Keukeuh Perda Toko Modern Direvisi
KUNINGAN – Toko modern diminta untuk tidak memonopoli usaha yang berakibat pada matinya pelaku usaha kecil. Kendati satu sisi pelayanan toko modern dibutuhkan konsumen, namun di sisi lain, perlu pengaturan agar tidak membuat bangkrut pedagang kecil. Ketua Fraksi Restorasi PDIP DPRD, Nuzul Rachdy SE mengamati, belakangan ini toko modern sudah merambah pada penjualan pulsa dan token listrik. Bahkan ada toko modern yang mulai menjual air kopi. “Bisa-bisa, nanti toko modern menjual mi rebus. Nah, praktek seperti ini kami tolak. Pemda harus memberi batasan terhadap toko modern yang melakukan monopoli usaha,” tandasnya, kemarin (14/9). Zul mengakui, masyarakat membutuhkan pelayanan toko modern. Terutama berkaitan dengan kenyamanan dalam berbelanja yang menyediakan fasilitas AC dan lampu terang. Tapi di sisi lain, jangan sampai mematikan pedagang kecil sehingga perlu pengaturan yang jelas. “Toko modern itu, kalau saya klasifikasikan, ada tiga orientasi. Pertama orientasi pada syariah, kedua orientasi ekonomi kerakyatan dan ketiga orientasi neolib. Kalau orientasi syariah misalkan tidak menjual rokok, kalau orientasi ekonomi kerakyatan melibatkan rakyat dan kalau orientasi neolib ya monopoli,” ungkap Zul. Dia mengapresiasi Fajar Toserba yang kerap memperhatikan kajian sosial ekonomi. Tiap mendirikan outletnya, lanjut Zul, Fajar membuka di lokasi yang jauh dari keramaian. Tapi setelah Fajar itu berdiri, keramaian tercipta dengan banyak berdirinya toko-toko atau warung-warung. “Sewaktu di Padamenak begitu, tadinya kan sepi. Pas Fajar berdiri, jadi ramai. Lalu di Luragung, di Ciawigebang dan tempat lain pun demikian. Itulah yang bagus. Jangan sampai toko modern berdiri di lokasi ramai yang berakibat pada matinya pedagang kecil,” ucapnya. Toko modern juga, menurut Zul, diharuskan bermitra dengan pelaku UKM (usaha kecil menengah). Mereka harus siap memasarkan produk UKM dengan sistem yang tidak memberatkan. Begitu juga dengan penyaluran dana CSR, sejauh ini pihaknya melihat masih ada yang belum terkoordinir dengan baik. “Saya juga mempertanyakan donasi uang kembalian konsumen, itu dikemanakan. Satu sisi konsumen juga gengsi, tapi di sisi lain bertanya-tanya mau dikemanakan uang itu,” ujar dia. Pada intinya, Zul menilai masyarakat tetap membutuhkan pelayanan toko modern. Namun pelaku usaha toko modern pun jangan melihat sesuatu dengan kacamata kuda. Pihaknya menghormati pasar bebas namun dalam masalah ini perlu adanya pembatasan konten penjualan. “Untuk jam buka toko modern, nampaknya kalau jam 10 terlalu siang. Perlu adanya evaluasi jam buka semisal pukul 9 pagi. Jadi Perda (Peraturan Daerah) yang mengatur hal ini perlu direvisi, khusus pada jam operasional,” pungkasnya. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: