Penarif Raperda Berkeliaran
Sejumlah SKPD Masih Mendapat ”Teror” Penarifan KUNINGAN – Setelah menjadi kajian Baperda (Badan Pembentuk Perda), sedikitnya delapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang diajukan eksekutif secara resmi diparipurnakan kemarin (20/5). Bupati Kuningan, Hj Utje Ch Suganda MAP menyampaikan nota pengantarnya secara langsung dalam rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD, Drs Toto Suharto SFarm Apt. Delapan Raperda tersebut antara lain meliputi retribusi pelayanan kesehatan pada puskesmas dan pemeriksaan laboratorium pada dinkes, pola tarif layanan kesehatan RSUD 45, penyertaan modal PDAM, dan penanggulangan HIV/AIDS. Empat Raperda lain berkaitan dengan desa yakni pemilihan kades, perangkat desa, keuangan desa dan SOTK pemerintah desa. “Dalam rangka pengaturan retribusi pelayanan puskesmas dan labkes, dalam perkembangannya baik dari aspek materil dan formal, besaran retribusi dipandang sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu ditinjau kembali,” terang orang nomor satu di Kota Kuda itu di atas podium. Berkenaan dengan HIV/AIDS, di Kuningan memperlihatkan kecenderungan yang semakin memprihatinkan. Jumlah kasusnya terus meningkat dan wilayah penyebarannya semakin luas. Kebijakan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, kata Utje, perlu dilaksanakan secara terpadu. Untuk memberikan kepastian hukum maka perlu dibuat Perda. “Selanjutnya, seiring dengan diberlakukannya UU 6/2014 tentang desa serta PP 43/2014, maka beberapa Perda perlu ditinjau kembali, diantaranya berkenaan dengan keuangan desa, SOTK pemerintah desa, pilkades, dan perangkat desa,” sebutnya. Sebelum penyampaian bupati, jubir Baperda, H Dede Ismail SIP membacakan laporan hasil pembahasannya terhadap delapan Raperda yang diajukan. Tidak lama kemudian, pembaca laporan digantikan oleh H Ujang Kosasih MSi. Namun tiba-tiba muncul interupsi dari salah seorang anggota, Tresnadi. “Saya tidak menemukan adanya pasal pada tata tertib DPRD yang mengharuskan dibacakan laporan hasil pembahasan Baperda,” ujar politisi asal PDIP itu. Disusul Nuzul Rachdy SE yang merupakan mantan ketua badan legislasi periode lalu. Tugas Baperda, menurut dia, hanya harmonisasi Raperda sehingga pembahasan lebih lanjut berada di tingkat Pansus (panitia khusus). Politisi Demokrat, Yayat Ahadiatna SH pun turut memberikan penilaian aneh saat dilakukan pembacaan laporan Baperda. Atas sejumlah aspirasi tersebut, Toto Suharto selaku pimpinan rapat memutuskan untuk menghentikan pembacaan laporan Baperda. Tahapan Paripurna selanjutnya diisi dengan penyampaian nota pengantar oleh Bupati Hj Utje Ch Suganda. Pasca Paripurna, para wakil rakyat hendak melakukan pembahasan lewat Pansus dengan dibentuknya tiga Pansus. Meski pembahasan Baperda sudah dilaksanakan hingga Paripurna penyampaian delapan Raperda digelar, diperoleh keterangan bahwa oknum penarif Raperda masih berkeliaran. Bahkan, salah seorang sumber yang enggan dikorankan namanya menyebutkan, tarifnya kini turun, bukan lagi Rp25 juta. Sumber lain menyebutkan, pemuatan berita soal isu penarifan Raperda di koran ternyata tidak membuat oknum jera. Ini diakui sendiri oleh salah seorang pejabat dari salah satu SKPD. “Setelah sering diberitakan, masih ada yang menelepon. Ke saya saja ada tiga orang yang nelepon,” ungkapnya. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: