Sebulan, Terpantau 2.000 Rekening Mencurigakan

Sebulan, Terpantau 2.000 Rekening Mencurigakan

SURABAYA - Rekening mencurigakan semakin banyak saja yang terpantau oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Sehari, rata-rata ada 40-45 rekening. “Dalam sebulan, bisa mencapai 2000 rekening mencurigakan yang kita temukan,” kata Yunus Husein, Ketua PPATK ketika berdiskusi dengan awak redaksi Jawa Pos (Grup Radar Cirebon) di Gedung Graha Pena lantai 4 Surabaya, kemarin (5/8). Yunus mengakui, meski rekening mencurigakan itu cukup banyak yang terpantau, tapi yang benar-benar bisa ditindaklanjuti untuk diserahkan ke penyidik tak sampai 5 persen. “Memang, tak semua rekening mencurigakan itu bisa dilanjutkan ke tahap penyidikan,” kata Yunus, yang dalam diskusi kemarin didampingi 10 staf PPATK. Untuk menindaklanjuti rekening mencurigakan hingga layak untuk diteruskan ke penyidik, kata Yunus, tidak lah mudah. “Kadang, kita bisa mendeteksi ada rekening mencurigakan. Tapi, oleh pemiliknya, uang itu tak jadi disimpan di bank,” ujarnya. Dia lantas menceritakan sebuah peristiwa yang pernah terjadi di Surabaya. Saat itu, lanjut dia, ada seorang pejabat yang akan menyimpan uangnya di sebuah bank. Dilihat dari jumlahnya, tergolong tidak wajar. Ketika si pejabat tadi diminta mengisi form: darimana uang itu berasal, dia malah marah-marah. Ujung-ujungnya, si pejabat tadi tak jadi menyimpan uangnya ke bank. “Kejadian seperti ini, masuk dalam laporan PPATK, dan termasuk dalam kategori rekening mencurigakan,” katanya. Sumber pantauan PPATK untuk mengawasi ada-tidaknya rekening mencurigakan juga bisa berasal dari penyedia jasa keuangan, seperti money changer. Berdasarkan UU No 15 tahun 2002 pasal 13, penyedia jasa keuangan seperti money changer wajib memberikan laporan kepada PPATK. “Jika tidak memberikan laporan, bisa didenda Rp250 juta hingga Rp1 miliar,” katanya. Ini seperti diatur dalam pasal 8 UU No 15 tahun 2002. Beberapa kasus suap yang pernah ditangani KPK, melacaknya dari money changer. Salah satunya adalah kasus yang menimpa Bulyan Royan, anggota DPR (2004-2009) dari Fraksi Partai Bintang Reformasi BR. Saat itu, dia ditangkap setelah ada laporan dari pemilik sebuah money changer di Plaza Senayan. Ketika itu, Bulyan baru saja menukarkan uang yang diduga dari suap. Ketika ditanya soal kasus rekening gendut mencurigakan para pejabat Polri, apakah informasinya berasal dari PPATK” Yunus membantahnya. “Kami justeru kaget, ketika berita soal itu (rekening gendut) dirilis di sebuah majalah. Kok mirip dengan data yang ada pada kami?,” katanya. Yunus memastikan, data soal rekening gendut para pejabat Polri itu bukan berasal dari pihaknya. Ketika disinggung soal ketidakhadiran Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri saat diundang Komisi III DPR RI 26 Juli lalu, Yunus enggan berkomentar banyak. “Saat itu kami sebenarnya juga diundang bersama Kapolri. Tapi ketika Kapolri tidak bisa hadir, kami langsung bikin surat untuk tidak hadir,” katanya. Mengapa PPATK ikut-ikutan tidak hadir” Bukankah saat itu PPATK bisa tetap membeberkan kepada Komisi III seputar rekening gendut tersebut” Ditanya seperti ini, Yunus punya alasan khusus yang membuat dia tidak bisa hadir. Ketika ditanya apakah dalam kasus rekening gendut ini, posisi PPATK ewuh pakewuh” “Inilah repotnya, kalau jeruk makan jeruk,” kata Yunus sambil tersenyum, tanpa menjelaskan lebih detail maksud dari kalimat “jeruk makan jeruk”. Yunus lantas mengkritik adanya kultur yang menurutnya tak sehat. Yakni,  ketika seorang atau beberapa oknum dari sebuah institusi sedang dicurigai bermasalah, maka kesannya akan mati-matian dilindungi oleh para pemimpin di institusi tersebut. “Jadi kesannya semangat melindungi korps lebih diutamakan daripada semangat untuk mengungkap kebenaran,” kata Yunus yang juga anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum ini. Dalam kesempatan diskusi tersebut, Yunus juga mensosialisasikan RUU yang sedang dirancang untuk menggantikan UU No 15 tahun 2002. “Jika UU No 15 itu tentang tindak pidana pencucian uang, RUU yang sedang digodok itu lebih luas lagi, yakni tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang,” katanya. Ada yang baru dalam RUU tersebut jika dibandingkan dengan UU No 15. Pada RUU yang baru, bank diusulkan mempunyai kewenangan untuk langsung memblokir rekening yang mencurigakan. “Selama ini, jika ada rekening mencurigakan, bank tak bisa langsung memblokir karena belum ada landasan hukumnya. Karena itu, melalui RUU nanti, jika sudah disetujui DPR, soal pemblokiran ini akan diatur dalam pasal tersendiri,” katanya. Jika pasal ini gol, diharapkan bisa menjadi solusi yang efektif untuk memberantas kasus penipuan lewat SMS yang semakin marak belakangan ini. Kasus penipuan lewat SMS itu biasanya menawarkan iming-iming hadiah mobil. Selanjutnya, si penerima SMS diminta menyetorkan sejumlah uang ke nomor rekening milik pengirim SMS, dengan alasan untuk membayar pajak. “Begitu uang sudah masuk ke rekening si penipu, maka uang itu akan dengan mudahnya diambil. Kalau RUU itu disetujui, uang yang masuk ke rekening dengan cara seperti itu, tak akan bisa diambil,”  katanya. Yunus berharap, RUU itu akan segera disahkan di DPR. “Targetnya, bulan ini harus selesai. Dan tahun ini juga akan diberlakukan,” katanya.(kum/agm)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: