Eks Kiper Persija Jadi Tukang Odong-odong

Eks Kiper Persija Jadi Tukang Odong-odong

  SOLO - Citra sepak bola Indonesia semakin terpuruk. Bagaimana tidak, mantan penjaga gawang Persija Jakarta dan juga pemain timnas Galih Sudaryono harus merubah profesi menjadi penyewa kereta mainan sejenis odong-odong. \"Konflik sepak bola Indonesia hingga sekarang ini kan belum selesai. Daripada tidak jelas dan disanksi PSSI, lebih baik saya berhenti. Tunggu polemik PSSI dengan Menpora selesai dulu baru main lagi,\" kata Galih yang sudah tampil sebanyak 32 kali saat membela Persija Jakarta pada tahun 2011 hingga 2013. Hal ini pun lantas mempersulit suami Lia Dwitamawati itu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Makanya, Galih mau tidak mau harus mencari penghasilan di luar lapangan sepak bola. Caranya dengan merentalkan odong-odong di pasar seperti yang dilakukannya di Desa Ngringo, Palur, Karanganyar dan di kawasan Sunday Market kompleks Stadion Manahan, Solo. Pasar di tempat itu pun bukanlah permanen, sebab hanya berlangsung hingga sepekan. Selanjutnya Galih harus mencari informasi mengenai desa lain yang kemungkinan akan menggelar pasar dadakan. Dengan seperangkat kereta mini bertenaga listrik, pemain Pusamania Borneo itu juga harus bersaing dengan aneka wahana permainan lain. Galih pun menjelaskan bahwa bisnis anyar tersebut didapat dari sahabat dekatnya. Walaupun pada kenyataanya, penghasilan dari bekerja sebagai operator kereta mini itu tidak sebesar gaji pesepak bola profesional. Apalagi ia harus membagi pendapatannya dengan pemilik mainan tersebut. \"Tarif naik kereta mini ini hanya Rp 5.000 per anak. Terserah saya mau setor berapa (kepada sahabat peminjam kereta mini). Dia tidak menentukan,\" papar bekas penggawa tim nasional (Timnas) Indonesia itu kemarin. Terhitung, kurang lebih sudah dua bulan belakangan ini sejak kompetisi Qatar National Bank (QNB) League dihentikan ia mulai mengais rezeki dari odong-odong. Dalam profesi barunya tersebut ternyata menyimpan hikmah bagi Galih. Soalnya ia menjadi sosok ayah yang lebih sabar, tidak mudah putus asa dan rasa menghargai sesama menjadi meningkat. \"Mau apa lagi, sebagai kepala rumah tangga saya juga harus tetap berusaha memenuhi kebutuhan keluarga. Mau tidak mau saya mesti mencari penghasilan dari tempat lain. Apa saja akan saya lakukan yang penting halal,\" ungkap pria kelahiran Semarang, 4 Januari 1987  tersebut. Selain memperoleh hikmah menjadi abang odong-odong dadakan, Galih juga dihadiahi banyak teman. Temannya sekarang ini tidak hanya dari para pelaku sepak bola, melainkan masyarakat menengah ke bawah yang menyandarkan hidup dari berjualan di pasar-pasar dadakan seperti dirinya. Padahal jika dirunut awalnya, Galih mengaku menjadi penyewa mainan odong-odong psikologisnya sempat berseteru. Bahkan sempat minder ketika berhadapan dengan pengunjung yang hadir. Parahnya lagi sewaktu membuka lapak di sebuah pasar malam yang terletak di lapangan sepak bola kawasan Sumberlawang, Sragen. \"Batin saya sempat bergejolak. Kalau biasanya di lapangan meneriaki rekan-rekan setim. Kini harus meneriaki pengunjung untuk menawarkan odong-odong,\" imbuh pesepak bola yang tinggal di Perumnas Palur, Karanganyar itu. Terlepas dari kesibukannya tersebut, sebagai pemain sepak bola Galih tetap menjalani rutinitas latihan agar kualitas fisik dan skill-nya tidak merosot tajam. Ia pun rajin setiap pagi hari jogging. Bahkan sesekali ikut bermain bola dengan sebuah klub kampus yang berada tidak jauh dari rumahnya. (agn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: