PPK Tolak Tanda Tangan DAK 96 Miliar

PPK Tolak Tanda Tangan DAK 96 Miliar

Dewan Kecewa, MintaWalikota Mutasi Pejabat yang Takut Risiko Hukum KEJAKSAN- Dana alokasi khusus (DAK) dari pemerintah pusat sebesar Rp96 miliar untuk Kota Cirebon terancam tak bisa digunakan. Hal tersebut karena pejabat pembuat komitmen (PPK) DAK dari DPUPESDM (Dinas Pekerjaan Umum Energi Sumber Daya Mineral) disebut-sebut tak mau menandatangani dokumen DAK. Kejadian ini tentu membuat para wakil rakyat geram. Anggota Komisi B DPRD Kota Cirebon, HP Yuliarso BAE, mengatakan, pejabat yang bertanggung jawab harusnya menandatangani dana DAK itu. Apalagi ini bagian dari program pemerintahan Walikota Nasrudin Azis dalam membangun Kota Cirebon dan mewujudkan visi Cirebon RAMAH. Dengan alokasi anggaran yang besar, sambung dia, harusnya pejabat bekerja keras menggelar anggaran tersebut untuk pemerataan pembangunan di Kota Cirebon. Yuliarso mengaku heran karena tak ada penjelasan pasti mengapa pejabat tersebut enggan membubuhkan tanda tangan. “Ini sama saja melakukan sabotase terhadap pembangunan yang digencarkan walikota,“ tegasnya, kemarin. Saat ini, kata Yuliarso, masih ada waktu untuk segera menandatangani DAK. Sehingga pekerjaan dapat digelar dan kontraktor bisa melakukan pekerjaan. “Jika tetap tak mau tandatangan, maka pembangunan di Kota Cirebon hampir pasti terganggu, khususnya pembangunan fisik,” ucap Yuliarso. Jika tetap tak mau menandatangani, Politisi Demokrat ini mendesak Komisi A DPRD segera memanggil BKD terkait sikap PNS yang menolak menandatangani dokumen DAK sebesar Rp96 miliar. “Kalau perlu mutasi pertengahan bulan ini yang bersangkutan dipindah saja. Pejabat harus siap dengan berbagai risiko dari pekerjaannya. Kalau dia tidak sanggup, lebih baik mundur,“ tegasnya. Abdillah, salah seorang kontraktor mengaku kecewa atas sikap pejabat selaku PPK yang tak mau menandatangani dokumen DAK sebesar Rp96 miliar. “Pekerjaan di bidang fisik menjadi terganggu. Perusahaan jasa konstruksi menjadi terganggu karena tidak bisa mendapatkan pekerjaan, sedangkan kontraktor juga memiliki karyawan. Akan muncul Silpa, dan efeknya pemerintah pusat yang mengurangi anggaran untuk Kota Cirebon,“ ujarnya. Terpisah, Kepala DPUPESDM Kota Cirebon Ir H Yoyon Indrayana MT mengatakan anggaran DAK bernilai Rp96 miliar itu masuk pada salah satu bidang saja. Yakni Bidang Bina Marga DPUPESDM. Menurut Yoyon, pemberian anggaran itu merupakan program Jokowi untuk pembangunan infrastruktur, khususnya perbaikan jalan di seluruh Kota Cirebon. Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan tentang pemanfaatan anggaran tersebut. Indikasinya, meskipun sudah ada proses masuk ke LPSE, tetapi program pembangunan infrastruktur dari dana DAK senilai Rp96 miliar itu belum dilelangkan. Salah satunya kendala administrasi yang belum terpenuhi untuk masuk lelang adalah tanda tangan PPK. Meskipun demikian, lanjut Yoyon, pihaknya tetap mencari solusi agar pekerjaan ini bisa berjalan. Yakni dengan menarik tanda tangan ke Pengguna Anggaran (PA). Pasalnya seluruh anggaran yang ada untuk pembangunan Kota Cirebon. “Sebagai pejabat pasti mengandung risiko atas jabatannya. Sepanjang bekerja sesuai aturan, tidak perlu khawatir dalam menjalankan tugas pembangunan,” ucapnya. Pengamat pemerintahan Haris Sudiyana mengatakan anggaran DAK tahun 2015 itu tidak mudah mendapatkan sampai Rp96 miliar. Jika tidak terserap dalam tahun anggaran yang ditentukan, sanksi dari pemerintah pusat untuk Pemkot Cirebon cukup berat. Yaitu pengurangan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk tahun 2016. Padahal, DAU itu menjadi salah satu instrumen anggaran wajib untuk berbagai kegiatan. Salah satunya membayar gaji pegawai. “Dana DAK yang ada di Bina Marga harus digelar. Ada Rp96 miliar, angka yang sangat besar bagi Pemkot Cirebon,” ujarnya. Jika PPK tidak mau membubuhkan tanda tangan, proses tanda tangan bisa diloncat ke Pengguna Anggaran (PA). Namun, lanjut Haris, walikota harus membuat pernyataan bertanggungjawab atas penggunaan anggaran DAK tersebut. Selama ini, dia menilai anggaran DAK rawan disalahgunakan dan dikuasai pejabat yang berpengaruh. Karena itu, Haris mengingatkan untuk lebih berhati-hati jika tidak ingin tersangkut hukum. “Asal sesuai aturan tidak perlu khawatir dan takut,” tukasnya. (abd/ysf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: