Tinggal Beri Bukti
MANCHESTER - Hanya ada satu kata untuk menggambarkan performa Manchester City di awal musim ini: Dahsyat. Menyapu bersih empat pertandingan dan tanpa kebobolan satu gol pun menjadi bukti kebuasan Sergio Aguerro dkk. Rival City pun semakin ngeri dengan bergabungnya Kevin De Bruyne ke City of Manchester Stadium. Namun, bisakah The Citizen berbicara banyak di kancah tertinggi Eropa? Bagi David Silva, adalah sebuah kegagalan besar andai tak bisa meraih gelar Liga Champions selama membela City. Semenjak bergabung dengan City hanya itulah gelar yang belum pernah diraih Silva. Meski mengaku kans untuk melakukan hal tersebut berat, bergabungnya Raheem Sterling dan Kevin De Bruyne membuatnya optimis. “Sejujurnya, sangat berat untuk berhadapan dengan Bayern Muenchen dan Barcelona. Namun tambahan pemain hebat di musim ini membuat kami mungkin meraihnya,” kata Silva. Wajar jika Silva dipenuhi optimisme. Bergabungnya De Bruyne menjadikan lini depan City salah satu yang terbaik di Eropa. Musim lalu, De Bruyne menjadi pencatat assist terbanyak di Eropa dengan 20 kali. Dengan raihan tersebut, De Bruyne semakin melengkapi kekurangan City musim lalu, yakni kolektivitas sebagai tim. Saat masih berseragam Chelsea, Jose Mourinho pernah mengkritiknya sebagai pemain individual yang bisa merusak performa tim. Namun, tengok saja komentar Vincent Kompany, kapten City. “Kehadirannya takkan pernah melemahkan tim, dia pemain fenomenal,” terangnya. Ya, De Bruyne bakal mempertajam kekompakan di lini depan City yang telah ditunjukkan saat menghempaskan Watford 2-0. Imbang di babak pertama, Pellegrini melakukan perubahan formasi di babak kedua. Aguerro digeser ke sisi kiri pertahanan dengan menempatkan sterling sebagai penyerang utama. Tak hanya itu, Silva pun digeser ke sisi kanan lapangan. Itu membuat kedua sayap City seimbang sementara kecepatan Sterling mampu membuka ruang di kotak penalti lawan. Hasilnya, Sterling menunjukkan banderol yang diberikan City padanya tepat. Selain itu, perubahan Pellegrini itu menunjukkan City telah siap dengan kehadiran De Bruyne. Meski bisa bermain di sisi mana saja, De Bruyne lebih nyaman ditempatkan di belakang striker atau posisi 10. Atau pilihan lainnya, De Bruyne bisa bergantian dengan Silva di sepanjang pertandingan. Toh Silva juga telah terbiasa bermain di sisi lapangan saat bermain di Spanyol mau pun Valencia. Di laga melawan Watford pun, Silva justru mampu bangkit saat Pellegrini mengembalikannya ke kanan. Dengan komposisi tersebut, secara teori City telah bisa bersaing dengan klub-klub yang pernah merajai Eropa. Boleh dibilang kehadiran De Bruyne serupa dengan kehadiran Neymar di Barcelona musim lalu. Penyerang 23 tahun asal Brasil itu menjadi tandem sempurna bagi kegigihan Louis Suarez dan flamboyan-nya Lionel Messi. Kerjasama mereka telah mempersembahkan 122 gol bagi Barca di segala ajang. Sementara kecepatan Raheem Sterling bisa membebaskan tekanan yang diberikan lawan pada rekannya yang lain. Gol Aleksander Kolarov saat melawan Everton tak lepas dari kejelian Sterling melihat pergerakan rekannya. Menusuk dari sisi kanan pertahanan lawan, Sterling membuat pertahanan lawan menyempit. Itu membuka peluang bagi pemain bertahan. Sayap City pun lebih seimbang seperti kehadiran Pedro di Chelsea. Winger 28 tahun asal Spanyol itu merupakan rekan yang dibutuhkan Eden Hazard untuk melepaskan diri dari tekanan lawan. Pedro melengkapi daya ledak di lini tengah Chelsea yang ada pada sosok Willian dan Cesc Fabregas. Mereka memberikan kenyamanan bagi Diego Costa yang menjadi ujung tombak. Potensi ledakan City pun seimbang dengan Bayern Munich. Tusukan-tusukan dari sisi lapangan Muenchen melalui Arjen Robben mau pun Douglas Costa, ada pada diri Sterling, Silva, atau pun De Bruyne. Sebab De Bruyne juga memiliki kebiasaan untuk menyisir dari sisi lapangan sebelum bergerak ke dalam kotak penalti. Nah, miripnya pola permainan De Bruyne dan Silva ini menjawab satu lagi masalah yang dimiliki City: rotasi pemain. Ketika Silva bermain buruk, lini depan City bisa menjadi mandul. Kreativitas De Bruyne mampu menjadi jawaban atas hal itu. belum lagi keberadaan Samir Nasri dan Jesus Navas bakal termotivasi untuk membuktikan diri agar lepas dari bangku cadangan. Itu menjadikan Pellegrini semakin banyak pilihan untuk memecah kebuntuan. Namun, berbicara Liga Champions tak hanya ada di tataran teori. Faktanya, Roman Abramovich membutuhkan sembilan tahun untuk mewujudkan mimpi Chelsea meraih Liga Champions. Sementara di tahun kepemilikan keenam Sheikh Mansour atas City, prestasi terbaik mereka hanya sampai di perdelapan final Liga Champions. Itu juga menimbulkan kritik dari Rio Ferdinand. Di satu sisi legenda Manchester United itu memuji performa City di pembuka Premier League musim ini. menurut mantan bek Leeds United itu, City mampu tampil kolektiv. Padahal itu merupakan hal yang menyebabkan mereka gagal meraih liga Inggris musim lalu. “Mereka telah mampu melakukannya di Premier League. Namun, bisakah mereka menampilkannya di Liga Champions? Beberapa musim ini jawaban yang ada adalah sebaliknya,” terang Ferdinand. (rif)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: