“Silakan Sebut Siapa Oknumnya”

“Silakan Sebut Siapa Oknumnya”

Disdukcapil Bantah Pungutan Pembuatan Dokumen Kependudukan MAJALENGKA - Rapat kerja antara Komisi A DPRD Majalengka dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) terkait pengurusan dokumen kependudukan, berlangsung alot dan sesekali muncul perdebatan yang cukup sengit. Kepala Disdukcapil Jojo Hadiwijaya bereaksi keras saat ditanya soal pungutan yang bisa memperlicin jasa pembuatan dokumen kependudukan, dalam bentuk kartu tanda penduduk (KTP) maupun kartu keluarga (KK). Jojo menegaskan, anggota dewan mesti berani tunjuk hidung dan menyebutkan siapa oknum yang berani melakukan pungutan dalam pengurusan dokumen kependudukan di kantornya. “Saya tegaskan tidak mengetahui adanya pungutan (untuk mengurus dokumen kependudukan, red). Kalau ada tunjuk hidungnya sebutkan siapa namanya (oknum, red), biar saya tindak perbuatannya. Jangan sampai tuduhan-tuduhan di luar itu seolah-olah kita memasang tarif untuk mengeluarkan dokumen kependudukan,” tegas Jojo di ruang rapat Komisi A, Kamis (27/8). Dirinya mengakui sering mendengar kabar tidak enak, jika masyarakat dipungut biaya saat mengurus dokumen kependudukan di kantornya. Tapi sampai saat ini tidak ada yang melapor kepadanya mengenai oknum yang berani melakukan tindakan tersebut. Jojo menegaskan, pungutan itu belum tentu dilakukan pihaknya. Karena kabar itu datangnya dari pemohon KTP maupun KK, yang jika mengurus keperluan dokumen kependudukan diwakilkan kepada pihak perantara. Perantara tersebut kemudian meminta biaya transportasi. Hal itu malah disalahartikan bahwa biaya transportasi tersebut seolah-olah tarif untuk mengurus dokumen kependudukan di Disdukcapil. “Kalau melalui pihak lain saya tidak tahu. Yang jelas kalau di kantor, saya awasi langsung kinerja pegawai lewat jendela ruangan saya yang memang sengaja dibuat transparan untuk mengawasi langsung kinerja pegawai. Jadi kalau masyarakat yang datang langsung ke loket, saya jamin tidak dipungut biaya apapun,” jelasnya. Wakil Ketua Komisi A, Dedi Suandi menyebutkan jika yang dimaksud dengan tarif atau ongkos pembuatan dokumen kependudukan misalnya masyarakat yang bermukim jauh dan tidak ingin repot mengurus kemudian mempercayakan pengurusan dokumen kependudukan ke pihak ketiga. “Misalnya ada orang Malausma mau ngurus dokumen kependudukan, tidak mau ribet ngurus sendiri karena jauh dan ingin cepat jadi kemudian meminta tolong aparat desa setempat. Kemudian terjadilah kesepakatan biaya transport sebesar sekian rupiah. Kemudian oleh masyarakat di sana biaya transport tersebut dianggap sebagai ongkos pembuatan dokumen kependudukan,” ujar politisi Demokrat itu. Anggota Komisi A lainnya, Dony Rambitan menyarankan Disdukcapil rutin menggelar sosialisasi agar tidak terjadi salah tafsir di masyarakat mengenai isu pungutan dalam pengurusan dokumen kependudukan. Salah satunya sosialisasi ke desa-desa mengenai mekanisme pembuatan dokumen kependudukan yang baik dan benar. Sehingga ketika masyarakat paham, maka akan lebih banyak masyarakat yang mengurus dokumen kependudukan sendiri dengan langsung mendatangi kantor Disdukcapil. Dengan demikian, stigma di masyarakat mengenai pungutan pengurusan dokumen kependudukan berangsur menghilang. (azs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: