Diduga Dilakukan Pemborong
Terkait Maraknya Sub Kontrak Proyek Pemerintah KUNINGAN – Kendati salah seorang ketua asosiasi pengusaha di Kuningan mengatakan, perbuatan sub kontrak (subkon) proyek di Kuningan tidak terjadi, namun muncul pengakuan berbeda. Justru sebaliknya, subkon tersebut banyak dilakukan oleh para pemborong di Kuningan. “Sebetulnya banyak kok yang melakukan subkon. Dan ini sangat kami sayangkan. Karena sudah barang tentu, perilaku-perilaku subkon tersebut berpengaruh besar terhadap kualitas proyek,” ketus salah seorang wakil rakyat yang enggan disebutkan identitasnya, kemarin (4/9). Dia menganalogikan, subkon dengan rental mobil. Ketika seseorang merental mobil, dia tidak berpikir bagaimana memelihara mobil tersebut. Cara mengemudikannya pun tidak hati-hati lantaran tidak adanya rasa kepemilikan. “Beda dengan memakai mobil sendiri. Cara mengemudinya apik, hati-hati, dan memikirkan perawatan mobil. Jadi jelas, subkon berimbas pada turunnya kualitas pekerjaan. Saya berharap ada pengawasan yang ketat terhadap hal ini,” pinta legislator itu. Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD, Drs H Ujang Kosasih MSi menegaskan, subkon tidak diperbolehkan. Namun saat ditanya apakah di Kuningan terjadi, politisi asal PKB ini berkelit justru yang tahu persis masalah itu adalah SKPD (satuan kerja perangkat daerah), terutama PPK (pejabat pembuat komitmen). “Mereka pasti tahu. Kalau kami, sampai hari ini belum pernah mendengar adanya subkon. Pada saat kami lakukan pengawasan ke lokasi proyek pun, perusahaan yang terpampang pada papan proyek sesuai dengan SPK (surat perintah kerja),” ucapnya. Karena komisinya tidak bisa melakukan pengawasan secara utuh keseluruhan, Ujang mengatakan, tidak bisa memberi jaminan bahwa tidak ada subkon. Dia juga tidak bisa memastikan adanya subkon di lapangan. Yang jelas, imbuhnya, Komisi III mengambil sampel dari kegiatan-kegiatan hasil tinjauan lapangan dengan melihat papan proyek. Disinggung soal riil cost proyek, dia mengatakan ada ketentuan yang mengatur besaran tersebut. Dari nilai proyek terdapat alokasi dana untuk pajak, biaya umum dan lainnya. Secara detil terkait angka-angka itu, Ujang kembali mengatakan, eksekutif yang lebih tahu. Sebab menurutnya, itu bersifat teknis sehingga legislatif tidak mengetahuinya secara detil. “Apakah riil cost-nya 80 persen atau 70 persen, untuk detil eksekutif yang tahu. Kita di legislatif hanya memberi spirit kepada eksekutif agar lebih dimaksimalkan untuk kepentingan pembangunan. Saya yakin eksekutif pasti melakukan perincian terhadap anggaran sesuai dengan aturan, karena mereka juga takut kalau melanggar,” kata Ujang. Bicara kualitas pekerjaan, dia mengaku pernah melakukan raker dengan SKPD ke-PU-an. Contoh DTRCK, dalam rangka peningkatan kualitas melakukan kerja sama peningkatan kapasitas SDM dengan perguruan tinggi yang kompeten di bidang teknis sipil. Jadi menurutnya, seluruh komponen pemerintahan konsen terhadap kualitas pekerjaan. “SKPD berusaha sekuat tenaga meminimalisir hal-hal yang bisa mengurangi anggaran proyek. Jadi, untuk subkon ini SKPD yang lebih tahu detilnya di lapangan,” tukasnya. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: