Pelaku Usaha Keluhkan Moratorium Pasar Modern

Pelaku Usaha Keluhkan Moratorium Pasar Modern

KUNINGAN - Belum dicabutnya moratorium pasar modern oleh pemerintah, dikeluhkan oleh pelaku usaha. Sebab, hal ini dinilai menghambat investor yang akan masuk ke Kuningan. Padahal, dengan banyak investor yang masuk, maka akan berdampak positif untuk Kuningan. Salah satu yang nyata adalah penyerapan tenaga kerja, selain tentu ada pemasukan lain bagi kas daerah. “Saya sejak lama mau usaha, tapi kini terhambat. Yang lain juga mengaku hal yang sama. Saya barharap pemerintah mengkaji lagi kebijakan moratorium,” ucap salah seorang pelaku usaha yang sudah memiliki  toko kepada Radar. Dia berharap, moratorium segera dicabut sehingga pelaku usaha bisa kembali menjalankan usahanya. Pihaknya tidak setuju dengan adanya moratorium. “Tapi kalau dibenahi, saya setuju agar kehadiran pasar modern di tengah-tengah masyarakat lebih tepat,” katanya. Terpisah, Kadisperindag Kuningan, Drs Agus Sadeli MPd ketika dikonfirmasi mengaku, moratorium ini tidak menghambat investor masuk karena sudah jelas tidak boleh ada pasar modern baru di Kuningan sebelum larangan itu dicabut oleh bupati Kuningan. “Di mana menghambatnya? Kalau menghambat itu ketika investor akan menanamkan modal, lalu kami persulit. Ini kan sudah jelas tidak ada izin baru untuk pendirian pasar modern,” jelas mantan sekretaris Disdikpora Kuningan itu kepada Radar, kemarin (23/7). Agus menyebutkan, adanya moratorium ini sebenarnya  bertujuan positif. Salah satunya melindungi pedagang kecil. Ketika pasar modern terus menjamur ke desa, tentu pedagang kecil akan kalah bersaing karena harga akan lebih murah. Pedagang kecil di desa berbelanja ke pasar, sedangakn swalayan dipasok langsung dari distributor. Dengan begini, arusnya lebih pendek dan harga pun sudah jelas lebih murah di pasar modern. “Kami ingin melindungi pedagang kecil karena kalau tidak seperti ini, mereka akan gulung tikar. Pemerintah harus melindungi pedagang kecil itu,” jelasnya. Selain pedagang, kata dia, tujuan moratorium adalah untuk melindungi keberadaan pasar. Kalau ada swalayan atau pasar modern, pasar tradisional pasti sulit bersaing. Apalagi dengan gaya hidup warga yang ingin terlihat mewah, mereka pasti berbelanja ke swalayan yang lebih modern. “Selama ini kami melakukan revitalisasi pasar dengan tujuan agar pasar bisa lebih nyaman. Pada akhirnya warga lebih tertarik datang ke pasar tradisional. Kemudian juga untuk memutus mata rantai agar warga tidak perlu berbelanja ke kota, tapi cukup di desa atau kecamatan saja,” jelasnya. Dengan begitu, adanya moratorium, lanjut dia, bukan untuk menghambat, tapi untuk melindungi pedagang. Sebab, jumlah swalayan yang ada sudah dinilai lebih dari cukup. “Sekarang kuncinya ada di ibu bupati. Kalau beliau mencabut ya bisa, tapi kalau tidak ya akan seterusnya seperti ini. Karena ibu bupati juga mempertimbangkan masukan dari kita,” ucap mantan kadiskominfo itu. Sekretaris Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kuningan (BPPT), Mohamad Budi Alimudin SE MSi juga membenarkan bahwa moratorium masih berlangsung. Ini terbukti belum dicabutnya   SE Nomor 510/438/Perindag tentang Penghentian Sementara Bangunan Toko Modern di Kuningan. Menurut dia, moratorium toko modern mulai dari tanggal  7 Maret 2014. Tujuan adanya moratorium adalah sebagai bahan evaluasi, apakah adanya toko modern itu positif atau tidak. Mantan Kabag Humas DPRD Kuningan ini menyebutkan, tindakan ini sebagai bukti bahwa pemerintah tidak berdiam diri atas keluhan warga. Sebenarnya, lanjut dia, adanya toko modern banyak memberikan dampak positif dari mulai penyerapan tenaga kerja, meramaikan tempat, hingga membantu pelaku UMKM mengembangkan usahanya. “Hingga saat ini belum dicabut. Kalau pun ada toko baru, sudah pasti tidak berizin. Sebagai bukti, ada toko di pertokoan Siliwangi, itu tidak berizin,” jelasnya. (mus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: