Polri Sebut Warga yang Menyerang

Polri Sebut Warga yang Menyerang

\"\"Korban Tujuh Orang, Anggap Video Tidak Benar JAKARTA - Mabes Polri menampik informasi yang disampaikan lembaga adat Megou Pak, Lampung, kepada Komisi III DPR Rabu (14/12) lalu. Korps Bhayangkara juga menegaskan bahwa video sadis pembantaian yang diputar di komisi bidang hukum tersebut bukanlah peristiwa berdarah yang terjadi di desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Okan Komeringilir (OKi), Provinsi Sumatera Selatan. “Ada pihak yang ingin memberi kesan seolah-olah terjadi pembantaian yang dibekingi aparat. Padahal, tidak pernah ada pembantaian itu,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri kemarin (15/12). Boy mengungkapkan, sejatinya ada dua kasus berbeda. Pertama, bentrokan antara warga dan pegawai PT Sumber Wangi Alam (SWA) di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komeringilir, Sumatera Selatan, pada 21 April 2011. Kedua, sengketa lahan perkebunan sawit di Kabupaten Mesuji, Lampung, pada November 2010 antara warga dan PT Silva Inhutani. Bedanya, warga Mesuji, Lampung, menuding PT Silva Inhutani tidak memiliki izin di wilayah tersebut. Nah, peristiwa yang sampai menimbulkan korban jiwa itu terjadi di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, OKI, Sumatera Selatan. Namun, korban tidak mencapai 30 orang. Tapi tujuh orang. Yang menjadi korban, dua orang dari warga setempat sedangkan lima orang lainnya justru dari petugas keamanan SWA. Sedangkan di Kabupaten Mesuji, Lampung, sengketa tidak sampai menimbulkan bentrokan fisik dan korban jiwa. Boy menuturkan, peristiwa itu bermula saat PT SWA hendak memanen kelapa sawit yang mereka tanam di lahan seluas 50 hektare. Tapi, mereka dihalang-halangi warga Sungai Sodong yang mengaku memiliki lahan tersebut. Bentrokan antara kedua kubu tak terelakan hingga menyebabkan seorang warga Sungai Sodong tewas di tempat. Satu orang warga masih sempat melarikan diri namun akhirnya meninggal. Insiden tersebut membakar amarah warga. Mereka menyerbu camp PT SWA tersebut dengan massa berjumlah sekitar 400 orang dengan tiga truk dan beberapa sepeda motor. Warga yang kalap membakar dan merusak fasilitas perusahaan. Para petugas pamswakarsa yang berada di camp langsung lari. Petugas kepolisian ikut mengevakuasi mereka menembus barikade penduduk. Tapi, lima karyawan PT SWA masih tertinggal di camp. Mereka menjadi korban amarah warga hingga tewas. “Mereka masih tertinggal di camp karena tak sempat melarikan diri. Mereka tewas di lokasi kejadian. Kalau polisi tidak segera datang ke lokasi, akibatnya bisa lebih buruk,” kata Boy. Boy mengatakan, Polda Sumatera Selatan lantas menyidik kasus tersebut. Enam orang ditangkap dan diproses hukum. Lima dari mereka adalah karyawan PT SWA. Sedangkan satu orang lagi dari pihak warga. Kasusnya terus bergulir hingga beberapa waktu lalu berkasnya dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan. “Sebentar lagi mereka akan disidang,” kata Boy. Polda Sumatera Selatan, kata Boy, sedang memburu delapan orang terkait insiden tersebut. Mereka semua adalah warga yang dianggap bertanggung jawab terhadap penganiayaan yang menyebabkan lima orang karyawan PT SWA tewas di camp perkebunan kelapa sawit. Boy mengungkapkan, video yang diputar di DPR adalah gabungan dari berbagai peristiwa yang dicampuradukkan. Memang, dia mengakui, ada beberapa adegan yang diambil dari bentrok di Sungai Sodong. Yakni ketika ada seseorang dengan senjata laras panjang yang biasa digunakan polisi membawa bagian tubuh korban. “Itu pasca bentrokan. Makanya terlihat ada beberapa mayat yang bergelimpangan bersama dengan petugas di lokasi kejadian,” katanya. Karena itu, mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya itu menegaskan bahwa petugas kepolisian tidak pernah membekingi siapa pun. Apalagi ikut membela perusahaan sawit yang beroperasi di Sungai Sodong. Justru, kata dia, situasi akan memburuk jika petugas tidak turun ke lapangan. “Kami berharap persoalan sengketa tanah segera diselesaikan agar tidak terjadi insiden lagi,” katanya. Terkait beredarnya video pembantaian warga, Boy mengaku belum tahu motifnya. Yang jelas, Mabes Polri akan menelusuri siapa yang berniat memperkeruh suasana dengan menyebarkan video itu. “Terkesan ada niatan untuk menuduh kami terlibat. Kami akan selidiki,” katanya. Sementara itu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung Wibowo menilai saat ini sudah ada laporan 30 warga yang diperlakukan tidak manusiawi. Terhadap tindakan keji ini, aparat kepolisian harus proaktif mencari pelaku dan menghukum mereka seberat-beratnya. “DPR akan terus mendorong agar persoalan ini bisa segera diselesaikan,” kata Pram -sapaan akrab Pramono- di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (15/12). Menurut Pram, jika memang diperlukan, DPR juga akan membuat tim sendiri melakukan investigasi. Sesuai hak legislatifnya, DPR bisa membentuk panitia khusus terkait kasus pembantaian ini. “Kalau memang diperlukan bukan hanya pansus, perlu juga dibuat tim pencari fakta,” tandasnya. Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan, saat ini ada dua kabupaten di Mesuji yang letaknya di provinsi yang berbeda. Satu di Sumatera Selatan, satu lagi berada di Lampung sebagaimana yang dilaporkan warga adat Megou Pak pada Rabu (14/12) lalu. “Harus diinventarisasi izin lokasi menteri-menteri yang terdahulu yang memberikan lahan tidak terbatas, sehingga rumah rakyat digunakan untuk lokasi pembukaan lahan,” ujar Marzuki. Jika berbicara hukum, kata Marzuki, tentu masyarakat setempat tidak memiliki surat yang bisa membuktikan bahwa tanah itu milik mereka. Persoalan surat ini seharusnya bisa dikoreksi berdasarkan aturan Undang-Undang Kehutanan. “Karena mereka sudah hidup bertahun-tahun,” ujarnya. Dalam hal ini, Kapolda Lampung dan Sumatera Selatan harus berkoordinasi dalam penyelesaian kasus Mesuji. Jika penegak hukum di daerah itu saling melempar tanggung jawab, Polri harus segera menangani. “Bareskrim Polri bisa ambil. Pembantaian itu harus diselesaikan secara hukum,” tandasnya. Terpisah. Wakil Ketua DPD La Ode Ida menduga ada sebuah konspirasi dalam pembantaian warga di Mesuji, Lampung. Konspirasi itu terbungkus rapi sehingga baru terungkap saat ini. “Ada indikasi kuat terbungkusnya kasus yang rapi akibat dari kuatnya modal, uang dari kalangan pengusaha yang mampu mencoba mendeponir kasus ini,” kata La Ode dalam keterangan pers di gedung DPD, kemarin. Laode berharap ada tim independen yang melakukan investigasi untuk mengungkap kasus itu. La Ode juga berharap konsiprasi tersebut dapat diungkap sehingga dapat diketahui apakah ada aparat keamanan yang terlibat atau tidak. ‘Harus bongkar kenapa kasus ini baru terungkap sekarang. Begitu rapinya aparat keamanan membungkus konspirasi yang bengis sampai tidak terbuka ke publik,” ujarnya. SBY Minta Usut Kasus Pembantaian Terungkapnya peristiwa pembantaian masal yang terjadi di Mesuji, Lampung, setelah hampir satu tahun berlalu mendapat perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden menugasi Menko Polhukam Djoko Suyanto untuk membentuk tim khusus menindaklanjuti laporan pembantaian yang disebut menewaskan 30 orang itu. “Intinya, melakukan suatu pembuktian fakta dan kebenaran apa yang terjadi dengan kasus di Mesuji,” kata Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha di Bina Graha, kompleks Istana Kepresidenan, kemarin (15/12). Tugas itu dijalankan bersama dengan Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Tim tersebut juga bertugas untuk mencari solusi dengan melibatkan semua unsur, baik masyarakat, aparat, dan perusahaan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga terlibat dalam tim. “Komnas juga ikut. Komnas HAM memiliki perhatian dan data-data juga terhadap kasus tersebut,” papar Julian. Jika fakta yang dibeber terkait dengan pembantaian tersebut benar, Julian menegaskan, oknum dari unsur mana pun harus ditindak tegas. Dia mengatakan, pemerintah juga serius untuk melakukan penegakan HAM. “Pemerintah menunjukkan bahwa pemerintah peduli. Kalau ada oknum yang melakukan tindakan tidak patut harus diproses,” kata doktor ilmu politik Hosei University, Tokyo, itu. Terpisah, Wakil Ketua Komnas HAM Nur Kholis mengatakan, pihaknya siap bekerjama dalam tim untuk menindaklanjuti kasus Mesuji tersebut. “Kami memang mengharapkan ada tim yang menyeluruh,” kata Nur Kholis kepada koran ini. Menurut dia, Komnas sudah pernah menerima laporan terkait dengan sengketa lahan antara warga dengan perusahaan. Bahkan ada beberapa laporan, misalnya di Ogan Komering Ilir. “Kalau yang dilaporkan di Mesuji, kami akan fokus ke situ dulu,” ujarnya. Komnas, lanjut dia, juga sudah pernah melakukan investigasi terkait dengan sengketa perkebunan. Saat ditanya hasilnya, Nur Kholis mengatakan, “Hasilnya nanti saya cek.” Dalam pandangannya, kasus di Mesuji tersebut menjadi salah satu contoh bahwa konflik atau sengketa tanah perkebunan memang sangat mengganggu. Menurutnya, kasus seperti itu perlu mendapat perhatian dan penyelesaian secara menyeluruh. Seperti diberitakan, sekelompok warga dari lembaga adat Megou Pak, Lampung, melaporkan pembantaian yang menewaskan 30 warga ke Komisi III DPR. Jumlah tewas itu adalah sepanjang tahun 2009 hingga 2011. Peristiwa terjadi saat PT Silva Inhutani, perusahaan perkebunan kelapa sawit, akan memperluas lahan. Perusahaan yang dipimpin warga negara Malaysia bernama Benny Sutanto alias Abeng itu bermaksud memperluas lahan di kawasan Tulang Bawang, Mesuji, dan Sungai Sodong, Lampung. Namun perluasan lahan tersebut ditolak warga adat sekitar. Mereka menolak karena warga di tiga kawasan itu pernah mengembangkan kelapa sawit. Penolakan itu direspons secara represif oleh PT Silva Inhutani dengan membentuk pengamanan yang melibatkan masyarakat sipil atau pamswakarsa untuk menekan warga. (aga/bay/fal/iro)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: