Kawasan Ekowisata Jadi Prioritas Bappeda
KUNINGAN - Pengembangan kawasan ekowisata menjadi perhatian serius Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kuningan. Lembaga tersebut menyusun dokumen Rencana Aksi Daerah (RAD) pengembangan kawasan ekowisata terintegrasi berbasis masyarakat, belum lama ini di Aula Bappeda. Workshop penelaahan terhadap RAD ekowisata tersebut dilakukan Tim Reviewer dari Bappeda Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari Prof DR Rinekso Soekmadi (Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor), Ir Agus Suhatman MP (Kepala Kebun Raya Cibodas) dan Ir Jemmy Marwita MSi (Kasubid Pertanian Bidang Ekonomi Bappeda Provinsi Jawa Barat). Workshop yang diikuti sekitar 50 orang itu berasal dari stake holder terkait. Antara lain kelompok penggerak pariwisata, akademisi, dan SKPD lingkup ekonomi dan infrastruktur. Ir Jemmy Marwita MSi mengatakan bahwa Kabupaten Kuningan merupakan satu-satunya kabupaten di Jawa Barat yang telah menyusun dokumen RAD Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat. Review terhadap RAD oleh Provinsi Jawa Barat dimaksudkan agar terwujud sinkronisasi dokumen perencanaan antara perencanaan yang disusun oleh kabupaten/kota dengan Provinsi Jawa Barat maupun pemerintah pusat. “Dalam perencanaan pembangunan wilayah Jawa Barat dikenal istilah pembangunan tematik kewilayahan, untuk wilayah Cirebon dan sekitarnya. Salah satu yang dikembangkan adalah pembangunan kawasan ekowisata. Berdasarkan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Kuningan, ekowisata menjadi sektor yang potensial untuk dikembangkan,” kata Jemmy. Kepala Bappeda Kabupaten Kuningan, Drs H Maman Suparman MM memaparkan bahwa daerahnya memiliki 43 objek daya tarik wisata alam dengan keunggulan keindahan bentang alamnya. Hal ini patut disyukuri dan harus menjadi modal pembangunan. Dari 43 objek tersebut, ditetapkan 30 kawasan ekowisata yang potensial dikembangkan melalui konsep empat cluster pengembangan. Yaitu cluster Pasawahan, Cigugur, Cilimus dan Darma. “Pembangunan ekowisata terintegrasi ini adalah sebagai upaya akselerasi untuk mengembangkan kawasan cepat tumbuh baru dengan aneka aktivitas yang terpadu secara harmonis dan terintegrasi sesuai potensi daerah yang dimilikinya. Kemudian juga mencakup kegiatan pelestarian lingkungan hidup, pertanian, kehutanan, industri kecil, pengembangan kebudayaan/kesenian lokal dan keanekaragaman objek wisata,” kata Maman. Sedangkan Prof DR Rinekso Soekmadi sebagai tim riviewer menyampaikan pentingnya pembangunan berbasis masyarakat, mengingat berbagai contoh di tempat lain banyak program yang diimplementasikan namun menyebabkan masyarakat tersingkir. Dia juga mengapresiasi adanya konsep pengembangan dengan sistem cluster yang disesuaikan dengan variasi objek, letak geografis dan prioritas pembangunan. “Dalam dokumen RAD perlu dijabarkan lebih rinci pembagian peran melalui penyusunan rencana aksi multipihak implementasi pekerjaan (RAM-IP) sehingga keterlibatan stake holders menjadi jelas peran, tugas dan tanggung jawabnya. Selanjutnya, perlu juga pelibatan unsur triple helix yaitu perguruan tinggi (academics), dunia usaha (business), dan pemerintah (government) dalam pembangunan sehingga pembangunan dapat berjalan dengan efektif,” tegas Rinekso di hadapan tim. Hal senada diungkapkan Ir Agus Suhatman MP. Dia menerangkan jika pembangunan kawasan ekowisata harus terintegrasi antara sektor dan antar kawasan. Pembangunan kawasan ekowisata bukan hanya bertumpu pada pengelolaan di dalam kawasan saja melainkan harus terintegrasi dengan luar kawasan dan kawasan penyangganya. Ekowisata diibaratkan sebagai gula, apabila sudah terbangun maka multiplier effects yang terjadi sangat besar baik di bidang ekonomi, sosial budaya, ekologi maupun tenaga kerja. “Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketersambungan komitmen dan antisipasi perubahan kebijakan, ini menjadi penting agar pengembangan ekowisata tidak berhenti di tengah jalan. Risiko atau dampak bangkitan yang terjadi misalnya kemacetan, juga harus menjadi fokus dalam pembangunan kawasan ekowisata,” sebut Kepala Kebun Raya Cibodas ini yang juga mengapresiasi pembangunan Kebun Raya Kuningan (KRK). Sementara itu, Kepala Bidang Ekonomi Bappeda, Wahyu Hidayah MSi menambahkan bahwa dokumen RAD menjadi pijakan penting dalam meningkatkan eksistensi tujuan penataan ruang Kabupaten Kuningan sebagai Kabupaten Konservasi. Pembangunan kawasan ekowisata terintegrasi berbasis masyarakat merupakan suatu terobosan dalam mewujudkan Kuningan yang mandiri dan sejahtera. “Melalui kegiatan ini diharapkan menjadi daya ungkit peningkatan IPM khususnya di bidang daya beli dengan menciptakan peluang lapangan kerja, di mana tenaga kerja yang dibutuhkan tidak dituntut keterampilan yang tinggi. Selain itu, juga akan muncul dampak positif lainnya, seperti, munculnya penganekaragaman produk pariwisata, sebagai alat strategi pemerintah dalam mengatasi kemiskinan, serta meningkatnya partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan dan nilai-nilai lokal,” papar peraih PNS Terbaik 2015 tersebut. (ags)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: