KPA Terkendala Hak Azasi Manusia
Ada 224 Warga Terinveksi HIV/AIDS KUNINGAN - Perkembangan kasus HIV/AIDS di Kabupaten Kuningan kian membuat bulu kuduk merinding. Tercatat, sudah total 224 warga Kuningan terinveksi virus mematikan tersebut. “Sebanyak 224 penderita HIV/AIDS tersebut dicatat sejak tahun 2004 hingga Juni 2015 ini. Jumlahnya sudah mengerikan,” ungkap Koordinator Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kuningan, Asep Susan Sunjaya kepada Radar, kemarin. Jumlah 224 penderita HIV/AIDS diperolehnya dari gabungan data Dinas Kesehatan Kuningan dan hasil penjangkauannya melalui open status. Kalau data Dinas Kesehatan sendiri biasanya diperoleh dari hasil dari voulantary consultating tes (VCT) dan cek darah di laboratorium. “Yang kita ketahui dari open status. Biasanya ketika mereka tengah sendiri, kebingungan, tapi tahu tentang KPA. Kemudian mereka kontak ke kita. Meskipun memang ada juga yang diketahui dari temannya penderita,” kata dia. Status penderita juga bervariatif. Ada sepasang suami istri. Bahkan ada suami istri yang baru menikah empat bulan, tapi sang suami meninggal akibat HIV/AIDS komplikasi paru. Istrinya sendiri ketika dites VCT, hasilnya juga positif HIV. Status lain ada dari pengguna Narkoba Jarum Suntik (Penasun), Pekerja Seks Komersil (PSK), dan pegawai. Yang mengerikan ada juga penderita ibu hamil, bahkan anak-anak. “Ibu hamil terinveksi virus HIV, kebanyakan akibat tertular dari suaminya. Akibatnya anak yang dilahirkan ikut terinveksi. Ini sangat rawan, dan mesti diwaspadai bersama,” tandasnya. Menurut Asep, sebenarnya banyak penderita yang belum terjangkau oleh Dinkes. Apalagi penasun memiliki karakter eksklusif. Misal, penasun laki-laki yang sudah berhasil dijangkau, sebetulnya sudah sejak tahun 2006 di VCT tetapi tidak mau tahu hasilnya. Baru setelah tiga tahun, atau tahun 2009 dia mencoba mengetahuinya lewat sang ibu. Ternyata positif HIV. “Dia (penasun, red) ingin tahu, karena sikap ibunya yang sudah berbeda. Jadi dia beranikan bertanya, dan hasilnya positif HIV. Jadi, selama itu belum dikasih obat apapun,” tutur Asep. Selain itu, masih banyak pula warga yang sudah terindikasi kuat terinveksi HIV, tetapi ketika mencoba dijangkau mereka masih menolak. Jadi, kini sikap KPA hanya bersifat memantau saja. Sebab sulitnya bagi KPA untuk mendobrak kondisi mereka akan dibenturkan dengan etika dan aturan Hak Asasi Manusia (HAM). Padahal pihaknya hanya ingin memantau sekaligus memberikan layanan kesehatan. “Tetap kita dibuat bingung sendiri. Mereka benar-benar enggan membuka dirinya diketahui oleh kita. Stigmanya mungkin masih melekat,” pungkasnya. (tat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: