Dana Buku Rapor Dipertanyakan

Dana Buku Rapor Dipertanyakan

Hasil Semesteran, Siswa SMP, SMA, dan SMK Tak Diberi Rapor KUNINGAN- Hal membingungkan terjadi di SMP, SMA, dan SMK se-Kabupaten Kuningan. Puluhan ribu siswa pada jenjang sekolah tersebut mengeluh karena tidak diberi buku rapor secara utuh sebagaimana mestinya. Sebagai laporan akhir hasil semester, mereka hanya diberi selembar kertas sebagai pengganti buku rapor. Pembagian buku rapor secara serempak, akhir minggu kemarin pun, terasa hambar. Para siswa tidak seceria saat menerima buku rapor tahun lalu. Terkecuali siswa TK dan SD. Saat mendapat rapor, mereka terlihat ceria, karena hasil akhir semesternya diperoleh utuh dalam bentuk buku rapor. “Gak tau, cuma dikasih ini sama sekolah,” ucap Dian, salah satu siswa SMA sambil menunjukkan kertas selembar kepada Radar, Sabtu (24/12). Ani, siswi sebuah SMK menyebut selembar kertas pengganti buku rapor ini membuatnya kurang semangat. Meskipun ia meraih rangking 10 besar.  “Gak seru aja, gak keren lagi pakai kertas selembar begini. Kayak zaman penjajahan,” selorohnya. Sobana (46), orang tua siswa, tidak habis pikir dengan kejadian ini. Selama sekolah, anaknya tidak pernah telat membayar SPP, uang bangunan dan biaya-biaya lain. Tapi untuk hal sepele seperti buku rapor, sekolah tak mampu menyediakannya tepat waktu. “Ini keterlaluan,” tandasnya. Menurut dia, ketidakmampuan sekolah dalam memberikan buku rapor merupakan kejadian memalukan. Yang harus lebih malu adalah Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora), dan pemerintah daerah. Sebab, kata dia, pemerintah sudah tidak mampu memenuhi kewajiban kecil (rapor, red) bagi siswa yang seharusnya terpenuhi. “Jangan dilihat dari kecilnya sebuah buku rapor, tapi lihat sisi psikologis siswa dari buku rapor itu,” tandasnya kepada Radar. Terpisah, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK, Drs Dedi Jatnika M MPd, saat dikonfirmasi, mengakui kejadian itu. Para siswa SMK, termasuk SMA dan SMP hanya menerima selembar kertas laporan hasil semester dari sekolahnya masing-masing, bukan menerima buku rapor. “Ya sementara pakai selembar kertas itu,” kata Kepala SMKN Pancalang itu. Ia pun tidak memungkiri jika hal itu cukup berpengaruh kepada siswa. Tapi ia menggantungkan segala sesuatunya ke Disdikpora. Sebab biaya pembuatan buku rapor merupakan tanggung jawab Disdikpora. Dia sendiri mendengar, pihak Disdikpora tidak mampu membuat buku rapor. Dulu dana buku rapor dibantu Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan saat ini telah dilimpahkan ke pemerintah daerah. “Nah pemerintah daerah mungkin gak mampu, jadi pakai kertas selembar itu. Terkecuali buku rapor siswa TK sama SD tertangani,” jelas Dedi. Dedi juga bingung jika sampai tahun ajaran baru mendatang, anggaran buku rapor dari Disdikpora tetap tidak ada. “Ke depan tergantung dinas. Kalau dinas sanggup, mungkin siswa bisa punya buku rapor, tapi kalau gak sanggup, terpaksa harus musyawarah dengan komite,” katanya. (tat)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: