Camat Diduga Tekan Warga

Camat Diduga Tekan Warga

LSM Tegaskan Jangan Sengsarakan Rakyat KUNINGAN – Perseturuan pendapat hingga mencuatnya aksi massa terkait Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) mendapat penyikapan dari salah seorang mahasiswa asal Kalimanggis, Rudi Komaruddin. Pemuda yang sudah duduk di bangku kuliah semester akhir itu meminta agar para pihak terkait memiliki kedewasaan yang tinggi dalam menyelesaikan masalah. Rudi yang kebetulan menjabat ketua LSM Himapekar (Himpunan Mahasiswa Peduli Keadilan Rakyat) itu mengatakan, sekitar 11 tahun masyarakat hilang mata pencaharian. Mereka yang terbiasa dengan bercocok tanam, kini kesulitan dalam mengais rizki semenjak status Ciremai jadi taman nasional. “Kalau ditarik lagi ke belakang, sebetulnya siapa yang bertanggung jawab atas masalah ini? Kalau ternyata mereka menjual bidang tanahnya ke orang luar, ini pertanda bahwa kesulitan ekonomi yang dialami mereka sudah menghimpit. Oleh karenanya, mereka menjual apa yang dimilikinya,” ungkap dia kepada Radar, kemarin (12/6). Rudi membenarkan pentingnya hutan hijau. Dia juga mengakui konservasi itu menjadi tanggungjawab bersama. Bahkan berkat pencanangan kabupaten konservasi, Kuningan kerap mendapatkan banyak penghargaan. Namun pihaknya kembali mengajak untuk merenungi apa hakikat pembangunan sesungguhnya. “Oke, hutan hijau, debit air meningkat, dan tektek bengek lainnya. Tapi perlu diingat bahwa hakikat pembangunan itu intinya adalah kesejahteraan rakyat. Sudah barang tentu, kesejahteraan itu sangat tidak bisa dilepaskan dari sektor ekonomi,” tandas Rudi. Seharusnya, lanjut dia, sebelum Ciremai diubah status jadi TNGC, pengalihan profesi kepada masyarakat dilakukan. Bukan hanya sekadar memberikan pelatihan keterampilan baru, tapi juga memberikan bantuan modal yang pantas. Begitulah yang menurut Rudi, dinamakan perencanaan pembangunan yang matang. “Dalam setiap perencanaan itu segala risiko yang harus dipertimbangkan. Apalagi menyangkut hajat hidup orang banyak. Dengan adanya gejolak seperti ini, menandakan bahwa perencanaan pembangunan di kita itu kurang matang dan komprehensif,” kata dia. Dalam mengakhir polemik TNGC, pihaknya sependapat jika saat ini para pihak terkait duduk bersama. Hasil musyawarah itu kemudian disusun secara tertulis kemudian diajukan langsung ke Kementerian Kehutanan RI. Bila perlu langsung ke presiden karena Joko Widodo berasal dari partai yang sama dengan penguasa Kuningan. “Merubah status TNGC menjadi Tahura (taman hutan rakyat), ataupun ada perjanjian lain yang memungkinkan untuk tidak diingkari, silahkan rumuskan bareng-bareng. Yang saya ingin tekankan itu, jangan sampai sengsarakan rakyat. Itu saja,” pinta Rudi. Sementara, aksi pemasangan spanduk larangan lewat kepada petugas TNGC menjadi alternatif pilihan masyarakat dalam upaya memperjuangkan nasibnya. Bahkan, Koordinator Gempur, Okki Satrio mengemukakan, upaya tersebut merupakan reaksi atas perlawanan BTNGC terhadap kehendak rakyat. Dia juga mendapatkan informasi adanya tekanan camat ke kuwu-kuwu dan warga untuk tidak melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah. Itulah yang membuat Okki beserta kawan-kawannya mendatangi Gedung DPRD untuk beraudiensi dengan wakil rakyat. Namun apa yang diungkap Okki tersebut dibantah oleh Camat Cigugur, Drs Agus Basuki. Kepada Radar via sambungan seluler, dia merasa baru saja menduduki jabatan tersebut di Cigugur. Sehingga apa yang diucapkan Okki dinilainya tidak tepat. “Saya tidak pernah melakukan penekanan. Ngejabatnya juga baru kok. Karena spanduk yang terpampang di potret koran itu Desa Cisantana yang masuk Kecamatan Cigugur, maka ini perlu diluruskan. Saya selaku camat tidak pernah melakukan penekanan kepada kuwu ataupun warga,” tandasnya. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: