Kekeringan Baru Sebatas Ancaman

Kekeringan Baru Sebatas Ancaman

MAJALENGKA – Di­nas Pertanian dan Perikanan (Distankan) Kabupaten Majalengka tetap mengklaim jika kekeringan di wilayah utara Majalengka masih dikategorikan rawan atau baru sebatas ancaman. Kepala Bidang Ketahanan Pangan Distankan H Taham SE meyakini jika ribuan hectare tanaman padi masih bisa dipanen. “Karena kondisi padi dalam beberapa minggu kedepan sudah bisa dipanen. Kami yakin karena masih ada sejumlah jaringan irigasi yang airnya masih tercukupi meski harus menggunakan mesin pompa air. Memang wilayah utara itu merupakan daerah rawan kekeringan,” katanya, kemarin (26/7). Dari luas lahan yang terancam sekitar 7.000 hektare itu tentu menjadi pekerjaan rumah (PR) bukan hanya Distankan, melainkan sejumlah stakeholder terkait seperti BP4K dan Kodim 0617 Majalengka yang selama ini terus membantu menyukseskan swasembada pangan di Majalengka. Pihaknya mengaku terus berkomunikasi intensif dengan kasi pertanian yang ada di masing-masing kecamatan untuk terus memberikan data sejumlah wilayah yang terancam kekeringan. Pihaknya menyatakan tengah mencari solusi dan antisipasi ancaman kekeringan tersebut, jika dinyatakan menjadi bencana kekeringan. Sebab, berbagai upaya mulai dari menyalurkan bantuan pompa sampai imbauan kepada para petani terutama tetap memanfaatkan sumber mata air yang airnya masih tercukupi sampai masa panen mendatang. “Memang musim kemarau saat ini membutuhkan biaya produksi lebih ketimbang tahun sebelumnya. Namun bukan hanya dialami para petani di Majalengka saja khususnya wilayah utara melainkan sejumlah daerah seperti Cirebon dan Indramayu,” lanjutnya. Pihaknya tengah berupaya merealisasikan program pompanisasi untuk menaikan IP bidang pertanian. Hal ini sebagai cara untuk mengimbangi kondisi lahan yang dalam beberapa tahun terakhir tidak bisa diperluas karena adanya tol dan bandara. Cara tersebut disiasati dengan lebih bermanuver untuk menyosialisasikan kepada masyarakat khususnya petani. Misalnya, kondisi hulu sungai tetap menjadi prioritas harus diperbaiki agar pasokan air ke hilir terus tercukupi. Cara menyiasatinya yaitu dengan kondisi tanaman yang sudah muai berbuah untuk tetap dipertahankan agar mampu menghasilkan produksi ditahun ini. Salah seorang petani asal Desa Ligung Lor Kecamatan Ligung Karsum (46) mengaku dirinya harus berjuang ekstra, khususnya memenuhi kebutuhan air bagi tanaman padi. Dari luas lahan ¾ hektare, setiap hari harus menyedot air tiga sampai empat kali menggunakan mesin pompa. Sementara itu, kekeringan membuat petani di wilayah Kertajati dan Jatitujuh lebih memilih menyewakan lahan pertanian kepada petani bawang merah asal Brebes. Para petani beralasan, sewa lahan itu lebih menguntungkan dibanding menggarap lahan sendiri. “Memasuki musim tanam ketiga kali ini air tidak ada, kalau ditanami palawija seperti bawang merah tentu membutuhkan modal yang besar. Apalagi kami disini tidak memiliki keahlian menanam bawang,” kata Caryo. Menurut dia, para petani di wilayah Panongan serta Jatitengah menyewakan lahannya Rp8,4 juta per hektare. Jika dikalkulasikan setiap bata Rp12 ribu selama jangka waktu tiga bulan. Cara yang dilakukan para petani ini merupakan langkah agar setiap satu musim tetap menghasilkan rupiah. “Hampir semua petani di wilayah kami menyewakan lahannya. Terutama sawah yang tanahnya cocok untuk bawang merah,” imbuhnya. Salah seorang petani asal Desa Pasindangan, Wascam menambahkan tahun ini ada sekitar 80 hektare lahan pertanian  yang disewakan kepada petani bawang merah. Proses pembayaran uang sewa dilakukan sejak bulan Juni lalu. Beberapa diantaranya telah dibayar sejak akhir Mei. Sementara itu, di Desa Pakubeureum lebih dari 100 hektare lahan yang disewa petani bawang merah asal Brebes. Bahkan kebiasaan itu telah dilakukan bertahun-tahun lamanya. Meski harga sewa mengalami kenaikan, namun para petani asal Jawa Tengah itu tidak keberatan. Salah seorang petani Suryo menuturkan, tahun lalu harga sewa lahan hanya mencapai Rp10 ribu per bata dan tahun ini naik menjadi Rp12 ribu per bata. Untuk lahan sawah yang berada di dekat saluran air harganya masih bisa nego atau lebih mahal dari harga sewa lahan di tempat lainnya. “Mahalnya harga sewa karena pengusaha bawang akan lebih mudah mengairi bawangnya dan angkutan juga lebih mudah. Kehadiran petani asal Brebes ini bukan hanya menguntungkan petani, namun juga menguntungkan pemerintah desa. Karena pengusaha bawang juga memberikan kontribusi kepada pihak desa sebesar Rp500 ribu untuk setiap bau (500 bata),” tandasnya. (ono)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: