Apel Pagi, Sore, dan Malam Jadi Bagian Pengamanan

Apel Pagi, Sore, dan Malam Jadi Bagian Pengamanan

Di Balik Perkemahan Ratusan Warna Binaan Pemasyarakatan Se-Jawa dan Lampung Udara bebas segar dari Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur merasuk ke dalam paru-paru 432 narapidana. Bukan terlepas dari jeratan hukum, selama 3 hari mereka akan mengikuti kegiatan kepramukaan di alam bebas. Tak hanya sebatas bisa bersosialisasi, kegiatan ini punditujukan dalam rangka asimilasi sebelum akhirnya kembali pada masyarakat. Lusia Arumingtyas, Jakarta GARIS polisi mengelilingi lahan seluas lima hektare itu. Tapi, ratusan orang yang berada di dalamnya sama sekali tak merasa terpenjara. Dengan riang mereka mendirikan tenda, mengkreasikan tali sebagai pembatas, dan menghiasi pagar. “Ayo ikat sini, satu.. dua.. tigaa.. tarik,\" teriak seorang anggota regu pendobrak memberikan komando. Tenda dalam beragam ukuran pun akhirnya berdiri berjajar mengelilingi lokasi di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, tersebut. Baru sesudahnya sebagian anggota Pramuka itu rehat sejenak di bawah pepohonan. “Kami merasa beruntung masuk penjara kak. Kalau nggak, belum tentu kami bisa ikut ke sini,” kata Subur sembari mengaso bersama Alvin, Fajar, Richard, serta Brandon yang merupakan rekan-rekan seregunya. Subur adalah satu dari 432 warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang berpartisipasi dalam perkemahan di Cibubur itu. Mereka berasal dari lembaga pemasyarakatan se-Jawa dan Lampung. Kegiatan yang didukung penuh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kementerian Pemuda dan Olahraga itu berlangsung pada 25-27 Agustus. Tahun ini merupakan penyelenggaraan kedua dan merupakan bagian dari proses asimilasi WBP agar kelak siap kembali ke dalam kehidupan bermasyarakat. Selain juga memupuk nasionalisme. Tapi, bagi Subur yang sudah empat tahun mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Pemuda IIA Tangerang, yang terpenting dari perkemahan itu adalah kesempatan menghirup kebebasan. Meski hanya tiga hari. Meski dalam batasan garis polisi. Di Cibubur, narapidana kasus narkoba itu merasa menjadi “manusia” lagi. “Kami belajar untuk saling berbagi,” kata Subur. “Juga tanggung jawab, kepemimpinan, dan kebersamaan,” sahut Alvin dan Fajar bergantian. Mayoritas peserta merupakan narapidana narkoba. Untuk bisa ke Cibubur, mereka tak hanya harus aktif di kegiatan Pramuka di lapas masing-masing. Tapi, juga mesti melalui beberapa tahapan lain. Yakni, setidaknya telah menjalani masa tahanan setengah masa pidana dan tidak termasuk dalam kategori PP No.28 Tahun 2006 dan Pasal 372 (terorisme), 373 (narkotika skala bandar), 374 (korupsi), 378 (kejahatan terhadap keamanan negara), dan 379 (kejahatan HAM berat). Selain itu, perilaku mereka selama dipenjara juga menjadi pertimbangan. Para peserta juga wajib menjalni sidang TPP (Tim Pengamat Permasyarakatan). Yaitu, wawancara personal dengan para petinggi dan petugas keamanan dari lapas masing-masing. Kualifikasi untuk peserta penegak berusia antara 16-20 tahun, sedangkan peserta pandega antara 21-25 tahun. “Jika ada yang melarikan diri, bisa dipastikan tidak akan mendapatkan remisi dan juga dokumen disiplin dari lapas,” ungkap Ketua Panitia Basmanizar. Itulah salah satu tantangan terbesar kegiatan di Cibubur itu: keamanan. Meskipun para peserta sudah diseleksi ketat, potensi risiko selalu ada. Untuk itu, panitia bekerja sama dengan Polres, Polsek, dan Polda. Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan DKI Jakarta juga menurunkan 64 personel untuk turut serta mengawasi kegiatan tersebut. “Polisi yang berrjaga pakai baju kaya orang biasa dan ada di titik-titik terluar dari kemah,” kata Basmanizar sambil tertawa. Sterilisasi wilayah setempat pun dilakukan sejak Senin lalu (24/5). Tak sebatas itu, setiap gugus depan pun memiliki pengamanan masing-masing. “Dua petugas keamanan dari panitia dan dua pembina,” tuturnya. Pembina seperti Luthfi Ari Bimoko menambah mekanisme pengamanan itu. Misalnya dengan melarang ke-16 Pramuka binaannya membawa baju bebas. Mereka wajib menggunakan baju pembinaan. Setiap berpergian pun harus dilakukan melalui izin pembina dan pengawalan tetap dilakukan. Pengamanan juga dilakukan dengan mengadakan apel dalam setiap gudep pada pagi, sore, dan malam. “Lewat apel bisa dilakukan pengecekan jumlah anggota,” kata Luthfi yang sudah 2,5 tahun menjadi pembina Pramuka di Lapas Pemuda II A Tangerang. Tentu saja semua bentuk antisipasi pengamanan itu dilakukan sedemikian rupa agar tidak sampai menghilangan unsur kegembiraan dalam perkemahan. Bagaimanapun ini bagian dari proses asimilasi untuk menjadi warga sipil lagi. Memberlakukan mereka seperti saat di penjara jelas tidak akan membantu terwujudnya tujuan kegiatan. Apalagi, bagi Subur dkk, misalnya, selama ini, latihan Pramuka menjadi waktu yang paling ditunggu dalam setiap minggunya. Sebab, kegiatan itu mengajarkan banyak hal yang bagi mereka sangat menyenangkan. Mulai tali temali, berkemah, sampai memasak. Mereka pun jadi bisa sejenak melupakan kesumpekan hidup di balik terali besi. Satu sama lain sesama anggota yang aktif latihan juga menjadi semakin dekat. Bersama-sama mereka saling menguatkan dan menyemangati. “Insya Allah apa yang kami peroleh di Pramuka bisa ditularkan nantinya,” ungkap Subur yangbercita-cita menjadi ustad itu. Menurut Kepala Bidang Pembinaan, Bimbingan, Kemasyarakatan, Pengentasan Anak dan Informasi Komunikasi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta Divisi Permasyarkatan Herna Lusy, Pramuka adalah salah satu kegiatan yang bisa dipilih narapidana untuk mengisi waktu luang. “Kegiatan Pramuka itu murah dan banyak mengajarkan hal positif ke warga binaan,” katanya. Tak ubahnya kegiatan perkemahan Pramuka lainnya, berbagai lomba juga diadakan. Karena itu, dengan segala keterbatasan, semua peserta juga serius mempersiapkan diri. “Kami latihan untuk memupuk rasa percaya diri,” kata Subur yang tergabung dalam regu bernama “Pendobrak” itu. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly berjanji untuk mengalokasikan dana khusus agar kegiatan Pramuka bagi warga binaan bisa berjalan rutin. Dukungan serupa juga dilontarkan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nachrowi yang menganggap Pramuka sebagai kegiatan yang tepat untuk para warga binaan yang disebutnya sebagai aset negara. “Banyak produk kreatif yang dihasilkan mereka dari balik penjara,” ungkap Nachrowi. (*/ttg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: