Perda Penanggulangan HIV/AIDS Belum Teruji
KUNINGAN - Pelan namun pasti, virus HIV/AIDS sudah merambah ke pelosok pedesaan Kabupaten Kuningan. Penyebaran virus mematikan ini tidak terlepas dari budaya seks bebas, terutama di kalangan remaja. Bahkan sudah ada penderita HIV yang meninggal dunia sekitar sebulan silam. Namun dengan dalih takut tertular penyakit tersebut, warga enggan memandikan jenazah penderita HIV tersebut. Akhirnya pengurus Rampak Polah yang memang konsen dalam penanggulangan HIV/AIDS turun tangan dan memandikan jenazah tersebut, kendati tidak terlalu paham prosedurnya. Hal itu diungkapkan salah seorang aktivis Rampak Polah, Sri Laelasari. Menurut wanita berambut panjang itu, penderita HIV yang meninggal tersebut berada di Desa Cihaur, Kecamatan Ciawigebang. Dia ingat betul bagaiamana sulitnya memberikan pemahaman kepada masyarakat jika memandikan jenazah penderita HIV, tidak akan tertular. “Sekitar sebulan lalu di Desa Cihaur, ada penderita HIV yang kami lakukan evakuasi bersama relawan lainnya ke rumah sakit di Kuningan. karena kondisinya sudah kritis, akhirnya meninggal,” papar Sri. Sri menceritakan, semula pihaknya sempat kebingungan karena rumah sakit yang dituju tidak bisa menerima korban HIV/AIDS karena tidak ada ruang isolasi. Selain itu, BPJS yang dimiliki penderita HIV/AIDS itu hanya berlaku di ruang kelas III. “Sempat dirawat selama satu minggu di rumah sakit umum. Namun, saat dibawa kembali ke rumahnya itu beberapa hari kemudian penderita HIV itu meninggal. Tapi anehnya, masyarakat di sana yang saya lihat mereka malah ketakutan. Warga terkesan takut ketika diminta memandikan jenazah penderita HIV itu. Mungkin warga takut tertular,” terangnya. Sebenarnya, sambung dia, kekhawatiran warga itu tidak beralasan. Pasalnya, di daerah tersebut sebetulnya sudah sering dilakukan sosialisasi soal penanggulangan HIV/AIDS. Ironisnya, mayat tersebut sampai tidak ada yang berani menyentuhnya. “Sebenarnya, setiap sosialisasi dari puskesmas maupun instansi terkait lainnya mengena nggak sih ke masyarakat? Sementara di sana penderita HIV/AIDS itu ada tiga orang. Antara lain satu orang waria, ibu rumah tangga, dan anak kecil,” ungkapnya. Dia mengaku, untuk kasus HIV/AIDS sendiri sejak berdirinya Rampak Polah hingga saat ini ditemukan sekitar 30 hingga 40 kasus virus mematikan tersebut. Bahkan, untuk kasus HIV/AIDS saat ini cenderung hampir merata di setiap daerah ada. “Kami menaruh harapan kepada para pemangku kebijakan, khususnya wakil rakyat bisa lebih memperhatikan dan merealisasikan Perda (Peraturan Daerah) tentang Penanggulangan HIV/AIDS bisa bermanfaat. Sebab patra penderita HIV/AIDS ini mayoritas generasi muda atau masih remaja. Perlu keterpaduan lintas sektor untuk penanganannya,” sebut Sri. Dirinya yang mengaku mewakili masyarakat di Kuningan sangat berharap agar wakil rakyat benar-benar bisa mengawasi Perda Penanganan HIV/AIDS agar berjalan sebagaimana mestinya, dan tidak hanya sebatas aturan yang mandul. “Sebab, kasus HIV/AIDS ini sudah sangat memprihatinkan bagi seluruh warga masyarakat Kabupaten Kuningan. Jadi Perda tentang Penanggulangan HIV/AIDS itu harus benar-benar dibuktikan. Jangan hanya disahkan kemudian tidak pernah disosialisasikan ke masyarakat,” tegasnya. Sementara itu, H Karyani, anggota DPRD yang diajak diskusi oleh Sri berjanji akan menyampaikan masalah ini ke pimpinan dewan. Politisi PDIP asal Ciawigebang itu juga menyatakan jika penderita HIV/AIDS cenderung meningkat lantaran semakin besarnya pengaruh budaya luar dan teknologi. “Apa yang ibu keluhkan, akan saya sampaikan ke pimpinan dewan. Kami juga sangat prihatin dengan semakin meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Kuningan,” kata pria yang akrab dipanggil Zikar tersebut. (ags)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: