka karena mereka menganggap Dani adalah anugerah dari Allah yang harus dibesarkan seperti anak normal lainnya. “Sebagai seorang ibu, saya tidak menyangka Dani bakal seperti ini. Dia dulu tumbuh sehat, bahkan hingga usia delapan bulan bermain seperti anak seusianya. Tapi sejak itu badannya terus mengecil meski makan dan minum normal,” ucap Eti dengan wajah tegar kepada Radar, kemarin (17/5). Dia mengaku, andai pada saat itu memiliki uang, mungkin Dani bisa tertolong. Tapi karena miskin, takdir berkata lain. Kini, lanjut dia, Dani tidak bisa dioperasi lagi sehingga hanya diurus saja. Meski hidup pas-pasan, namun bantuan dari pemerintah minim. Untuk berobat hanya diberikan Jamkesmas saja. “Ketika orang lain selalu diberikan bantuan seperti raskin dan juga PSKS, kami tidak pernah menerima bantuan apapun. Padahal sudah jelas hidup pas-pasan,” jelas Eti lagi. Selain badannya mengecil, kata Eti, Dani juga tidak bisa berbicara. Ketika lapar dia hanya bisa menangis. Meski begitu, ketika diajak komunikasi, Dani paham karena dia bisa mendengar normal. Eti mengaku, kesabaran yang diberikan Allah membuatnya bisa mengurus dengan penuh kasih sayang. Sebagai orang tua, keluarganya tidak pernah menyesal diberikan keturunan seperti itu. Untuk urusan makan, lanjut dia, Dani normal seperti orang lain, yakni tiga kali sehari. Pada siang hari biasanya tidur dan pada malam hari Dani selalu terbangun. Meski kebanyakan aktivitasnya dihabiskan di kasur, Dani pun sesekali selalu dimandikan oleh kedua orang tuanya di kamar mandi. Eti sendiri tinggal di rumah orang tuanya yang kini hanya tinggal bersama ibunya, Runi (60). Sementara itu, ketika Radar berkunjung, Dani tengah tertidur pulas. Karena lapar, dia pun terbangun dan menangis keras. Dengan penuh kasih saying, Eti menemui Dani dan menghibur dengan mengajak Dani bermain. (mus)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: