Perpanjangan Waktu Pendaftaran Sia-sia

Perpanjangan Waktu Pendaftaran Sia-sia

JAKARTA - Perpanjangan masa pendaftaran pada tujuh daerah yang calon kepala daerahnya hanya satu pasangan dinilai tidak berguna. Sebab, tidak ada kepastian partai akan menyambut dengan baik usulan perpanjangan waktu itu. Salah satu solusi untuk memaksa agar partai mau ikut serta dalam pilkada serentak yaitu dengan melakukan revisi terbatas Undang-undang (UU) nomor 8 tahun 2015 tentang pilkada. Pendapat itu disampaikan Yandri Susanto saat menghadiri diskusi Calon Tunggal Kepala Daerah dan Komitmen Parpol Siapkan Pemimpin Lokal di kantor Badan Pengawas Pemilu (bawaslu) kemarin (7/8). Anggota komisi II itu menjelaskan pihaknya menghargai langkah KPU untuk memperpanjang masa pendaftaran gelombang ke tiga selama tiga hari. Yakni pada tanggal 9-11 Agustus 2015. Namun, sekretaris Fraksi PAN itu tidak bisa memastikan dalam masa perpanjangan itu akan ada tambahan pasangan calon di tujuh daerah tersebut. Pasalnya, PAN tidak bisa mengajukan calon sendirian. Lantaran di tujuh kota dan kabupaten itu, persentase kursi PAN di DPRD tidak sampai batas minimal yakni 20 persen. Dia mencontohkan di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), partai berlambang matahari itu hanya mempunyai satu kursi. Kondisinya sama di Kota Mataram dan Kabupaten Blitar, PAN hanya mendapatkan satu kursi. Sedangkan di Kabupaten Pacitan dua kursi. Di Surabaya, PAN mendapatkan tiga kursi. “Sehingga kami harus berkoalisi,” ucapnya. Melihat itu, kata dia, mau tidak mau PAN harus menunggu partai yang satu koalisi untuk mendaftar. Jika partai lain tidak mau mendaftar, maka jumlah kursi tidak mencapai batas minimum. Selain itu, dia juga menyayangkan kejadian pendaftaran calon kepala daerah di Kota Surabaya. Menurut dia sangat memalukan parpol. Sebab, calon wakil walikota Haries Purwoko yang sudah berada di KPU Surabaya ternyata menghilang di toilet. “Itu harus menjadi perhatian parpol. Sangat memalukan,” terangnya. Dalam diskusi itu, Yandri memaparkan solusi agar partai dipaksa untuk mendaftar. Yakni dengan melakukan revisi terbatas UU pilkada. Ada beberapa poin dalam revisi itu. Pertama partai yang mempunyai kursi di DPRD harus mengajukan calon. Entah itu mengajukan sendiri atau berkoalisi. Jika tidak, sanksinya parpol itu diharuskan membayar sejumlah uang denda atau dilarang ikut pilkada ke periode berikutnya. Selain itu, dia juga mengusulkan adanya batas bawah dan batas atas parpol yang bisa mengusulkan kepala daerah. Batas bawah 20 persen kursi, sedangkan batas atasnya 60 persen kursi di DPRD. Jika itu diterapkan, maka dia yakin tidak ada calon yang memborong dukungan partai. “Partai akan berlomba memunculkan calon,” tuturnya. Persoalan jika solusi itu diakomodir yakni terbatasnya waktu. Sebab, membahas revisi UU membutuhkan waktu yang tidak sedikit. DPR hasil mengusulkan dulu ke badan legislasi (baleg) DPR. Setelah itu baleg memanggil pemerintah. Tidak berhenti di situ, rencana itu harus diparipurnakan. Jika disepakati, akan dikembalikan ke komisi II untuk dirapatkan dengan pemerintah. Menanggapi itu, Yandri yakin pembahasannya akan berjalan cepat. Dia mencontohkan pembahasan UU MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3) dan UU pilkada. “Itu cepat. Tinggal membangun komunikasi saja,” ungkapnya. Sementara itu, politisi PDIP Arif Wibowo memandang bahwa perpanjangan waktu di tujuh daerah itu bakal sia-sia. Pasalnya, kondisinya tidak akan berubah lantaran parpol di daerah sudah merancang tidak akan mendaftarkan calonnya. “Ini sudah skenario politik,” paparnya. Menurut dia, solusi yang tepat yaitu dengan mengajukan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (perppu) untuk calon tunggal. Dengan perppu, maka tujuh daerah itu akan mendapatkan kepastian bisa ikut pilkada di tahun 2015. “Itu solusi yang praktis dan cepat,” jelasnya. Anggota Komisi II DPR RI itu mengatakan, jika tidak ada perubahan pihaknya akan mengusulkan pemerintah segera mengajukan perppu. Menurut dia, jika KPU menunda pilkada ke tahun 2017, maka melanggar UU pilkada. Sebab di pasal 201 UU no 8 tahun 2015 disebutkan bahwa kepala daerah yang masa jabatannya habis di tahun 2015 dan semester awal 2016 mengikuti pilkada serentak di tahun 2015.   (aph/bay)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: