Ikhwanul Muslimin Bisa Menang Lagi
KAIRO- Putaran kedua pemilu legislatif (parlemen) di Mesir berlangsung kemarin (14/12). Sekitar 18,8 juta dari 81 juta warga berhak memberikan suara dalam pemilu pertama pasca-lengsernya Presiden Hosni Mubarak pada Februari lalu. Mereka mencoblos melalui berbagai tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di Kota Giza, Provinsi Kairo, dan delapan provinsi lainnya. Yakni, Provinsi Beni Sueif, Menufiya, Sharqiya, Beheira, Ismailiya, Suez, Sohag dan Aswan. Gerakan Islam tertua di dunia, Ikhwanul Muslimin, yang mendirikan partai politik baru pasca-kekuasaan Mubarak (Partai Kebebasan dan Keadilan), diramal kembali menang. Dalam pemilu putaran pertama pada 28-29 November lalu, Ikhwanul Muslimin mendominasi perolehan suara dan meraih kursi terbanyak. Karena itulah, mereka ingin menjaga momentum pemilu dan kemenangan mereka. \"Demi terciptanya parlemen yang kuat, serta memenuhi tuntutan dan aspirasi seluruh rakyat, mari kita lanjutkan (untuk mencoblos),\" ajak partai tersebut dalam situs resminya di Facebook. Seperti pada pemilu putaran pertama, coblosan kemarin juga berjalan lancar. Namun, sempat terjadi insiden kecil di salah satu TPS di pinggiran Kairo. Panitia penyelenggara terpaksa menutup TPS sebelum waktunya karena terjadi baku tembak di antara dua kubu pendukung partai tertentu. \"Tak ada korban jiwa. Petugas berhasil membekuk tujuh orang pelaku,\" ujar seorang pejabat keamanan yang tidak disebutkan namanya. Kecuali insiden penembakan itu, pencoblosan di TPS-TPS lain berlangsung aman. Tingkat kehadiran (partisipasi) pemilih cukup tinggi. Bahkan, beberapa jam sebelum TPS dibuka serentak pada pukul 08.00 waktu setempat (sekitar pukul 13.00 WIB), warga sudah terlihat mengantre. \"Ini kali pertama suara kami diperhitungkan. Karena itu, kami tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini,\" ungkap Fatma Sayed, salah seorang PNS yang mencoblos di Suez. Partai-partai Islam bersaing ketat dalam pemilu putaran kedua kali ini. Partai-partai tersebut juga diprediksi kembali berjaya. Ikhwanul Muslimin yang beraliran pragmatis, serta para pesaingnya seperti kubu garis keras Salafi dan sebuah faksi moderat memenangkan dua pertiga kursi pada pemilu putaran pertama yang lalu. Ikhwanul Muslimin berharap bisa menuai lebih banyak dukungan. Mereka berjanji akan membentuk koalisi luas yang tak hanya melibatkan front (kelompok) Islam, namun juga kelompok lainnya. Sebab, tugas utama parlemen yang terbentuk lewat pemilu itu adalah menyusun konstitusi baru. Alhasil, Ikhwanul Muslimin merasa perlu melibatkan semua pihak. Termasuk, kubu nasionalis dan liberal. Selain itu, mereka berusaha menepis anggapan miring rakyat soal partainya. Sebagai partai yang selalu berada pada kubu oposisi saat era Mubarak, Ikhwanul Muslimin dianggap oleh sebagian rakyat Mesir terlalu radikal. Karena itu, kemenangan Ikhwanul Muslimin pada pemilu putaran pertama sempat memunculkan kekhawatiran di masyarakat. Warga cemas Ikhwanul Muslimin akan menjadikan Mesir sebagai negara agama yang berpedoman pada syariat Islam. \"Kami tak akan memimpin Mesir sendirian. Parlemen akan melibatkan semua warna pelangi (seluruh perwakilan politik) yang punya tujuan yang sama dan berjalan pada satu jalur,\" tegas Mohamed Badie, pemimpin Ikhwanul Muslimin, dalam wawancara dengan stasiun televisi swasta Mesir. Pernyataan itu sengaja disampaikannya jelang pemilu kemarin untuk menjaring lebih banyak suara. Ikhwanul Muslimin juga berharap pemilu putaran kedua ini bisa memberikan hasil yang lebih signifikan. \"Saya rasa, kecenderungannya akan tetap sama dengan putaran lalu. Freedom and Justice Party (FJP), partai bentukan Ikhwanul Muslimin, masih akan memimpin. Tetapi, persentasenya akan berubah menjadi lebih sedikit,\" ramal Hassan Abou Taleb, pengamat politik dari Al Ahram Centre for Political and Strategic Studies. Itu membuktikan bahwa rakyat Mesir tidak yakin Ikhwanul Muslimin bakal menerapkan pemerintahan demokratis yang tidak berbasis pada agama. Berbeda dengan parlemen Mesir sebelumnya, lembaga penyusun undang-undang pada era demokrasi nanti akan memiliki hak legislatif. Jadi, parlemen berwenang untuk menyusun undang-undang dasar sebagai acuan langkah politik pemerintah. Sebelumnya, pemerintah Mesir selalu berpijak pada aturan rezim Mubarak. Nantinya, setelah terbentuk, parlemen akan menunjuk 100 orang sebagai anggota majelis penyusun konstitusi. Sementara itu, pemerintahan masih akan bergantung pada dewan militer. Dewan yang dipimpin oleh Jenderal Hussein Tantawi itu tetap akan mendominasi pemerintahan sampai Mesir menggelar pemilihan presiden (pilpres) pada Juni mendatang. Kebijakan dewan militer yang masih diduduki para kroni Mubarak tersebut sempat menuai kritik keras dari berbagai pihak. Unjuk rasa menuntut mundurnya Tantawi pun masih menggema di sela penyelenggaraan pemilu kemarin. (AFP/AP/RTR/hep/dwi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: