Kota Cirebon Bisa tanpa Wawali
Jika Pemilihan Molor Terus dan Sisa Jabatan Tinggal 18 Bulan CIREBON - Pemilihan wakil walikota Cirebon terancam batal dilakukan, jika sisa masa jabatan walikota tinggal 18 bulan lagi. Acuan tersebut berlandaskan Undang-Undang nomor 8 tahun 2015 dan Peraturan Pemerintah nomor 49 tahun 2008. Ketua DPRD Kota Cirebon mengatakan, di dalam UU nomor 8 tahun 2015 tidak mengatur secara eksplisit mengenai batas waktu ketentuan pemilihan wakil walikota. Hanya saja, di dalam UU tersebut ketika sisa masa jabatan walikota tinggal 18 bulan lagi, tidak menggunakan wakil pun tidak masalah. “Sisa masa jabatan walikota kan masih dua tahun lebih. Jadi masih banyak waktu untuk menentukan wakil. Tapi, ketika sudah sisa masa jabatan 18 bulan lagi, tidak perlu menggunakan wakil lagi,” ujar Edi kepada Radar saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (25/6). Menurutnya, meski tidak ada aturan batas waktu yang ditentukan, pihaknya tetap bekerja berdasarkan aturan tata tertib. Rencana perubahan tatib nanti akan dijelaskan secara rinci oleh panitia pemilihan. “Hari Senin besok, kita akan mengundang walikota dan partai politik untuk menyampaikan proses tahapan dan hasil audiensi dengan pemerintah provinsi. Deadline waktu nanti akan diatur di dalam panlih bukan di tatib,” terangnya. Dia menjelaskan, jika tiga partai pengusung masih alot dalam menentukan calon wakil walikota, maka sudah ada opsi lain yang akan diambil, dan opsi itu didapat saat berkonsultasi ke pemerintah provinsi. “Pokoknya ada opsi yang akan kita ambil. Tapi sifatnya masih rahasia. Karena kita harus menjalankan tiga tahapan yang tersisa yakni kelengkapan berkas, penetapan calon dan pemilihan. Maka, kita jalankan hasil konsultasi dari pemerintah provinsi dulu, kalau mentok lagi baru opsi terakhir dikeluarkan,” katanya. Saat ini, kata Edi, pihaknya masih berprasangka positif dulu tidak mau berandai-andai. Yang jelas, lanjutnya, hari ini semua fraksi membuat surat untuk menempatkan anggotanya di dalam pansus perubahan tatib. “Orang-orangnya sih pansus yang lama, tapi secara formil aturan harus kita tempuh ulang,” tuturnya. Kemudian hari berikutnya (Jumat, red) pagi menentukan pansus tatib, dan hari Senin depan digelar rapat paripurna sekaligus pengumuman pansus tatib, memasuki hari Selasa penetapan tatib. Edi membantah, jika proses pemilihan wawali ini menghambat jalannya program pemerintahan. “Tidak menghambat, semua berjalan seperti biasa kok,” kilahnya. Terpisah, mantan calon wakil walikota Drs H Priatmo Adji ikut angkat bicara terkait pemilihan wakil walikota yang penuh gonjang ganjing dan tanpa penyelesaian. Menurutnya, kisruh ini terjadi justru setelah panitia pemilihan DPRD konsultasi ke Pemprov Jabar. Yang membingungkan justru pemprov menyarankan untuk mengubah jadwal pemilihan dan tata tertib. “Yang menjadi pertanyaan justru, mengapa Pemprov Jabar tidak mengusulkan atau menunggu saja sampai terbit PP atas UU No 8/2015,” ungkapnya. Dia menganggap aneh penerapan aturan baru yakni UU No 8 tahun 2015, padahal hingga kini belum ada peraturan pemerintah (PP)-nya. “Selama ini kita diajarkan untuk menunggu keluarnya PP atas UU terkait. Tapi kenyataannya sekarang, justru malah UU-nya menggunakan UU baru yakni UU No 8/2015, tapi PP-nya menggunakan PP lama, yakni PP No 49/2008. Padahal PP itu turunan dari UU yang lama,” bebernya. Seharusnya yang benar, kata mantan anggota FPDIP itu, UU lama menggunakan PP 49/2008 dan UU No 8/2015 menggunakan PP baru yang belum terbit. Oleh karena itu, baginya, pemilihan wawali harus menunggu sampai terbit PP yang baru atas UU No 8/2015. “Biasanya dulu saat saya menjadi anggota dewan konsultasi ke provinsi atau pusat, pemprov maupun pusat selalu menyarankan menunggu terbitnya turunan dari aturan yang baru. Karena UU itu hirarki turunannya PP. Jadi mau tidak mau harus nunggu PP yang baru,” ulasnya. (sam/abd)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: