6 Provinsi Darurat Asap
Geram, Presiden Instruksikan Proses Hukum Pembakar Hutan JAKARTA- Kebakaran hutan yang meluas di Sumatera dan Kalimantan membuat Presiden Jokowi geram. Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki mengatakan, selain datang langsung meninjau kebakaran hutan di Sumatera, presiden juga sudah menginstruksikan untuk menindak tegas para pembakar hutan. “Presiden sudah minta aparat untuk menelusuri,” ujarnya saat ditemui di Bandara Halim Perdanakusuma sebelum mengantar Jokowi ke Palembang untuk memantau kebakaran hutan, kemarin. Menurut Teten, presiden telah memanggil Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, para menteri terkait, serta kepala daerah agar bahu-membahu mengusut dan menangani kebakaran hutan. “Kalau ditemukan ada kesengajaan di sana, akan ada penegakan hukum (kepada pelaku),” katanya. Presiden Jokowi memang kemarin langsung berkunjung ke Sumatera Selatan untuk melihat lebih dekat operasi darurat asap. Enam gubernur masih menyatakan status Siaga Darurat hingga saat ini, yaitu Riau, Jambi, Sumsel, Kalsel, Kalbar dan Kalteng. Sementara terkait beredarnya kabar Komunitas Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera) yang mengirim surat ke Perdana Menteri Malaysia Najib Razak agar Malaysia turun tangan menangani masalah asap di Riau karena pemerintah Indonesia dinilai tidak mampu, Teten menyebutnya sebagai hal yang wajar. Meski demikian, Teten menyatakan jika pemerintah sudah dan terus berupaya keras untuk menanggulangi bencana kebakaran hutan. Selain itu, pemerintah memang juga membuka kerjasama dengan Malaysia dalam penanggulangan kebakaran hutan. “Itu (koordinasi kerja sama, red) sudah dilakukan Menlu (Retno Marsudi),” ucapnya. Secara terpisah, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengklaim bahwa penanganan kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 lebih baik daripada tahun sebelumnya. ”Asap datang lebih lambat, tahun lalu sudah dari Februari bahkan Maret sudah ada penutupan bandara,” jelasnya saat dihubungi oleh Jawa Pos (Radar Cirebon Group) melalui saluran telepon, kemarin (6/9). Hal ini disebabkan penanganan yang dilakukan secara lebih sigap dan awal. Begitu juga dengan tidak adanya nota protes dari negara tetangga terkait hal tersebut. Berdasarkan data dari satelit NOAA-18, jumlah hotspot menurun dibandingkan tahun lalu. Yakni, hingga 36,44 persen pada periode yang sama. Tahun 2014 memiliki jumlah 16.239 hotspot, sedangkan pada tahun 2015 berjumlah 10.321 hotspot. Meski demikian, terjadi kenaikan pada wilayah Jambi (45, 86 persen) dan Sumatera Selatan (20,92 persen). Ini menjadi sebuah capaian dalam antisipasi kebakaran hutan. Terkait penanggulangan, sistem monitoring antisipasi lebih difokuskan lagi. Begitu juga pisau analisis terkait antisipasi lebih ditajamkan kembali. Yakni, terkait tren hotspot, analisis dari BMKG dan juga data kualitas udara. “Begitu juga dengan sistem koordinasi yang akan perlu ditingkatkan lagi,” ungkapnya. Meski demikian, Menteri Siti pun menyebutkan penanganan situasi terkait kebakaran hutan cukup berat. Menuju minggu kedua September, jumlah titik panas atau hotspot di Sumatera dan Kalimantan diklaim menurun. Penurunan diperkirakan mencapai 20-30 persen dari jumlah awal September lalu. Di wilayah Sumatera misalnya. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan hotspot terdeteksi sebanyak 447 titik, jauh lebih rendah dibanding 3 September 2015 lalu, sebanyak 708 hotspot. “Memang telah berkurang dalam beberapa waktu ini,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho. Meski begitu, kondisi ini tidak boleh disepelekan. Sebab, jumlah hotspot masih tergolong tinggi dan bisa terus berubah. Terlebih untuk daerah Kalimantan yang hingga kini masih banyak terdeteksi titik panas. Yakni 680 titik panas. Hal itu disebabkan, upaya pemadaman yang masih terfokus di wilayah Sumatera. Akibatnya, amukan api di Kalimantan pun semakin meluas. Bahkan, menjalar hingga ke lokasi pemukiman warga. Di daerah Kereng Bangkirai, Kecamatan Sabangau, Palangkaraya, Kalimantan Timur salah satunya. Warga pun panik ketika api terlihat mendekat hingga jarak 10 meter. Sutopo pun tidak mengelak atas kejadian tersebut. Dia menuturkan, api memang kerap mendekat ke pemukiman warga. Namun, hingga kini tidak ada laporan rumah warga yang jadi korban keganasan api dari kebakaran hutan dan lahan ini. Tim gabungan selalu berhasil memadamkan api sebelum mejalar lebih dekat. Di sisi lain, bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan masih mengepung dua pulau terbesar di Indonesia itu. Kepekatan pun masih cukup tinggi, pasalnya jarak pandang warga masih dilaporkan sangat terbatas. (owi/lus/mia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: