Tidak Ada Perda Larangan Lebaran
JAKARTA- Kasus pembakaran masjid di Tolikara, Papua, disinyalir akibat adanya peraturan daerah (perda) yang tidak mengakomodasi kebebasan orang beragama. Terkait masalah tersebut Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menampik kemungkinan adanya perda tersebut. Awalnya, surat edaran dari Gereja Injil Di Indonesia (GIDI) yang melarang perayaan Lebaran dan penggunaan jilbab di Tolikara ditengarai karena ada perda yang seirama dengan surat edaran tersebut. Bahkan, Ketua Persatuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injil Indonesia PGLII Ronny Mandang mengklarifikasi bahwa ada perda yang memang mendasari surat edaran tersebut. Menag Lukman menjelaskan bahwa memang pihaknya mendengar adanya perda tentang agama di Tolikara yang bisa menimbulkan kontroversi tersebut. Namun, perda tersebut baru gagasan. “Baru rencana dan belum dalam bentuk perda,” terangnya ditemui di Plaza Senayan dalam sebuah acara nonton bareng. Yang pasti, Kemenag tidak sepenuhnya mendukung adanya perda tersebut. Selain menimbulkan pro kontra, juga belum ada pengkajian secara komprehensif soal gagasan membuat perda itu. “Pengkajian praktiknya seperti apa perlu diketahui,” jelasnya. Kemenag sendiri harus melihat apakah perda itu benar-benar aspirasi masyarakat. Bila memang ada dua pihak yang berlainan sisi soal perda, lalu perlu diketahui apakah ada kesepakatan untuk menyetujui perda tersebut. “Kalau secara substansi perlu diketahui bagaimanakah isinya dan bagaimana hak dari setiap umat beragama dan,” terangnya. Langkah konkrit lainnya, kemenag telah mengirimkan tim ke Tolikara. Tim tersebut akan berkoordinasi dengan kepolisian dan pemda. “Tentu juga berkomunikasi dengan GIDI,” paparnya. Ada juga rapat koordinasi nasional (rakornas) tingkat terbatas antara Kapolri Badrodin Haiti, Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Mendagri Tjahjo Kumolo, dan menteri agama. “Secara umum rakornas ini membahas penegakan hukumnya dan rehabilitasinya,” paparnya. Sementara itu, Menteri Sosial RI Khofifah Indar Parawansa mengatakan pihaknya sudah melakukan penanggulangan dampak lanjutan dari insiden di Tolikara. Saat ini, beberapa staf Kementerian Sosial (Kemensos) sedang melakukan penilaian terhadap dampak yang ada. “Dalam aspek bencana sosial, tugas kami ada beberapa. Pertama, memastikan tempat dua tempat pengungsian mempunyai logistik yang cukup. Kedua, menangani korban-korban yang terdampak baik secara fisik maupun mental. Karena disana juga ada anak-anak yang akhirnya trauma melihat konflik tersebut,” terangnya. Tugas lainnya adalah memperbaiki bangunan-bangunan yang ikut terbakar saat insiden. Menurut laporan yang diterima, terdapat 63 rumah toko dan satu tempat beribadah yang harus direnovasi. Khofifah pun menegaskan banyak juga ruko milik penduduk asli yang ikut terbakar. “Itu membuat sekitar 38 kepala keluarga atau 153 jiwa harus mengungsi. Kami harap renovasi bangunannya bisa berjalan cepat karena katanya dampaknya tak sampai parah. Saat ini masih kami asses untuk mendatangkan bahan-bahan bangunan. Kalau tenaga sudah ada TNI yang siap membantu,” ungkapnya. Selain logistik, dia pun menyebutkan bahwa para pengungsi bisa mendapatkan jaminan hidup (jadup) selama 90 hari. Hal tersebut bisa didapatkan asal pemerintah daerah memang mengajukan itu kepada kementerian sosial. “Satu pengungsi akan mendapatkan Rp20 ribu di luar hak logistik yang sudah diterima,” terangnya. Khofifah sendiri mengaku bakal melihat langsung dampak-dampak bencana sosial tersebut pada 22 Juli nanti. Menurutnya, peristiwa ini harus dijadikan sebuah pembelajaran berharga untuk meningkatkan toleransi antara umat beragama. “Saya harus melihat sendiri bagaimana keadaan disana dan dampak yang ada. Untuk evaluasi kedepan,” jelasnya. Dia juga memberikan pandangan terhadap isu ketegangan agama yang ada disana. Menurutnya, peran komunikasi antar pemuka agama daerah dan nasional harus diperkuat. Sebab, pemuka agama daerah lah yang punya pengaruh kuat terhadap masyarakat lokal akibat intensitas pertemuan yang jauh lebih banyak. (idr/bil/byu)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: