Toko Modern Mengaku ”Nakal”

Toko Modern Mengaku ”Nakal”

Buka-Tutup Lebih Cepat Demi Konsumen KUNINGAN – Setelah rapat koordinasi (rakor) dengan SKPD, gabungan Komisi I dan II DPRD mengundang para pelaku usaha pasar modern, kemarin (9/9). Dalam rapat yang digelar di ruang Badan Musyawarah (Banmus) tersebut, rata-rata dari para pelaku usaha toko modern mengakui ada yang tidak mengindahkan aturan. Terutama menyangkut jam operasional. “Tadi kita sudah hadirkan para pelaku usaha pasar modern. Mereka mengaku kurang mengindahkan jam operasional ,di mana buka jam 10 pagi, sedangkan tutup ada yang jam 10 malam, jam 11 malam dan jam 12 malam,” tutur Ketua Komisi II, H Dede Ismail SIP selaku pimpinan rapat. Namun, lanjut Dede, para pelaku usaha tersebut mengaku kasihan terhadap para konsumen yang sudah ngantri sebelum pukul 10.00. Sehingga, terpaksa ada yang buka pukul 07.00, 08.00, dan 09.00. Selain jam operasional, Dede yang saat itu didampingi anggota Komisi II Saw Tresna Septiani SH pun mendengar adanya pembelaan dari pelaku usaha menyangkut besaran gaji. Menurut dia, gaji yang di bawah UMK itu karena karyawan tersebut masih berstatus training selama tiga bulan. Sehingga, hanya mendapatkan gaji 80 persen. “Kalau tunjangan kesehatan, semuanya mendaftarkan karyawan untuk ikut JKN BPJS,” ujarnya. Untuk tujuh toko modern yang belum mengantongi IUTM (Izin Usaha Toko Modern), Komisi II telah meminta agar BPPT mengundang mereka. Termasuk melakukan evaluasi terhadap 14 toko modern yang pindah lokasi. Karena dengan berpindahnya lokasi maka perijinan pun harus ditempuh kembali. “Pada prinsipnya, para pelaku usaha toko modern itu siap menaati aturan asalkan tidak tebang pilih. Jam operasional pun akan mereka patuhi. Meskipun tadi ada aspirasi agar jam bukanya jam sembilan pagi, namun karena Perda (Peraturan Daerah) masih berlaku, maka tidak dapat kami kabulkan,” kata Dede. Untuk industri kecil dan menengah, sambungnya, para pelaku usaha toko modern pun siap untuk membantu memasarkan. Bahkan Dede mendorong agar pasar modern tidak boleh menguasai seluruh bentuk usaha. Semisal penjualan pulsa, token listrik, dan rokok, dia mendorong agar toko modern tidak menjual produk itu. “Maksudnya untuk menumbuhkan perekonomian pedagang kecil. Kalau semua produk dijual oleh toko modern, ya pedagang kecil bisa bangkrut,” tandasnya. Kesiapan para pelaku usaha toko modern, berlaku pula pada kontribusi mereka terhadap PAD (pendapatan asli daerah). Disamping siap mematuhi pembayaran pajak dan retribusi parkir, mereka juga akan mengeluarkan dana CSR untuk masyarakat Kuningan. Soal moratorium, imbuhnya, semua pelaku usaha menyepakati untuk tetap diberlakukan. “Nanti akan dilakukan penyamaan persepsi kembali termasuk sosialisasi Perda dan Perbup tentang pasar modern. Pelanggar Perda bisa dikenakan sanksi diawali dengan teguran yang berlanjut pada pemberhentian sementara enam bulan, bahkan bisa sampai pencabutan izin,” ucap Dede. Kendati demikian, pihaknya menjelaskan pengecualian sesuai bunyi Perda. Khususnya terkait zona primer yang meliputi Kelurahan Kuningan, Kecamatan Cilimus, Kecamatan Ciawigebang dan Kecamatan Luragung. Di zona tersebut ada pembebasan jarak dengan pasar tradisional serta jam buka tutup. Begitu pula di kawasan SPBU, kawasan objek wisata, terminal dan sekitar rumah sakit. “Zona primer dimaksud karena aktivitas masyarakatnya 24 jam. Sehingga ada pengecualian dalam hal jam operasional dan jarak dengan pasar tradisional,” pungkasnya. (ded)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: