PKL Pasar Ciputat Menolak Dipindahkan

PKL Pasar Ciputat Menolak Dipindahkan

KUNINGAN - Masalah keSemerawutan  di depan Pasar Ciputat Kecamatan Cia­wigebang sebetulnya bisa teratasi  apabila para pedagang kaki lima (PKL) dirapikan. Namun selama ini, tidak ada tindakan tegas sehingga lahan yang seharusnya menjadi lahan parkir diisi oleh PKL. Kondisi lahan parkir diisi oleh PKL diakui oleh Sekdes Ciputat, Kecamatan Ciawigebang, Diding Ahdi. Lahan parkir yang berada persis di depan toko itu berubah fungsi menjadi lahan PKL. Bahkan, pihak desa menyewakan lahan itu kepada PKL dengan tarif Rp1.500 per meter per hari. Ternyata, bukan hanya yang di depan toko. Sisa lahan parkir kembali diisi oleh PKL. Dengan begitu, lahan parkir yang seharusnya diisi oleh kendaraan, justru penuh oleh PKL. Sehingga pada akhirnya, terjadi keSemerawutan dan terlihat kumuh. “Iya, lahan yang dijadikan PKL itu lahan parkir dan pedagang pun mengetahui hal itu. Memang disewakan dengan harga Rp1.500 per meter per hari. Para pedagang sendiri mengetahui risikonya,” ucap Diding kepada Radar, kemarin (21/5). Menurut dia, jumlah PKL di lahan parkir yang oleh pihak desa dipasang auning/penutup total, ada 160 pedagang. Apabila PKL ini harus dirapikan karena berdiri di lahan parkir, risikonya sangat besar karena mereka tidak mau dipindah. Alasannya, PKL sudah menempati lahan tersebut cukup lama. “Namun apabila PKL yang di luar auning kemungkinan bisa dirapikan sehingga tidak akan menimbulkan polemik,” ucapnya. Sementara itu, ketika Radar mengkonfirmasi hal ini kepada Kepala Dinas Perhubungan Kuningan, Drs Jaka Chaerul, dia membenarkan bahwa lahan yang ditempati PKL adalah lahan parkir. Akibat lahan parkir dijadikan tempat berjualan, maka pemasukan dari retribusi parkir sangat minim. “Perlu diketahui, retribusi dari lahan parkir di Pasar Ciputat hanya Rp17 juta per tahun. Padahal, lahan yang dijadikan parkir luasnya 120 meter persegi dan jarak dari bahu jalan ke toko adalah 8 meter,” ucap Jaka kepada Radar. Akibat lahan parkir dijadikan tempat PKL, maka tersisa lahan dua meter. Itu pun kembali dijadikan tempat mangkal PKL sehingga kendaraan yang akan parkir kesulitan. Akibatnya, kendaraan parkir sembarangan. “Masalah ini sudah kami bicarakan dan tengah dicari solusinya. Sebab, lahan par­kir kalau mengacu kepada per­aturan, tidak bisa dijadikan lahan PKL,” tandas Jaka. Apabila dibanding dengan padapatan dari pasar yang ada di Kuningan, Pasar Ciputat tidak sebanding dengan potensi lahan parkir. Pasar Kramatmulya yang lahan parkirnya sempit, bisa menghasilkan pendapatan di atas Pasar Ciputat. Bahkan, lanjut dia, untuk Pasar Cilimus, pendapatan dari parkir mencapai Rp48 juta. Begitu juga dari Pasar Luragung Rp32 juta. Padahal, lahan yang dimiliki kedua pasar tersebut tidak seluas Pasar Ciputat. “Saya yakin kalau PKL di­tata, tidak akan Semerawut. Kendaran akan rapi berjejer karena lahan tidak digunakan,” jelasnya. Sementara itu, Emah, salah seorang PKL menyebut tidak mengetahui lahan yang digunakannya adalah lahan parkir. Sepengetahuannya, lahan parkir adalah yang di depan mereka yang juga diisi oleh PKL. Saya kan di sini menyewa Rp1.500 per meter per hari dan resmi. Jadi, kalau ada rencana ditertibkan, tidak setuju. Kalau yang di depan (toko, red) sih teserah,” ucap dia diiyakan pedagang lainnya, Nanang. Terpisah, PKL yang berjualan makanan khas Kuningan, Mamat mengetahui kalau lapak dagangannya merupakan lahan parkir. Namun, dia meminta solusi yang tepat kalau ada penertiban. Dari pantauan Radar, lahan parkir di pasar tersebut nyaris selama 24 jam penuh oleh PKL. Apabila sore hari, PKL yang berjualan penuh, baik penjual pecel hingga mainan. Mereka mengaku berjualan karena sudah membayar. (mus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: