Madrasah dan Masa Depan

Madrasah dan Masa Depan

Drs H Moh Ahsin MAg MSi* KEBERADAAN madrasah itu sangat penting. Selain sebagai lembaga pendidikan keilmuwan duniawi, juga khazanah keilmuwan ukhrawi. Madrasah adalah institusi pendidikan paling awal yang mengajarkan nilai-nilai Islam di Indonesia. Ia berkembang jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Kemudian, setelah itu madrasah mengalami banyak perubahan dan sekaligus tantangan. Pertama, stigma miring tentang madrasah seperti tradisional dan sarang teroris masih terasa sampai sekarang, meskipun itu tidak terbukti sama sekali. Stigma tersebut acapkali membuat masyarakat minder dan tidak bangga terhadap institusi madrasah itu sendiri. Padahal kalau dirunut dalam sejarah-menurut penelitian  Jakaria Makzumi (2012)-madrasah merupakan akar pendidikan (root of education) Indonesia yang telah melahirkan leader dalam bidang pendidikan dan agama (scholar), negarawan dan bahkan pahlawan. Sebut saja misalnya KH Wahid Hasyim, Hamka, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Nurcholis Madjid (Cak Nur), dan seterusnya. Mereka adalah lulusan madrasah yang telah memberikan kontribusi bagi perkembangan karakter bangsa. Dari sini, tak salah bila dikatakan madrasah adalah kontributor terpenting bagi peradaban Islam nusantara. Bahkan apabila ditarik ke dalam konteks global, Islam Indonesia akan menjadi penyangga peradaban Islam dunia ke depan. Cita-cita ini bukan omong kosong belaka, sebab Indonesia telah memiliki potensi-potensinya. Bayangkan saja, penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam memiliki pandangan yang sangat moderat (inklusif, terbuka, bisa menerima perbedaan, toleran) di tengah banyaknya negara Islam yang sedang berkonflik[-meskipun tidak kita pungkiri masih ada sedikit gejolak konflik ras, suku dan agama di Indonsia. Namun secara umum, dunia sudah mengakui bahwa Indonesia telah berhasil mengatasi konflik, melindungi HAM umat beragama dan membangun toleransi. Hal ini terbukti dengan-terlepas dari persoalan pro dan kontra-diberikannya World Statesman Award 2013 oleh  Appeal of Conscience Foundation (ACF) kepada Presiden yang ke enam, DR Susilo Bangbang Yudhoyono. Sikap-sikap moderat itu pada dasarnya sudah ditanamkan dan diajarkan di dalam pendidikan Islam, yakni  madrasah (tingkat Raudlatul Atfal, Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan bahkan Aliyah). Kini Kementerian Agama telah menaungi sekitar 72.726 madrasah seluruh Indonesia. Angka tersebut adalah potensi besar bagi sumbangsih madrasah dalam menciptakan generasi terbaik berikutnya. Kedua, pasca 11 September 2001, banyak negara yang melirik Islam dan tertarik untuk mempelajarinya, salah satunya adalah Jerman. Jerman-negara yang sudah maju dengan infrastruktur yang mapan- telah diberlakukan mempelajari agama Islam di sekolah-sekolah umum. Pelajaran agama Islam diajarkan orang guru yang beragama Islam. Sampai sekarang, Jerman masih kekurangan guru agama Islam. Sebuah lembaga pendidikan pencetak guru Islam di Jerman hanya mampu melahirkan 200 guru agama Islam pertahun, sedangkan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah 10.000 guru agama Islam pertahun. Di Indonesia  pendidikan Islam telah berjalan di madrasah-madrasah bahkan sebelum kemerdekaan. Ketiga, keadaan ini sudah seharusnya membangkitkan kebanggaan (prideness) dan kepercayaan diri (confidence) umat Islam karena telah memiliki madrasah. Menumbuhkan rasa bangga dan percaya diri terhadap madrasah merupakan langkah awal menuju agenda utama yakni menjadikan madrasah sebagai lembaga pendidikan tujuan, bukan lembaga pendidikan alternatif.  Untuk mewujudkan ini diperlukan peningkatan kualitas dan mutu. Baik dan buruknya kualitas atau mutu madrasah bisa dilihat melalui penilaian akreditasi. Oleh sebab itu, akreditasi sangat diperlukan, tidak hanya akreditasi kelembagaan, tetapi juga akreditasi sumber daya manusia pengelola lembaga, seperti sertifikasi guru. Selain itu, madrasah harus mampu mempertegas, membuat dan mempertahankan points of difference (titik-titik perbedaan) atau distingsi dengan sekolahan lain. Ciri keislaman yang melakat pada madrasah harus diterjemahkan menjadi program-program yang mampu menghasilkan keluaran yang unik dibandingkan dengan keluaran sekolah pada umumnya. Inilah yang menjadi added value. Pemegang kebijakan madrasah dituntut perhatiannya untuk memperbaiki madrasah secara bertahap demi masa depan generasi bangsa. Arahnya adalah madrasah tidak hanya memberikan metode pengajaran baru dan sistem lainnya seperti sistem kelas, buku-buku teks baru, mengajarkan sains dan pengetahuan agama Islam lainnya, tetapi madrasah harus juga berfungsi sebagai wadah diseminasi gagasan-gagasan reformasi Islam. Madrasah menjadi lokus bagi penciptaan muslim progresif modern. Kita yakin, dengan gagasan-gagasan itu madrasah dapat mengembangkan dirinya secara kreatif dan inovatif tanpa harus membebek pada aturan-aturan dari—misalnya–Kemendikbud sehingga akan mempertegas garis dan titik-titik pembeda antara madrasah dan sekolah umumnya. Harapannya, madrasah mampu menjadi pilihan utama—bukan alternatif—bagi calon peserta didik. Oleh sebab itu, rasanya sudah menjadi tanggung jawab umat Islam bersama untuk terus mengembangkan madrasah sebagai salah satu bentuk amal jariyah dan kebanggaan kita. Tantangan ke depan sangatlah jelas, bagaimana madrasah mampu mencetak akademisi atau scholar yang mampu membawa nama Islam Indonesia ke kancah dunia dan mampu menjadi penyangga peradaban Islam dunia yang santun. (*) *) Penulis adalah Kepala MAS dan Pengurus Ponpes Candangpinggan Indramayu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: