OC Kaligis Merasa Jadi TO

OC Kaligis Merasa Jadi TO

Kasus Suap Hakim, Jalani Sidang Perdana JAKARTA - Setelah sempat ditunda, Otto Cornelis (OC) Kaligis akhirnya menjalani sidang perdana dengan agenda mendengarkan dakwaan, kemarin (31/8). Dalam dakwaan, Jaksa KPK membeberkan kronologis penyuapan yang diotaki pengacara sepuh itu. Sebaliknya, Kaligis menganggap dakwaan KPK tidak jelas. Dia merasa jadi target operasi (TO) karena selama ini sering mengkritik KPK. Dalam dakwaan terungkap, penyuapan yang dilakukan OC Kaligis ternyata terjadi sebelum persidangan di PTUN Medan digelar. Tepatnya saat OC Kaligis dan timnya menghadap Kepala PTUN Medan, Tripeni Irianto Putro pada akhir April 2015. ’’Saat itu terdakwa konsultasi terkait gugatan yang akan diajukan ke PTUN Medan,’’ ucap Jaksa Yudi Kristiana. Usai konsultasi, Kaligis memberikan amplop ke Tripeni yang dalamnya terdapat uang SGD 5 ribu. Dia juga menyerahkan uang USD 1.000 pada panitera PTUN Medan, Syamsir Yusfan, yang telah mempertemukannya dengan Tripeni. Penyuapan berikutnya terjadi pada 5 Mei 2015. Ketika itu Kaligis kembali menemui Tripeni. Dia menyerahkan buku karangannya yang disisipi amplop USD 10 ribu. ’’Pemberian uang itu dimaksudkan agar Tripeni menjadi hakim yang menangani gugatan terdakwa,’’ ujar jaksa. Singkat cerita, gugatan Kaligis akhirnya didaftarkan. Tripeni menangani perkara itu bersama dua hakim anggota lain yakni Dermawan Ginting dan Amir Fauzi. Sementara untuk panitera dipilih Syamsir Yusfan. Sepanjang jalannya sidang hingga keluarnya putusan, pemberian uang dilakukan lagi oleh OC Kaligis. Baik dilakukan sendiri maupun lewat anak buahnya, M Yagari Bhastara Guntur. Total uang yang telah diberikan untuk Tripeni sebesar SGD 5 ribu dan USD 15 ribu. Dua hakim anggota lainnya, Darmawan Ginting dan Amir Fauzi masing-masing mendapat USD 5 ribu. Sementara panitera Syamsir Yusfan mendapatan jatah sebesar USD 2 ribu. Setelah memberikan suap, majelis hakim memang mengabulkan sebagian gugatan OC Kaligis. Uang-uang suap itu sendiri berasal dari Gubernur Sumatera Utara non aktif Gatot Pujo Nugroho lewat istri mudanya, Evy Susanti. Total uang yang digelontorkan pasutri itu sebesar USD 55 ribu dan Rp 50 juta. Gatot mengeluarkan uang tersebut karena khawatir tersangkut penyelidikan sejumlah kasus penyaluran dana di pemprov yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut. Kasus-kasus itu antara lain penyaluran dana bantuan sosial (bansos), bantuan daerah bawahan (BDB), bantuan operasional sekolah (BOS) dan tunggakan dana bagi hasil (BDH). Selama ini Gatot merasa kasus-kasus bermuatan politis. Sebab perkara itu terjadi ketika dia tengah berseteru dengan wakil gubernur yang beda partai. Atas saran OC Kaligis, penyelidikan Kejati Sumut itu kemudian digugat di PTUN Medan. Usai mendengarkan dakwaan, Kaligis langsung mengajukan pembacaan pembelaan atau eksepsi. Dia menyebut dakwaan KPK tidak jelas. ’’Saya memang sudah jadi TO KPK. Sebab, sejak kasus Bibit-Chandra saya selalu mengkritik kinerja mereka,’’ ujarnya. Kaligis membandingkan perkaranya dengan kasus yang pernah membelit mantan dua komisioner KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah. Menurut dia, uang suap yang disita dari perkaranya tak sebanding dugaan gratifikasi yang menimpa Bibit - Chandra. ’’Kasus itu sampai saat ini ditutup-tutupi KPK, termasuk juga Johan Budi dan Ade Raharja yang pernah ikut ngurus perkara,’’ kicau Kaligis. Tak ketinggalan, Kaligis kembali mempermasalahkan penangkapan hingga penaha_nannya di KPK. Dia merasa diculik karena penjemputan paksa yang dilakukan KPK melang­gar KUHAP. Selama proses penahanan, pria asal Maka­ssar ini juga merasa tidak mendapatkan hak-haknya sebagai diatur dalam perundangan. Dia membandingkan pena­nganan perkaranya dengan kasus yang menimpa para pimpinan KPK lainnya. ’’Ketika polisi memeriksa Abraham Samad, Bambang Widjojanto dan Novel Baswedan, Johan Budi yang malaikat itu bereaksi macam-macam, disebutlah kriminalisasi KPK,’’ cetusnya. Tak hanya para pimpinan KPK yang diserang. Kaligis juga menyidir profesi wartawan. Dia menyebut di era reformasi saat ini, hanya wartawan yang ditakuti. Kaligis menyebut kalau ada wartawan yang diperiksa polisi, dunia hukum gempar. ’’Makanya setelah ini saya akan jadi wartawan. Saya punya sertifikat PWI saat orde baru. Itu Johan Budi berjaya juga karena bekas wartawan,’’ ujar Kaligis ketus. (gun)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: