Ternyata Cuma Lima
Toko Modern yang Punya Izin Buka 24 Jam KUNINGAN – Rupanya, dari 96 toko modern yang tersebar di berbagai kecamatan di Kuningan, hanya lima yang berhak buka 24 jam secara legal. Kelima toko modern tersebut masuk ketentuan pasal 11 Perbup (Peraturan Bupati) Nomor 6 tahun 2013. Selebihnya tidak boleh memberlakukan jam operasional 24 jam lantaran tidak mengantongi izin. “Pada pasal 11 ayat 1 Perbup, diterangkan tentang jam buka bagi pusat perbelanjaan dan toko modern. Hari Senin sampai Jumat pukul 10.00 sampai 22.00, hari Sabtu-Minggu pukul 10.00 sampai 23.00 dan hari besar keagamaan, libur nasional atau hari tertentu lainnya pukul 10.00 sampai 24.00,” terang Kabid Perdagangan Disperindag, Erwin Irawan SE, kemarin (11/9). Dia melanjutkan, untuk minimarket yang lokasinya berada di dalam kawasan terminal, rumah sakit, SPBU, rest area dan kawasan wisata yang melayani konsumen 24 jam, dapat diberikan izin buka selama 24 jam oleh dinas. Klausul ini tercantum pada poin d ayat 1 pasal 11 Perbup. “Jadi, izin yang baru kami (Disperindag, red) terbitkan itu baru lima minimarket. Ada yang di samping RSUD ‘45, kemudian di sebelah timur RS Wijaya Kusumah, satu minimarket di SPBU Rest Area Cirendang, dekat Polsek Cilimus dan di perempatan Bandorasa Wetan. Di luar itu kita belum terbitkan izin,” jelasnya. Kaitan dengan jam operasional ini, Erwin menegaskan, selama ini rata-rata melakukan pelanggaran. Hal itu berdasarkan hasil survei ke lapangan yang dilakukan Disperindag bersama Satpol PP. Esok hari, pihaknya berencana untuk melakukan evaluasi kembali terhadap toko modern yang telah mendapatkan peringatan. “Kalau menyangkut jam operasional itu kebanyakan melanggar. Rata-rata buka jam tujuh pagi. Tapi besok kami akan terjun lagi ke lapangan,” tandasnya. Lain halnya dengan zonasi/jarak dengan pasar tradisional, terdapat pengecualian bagi toko modern yang berada di kawasan pusat primer. “Kawasan pusat primer adalah kawasan perdagangan dan jasa, sentra ekonomi yang berkaitan langsung dengan perkembangan ekonomi daerah dan pusat distribusi barang-barang kebutuhan pokok dan barang penting lainnya dalam wilayah ibu kota eks kewadanaan,” jelas Erwin sesuai Perbup. Wilayah yang masuk kawasan pusat primer tersebut, antara lain Kelurahan Kuningan, Desa Cilimus, Desa Kadugede, Desa Ciawigebang dan Desa Luragung. “Jadi bukan kecamatan, hanya kelurahan dan desa di lima kecamatan. Kalau kecamatan itu terlalu luas. Nah di kelurahan dan desa-desa tersebut, toko modern diperbolehkan dekat dengan pasar tradisional,” ungkapnya. Untuk di luar kawasan pusat primer, Erwin menyebutkan pasal 4 Perbup. Dikatakan, ketentuan jarak antara minimarket dan pasar tradisional minimal 1 kilometer. Jarak antara minimarket dengan minimarket lain atau usaha sejenis berjarak 100 meter. Kemudian, jarak antara supermarket dan departemen store dengan pasar tradisional minimal 1,5 kilometer. “Hypermarket dan perkulakan berjarak minimal 2,5 kilometer dari pasar tradisional. Minimarket yang terletak di jalan lingkungan dengan luas garis 200 meter persegi berjarak minimal 0,5 kilometer dari pasar tradisional. Jarak antara minimarket di dalam kota/perkotaan maksimal hanya ada dua minimarket dalam jarak 100 meter, kecuali bagi perumahan yang telah memiliki kawasan bisnis/pertokoan sesuai dengan site plan-nya,” papar dia. Beberapa minimarket yang dinilai Erwin melanggar zonasi, salah satunya berada di sekitar Pasar Kramatmulya. Khusus untuk minimarket yang berada di pasar tersebut, tidak akan lama lagi bakal tutup seiring dengan habisnya masa kontrak. Sedangkan untuk di tempat lain, pihaknya bersama Satpol PP baru akan melakukan evaluasi. “Karena pengawasan jam buka/berjualan dan keberadaan toko modern dilakukan oleh dinas yang berkoordinasi dengan Satpol PP. Sedangkan untuk heregistrasi toko modern, itu sudah ranah BPPT (Badan Pelayanan Perijinan Terpadu). Seingat saya sih kewajiban untuk heregistrasi itu tiga tahun sekali,” kata Erwin. Menanggapi pernyataan Dede Sembada terkait kajian sosial ekonomi masyarakat di lokasi pendirian minimarket yang dilakukan lembaga independen yang berkompeten, diakui oleh Erwin, dilakukan oleh pengusaha. Mengacu pada pasal 6 Perbup, imbuhnya, kajian sosial ekonomi tersebut masuk persyaratan pendirian toko modern. Disinggung soal revisi Perda (Peraturan Daerah) Nomor 11 tahun 2011 seperti yang dilontarkan Dede Sembada, Erwin mengatakan, jika memang dipandang perlu maka akan diikuti. Mungkin saja, sambung dia, terdapat pasal yang perlu dipertajam. Namun dalam revisi itu nanti pihaknya menyarankan agar pelaku usaha toko modern pun perlu diajak bicara. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: