Larang Petugas TNGC Lewat

Larang Petugas TNGC Lewat

Gempur: Kalau Mau ke Ciremai, Naik Helikopter Saja KUNINGAN – Keseriusan warga lereng Ciremai untuk mengusir BTNGC (Balai Taman Nasional Gunung Ciremai) betul-betul diperlihatkan. Mereka memasang spanduk bertuliskan larangan lewat bagi petugas TNGC. Ini sebagai pembalasan atas larangan BTNGC kepada masyarakat untuk mengakses kawasan TNGC. Salah satu spanduk yang bertuliskan larangan tersebut terlihat di jalan Desa Cisantana Kecamatan Cigugur. Beberapa kilometer dari obyek wisata Palutungan, terpampang sebuah spanduk melintang jalan berisi tulisan bercat merah pada kain berwarna hitam. “Rakyat tidak boleh beraktivitas di hutan, maka petugas TNGC tidak boleh lewat wilayah kami”, begitu tulisannya. Salah seorang ibu yang rumahnya tidak jauh dari pampangan spanduk menyebutkan, dirinya baru melihat spanduk tersebut, Rabu (10/6) sore. Sedangkan pemilik warung yang sangat berdekatan dengan spanduk mengaku tidak mengetahui isi tulisan spanduk. “Apa sih tulisannya? Saya juga baru ngeuh. Saya nggak tahu siapa yang memasang spanduk ini,” ujar pria pemilik warung itu. Di kantor Desa Cisantana, Radar tidak bisa menemui kades yang dikabarkan sedang keluar kantor. Di situ ada Kaur Ekbang, Sarman yang kemudian terlibat obrolan seputar TNGC. “Oh… yang masang spanduk itu warga di sini yang beberapa waktu lalu ikut demo ke DPRD,” sebut Sarman. Dia membenarkan pasca ditetapkan Ciremai sebagai Taman Nasional (TN), masyarakat tidak bisa lagi bercocok tanam seperti sayuran. Namun menurutnya, pemerintah desa belum mengeluarkan sikap. “Satu sisi kami juga ikut merasakan apa yang dirasakan masyarakat, satu sisi juga kita sadar pentingnya konservasi hutan. Tapi, masyarakat yang biasa beraktivitas di lereng Ciremai ini menginginkan adanya alihfungsi yang baik,” ujarnya. Secara pribadi, Sarman setuju jika nasib masyarakat lereng Ciremai perlu diperhatikan. Namun secara pribadi pula dia yang juga bertani merasakan adanya manfaat dari Taman Nasional. “Kalau musim kemarau airnya hente saat (tidak habis, red) meski digunakan oleh banyak petani. Kalau dulu sih, saat kemarau, kekurangan air. Jadi ada sih manfaatnya,” kata Sarman. Dia juga menyayangkan masyarakat setempat kini banyak menjual bidang tanahnya ke orang-orang luar. Kisarannya 40 bidang tanah di wilayah Desa Cisantana yang pindah kepemilikan. Sehingga nanti tidak menutup kemungkinan banyak pendatang yang tinggal di Cisantana. Sebelumnya, Rabu (10/6), para aktivis Gempur (Gerakan Massa dan Pemuda Untuk Rakyat) melaksanakan audiensi dengan Komisi I DPRD. Aspirasi yang disuarakan masih seperti semula yakni berkehendak untuk mengusir BTNGC dari Kuningan. Sejauh ini Gempur melihat adanya perlawanan dari BTNGC terhadap keinginan masyarakat lereng Ciremai. “Karena ada perlawanan, maka kami akan menutup akses jalan menuju TNGC di seluruh desa. Kami mendatangi gedung dewan juga karena di lapangan ada tekanan dari beberapa camat kepada kuwu dan masyarakat,” kata pimpinan massa audien, Okki Satrio waktu itu. Dia melanjutkan, polemik di media seolah menganggap Gempur ini adalah ormas. Padahal merupakan gabungan masyarakat lereng Ciremai yang sedang berjuang untuk kepentingan masyarakat. Membaca statemen Wabup H Acep Purnama di media, pihaknya pun hendak mendatangi. “Kita akan tutup akses jalan ke TNGC. Jika eksekutif tidak mendukung kami, silahkan petugas BTNGC naik helikopter saja kalau mau masuk kawasan TNGC,” tandasnya. Okki mengaku telah melakukan komunikasi dengan masyarakat lereng Ciremai di Majalengka. Responsnya antusias, termasuk para pejabatnya. Untuk itu, komunikasi dengan warga Majalengka akan dilakukan secara intens. Bahkan bukan hanya itu, dalam waktu dekat masyarakat Kuningan di lereng Ciremai pun akan bercocok tanam di beberapa titik kawasan TNGC. (ded)              

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: