Hanya 20 Produk UKM
Produk yang Dipasarkan di Toko Modern KUNINGAN – Kemitraan antara pelaku usaha pasar/toko modern dan pelaku UKM (usaha kecil menengah) nampaknya harus lebih ditingkatkan. Pasalnya, hingga tahun ini baru 20 produk UKM saja yang ikut dipasarkan oleh toko modern. Sedangkan hasil pendataan 2014, jumlah UKM di kota kuda hampir mencapai 21 ribu. Kepala Dinas KUKM (Koperasi dan Usaha Kecil Menengah), H Dodi Nurohmatudin MP menyebutkan, 20 produk tersebut tersebar di tujuh pasar modern. Di antaranya Carrefour, Fajar Toserba, Tiara, Yogya, Alfa Mart, Aneka Sandang dan Surya Toserba. Rata-rata tiga produk untuk tiap pasar modern. “Di Carrefour Cirebon, ada jahe instan produk AGS, gemblong ubi produk Hanayah, jeruk nipis produk Kencana dan Jenisa. Di Fajar ada kue asam manis produk Mustika, kue susu produk Anaya, jeruk nipis produk Jenisa, dan kerupuk tulang ayam produk Wandy. Lalu di Tiara, ada kripik ubi ungu, kue susu, jeruk nipis dan kue kering produk Marlin,” papar Dodi kala ditemui Radar di ruang kerjanya, kemarin (15/9). Di Yogya Toserba, lanjutnya, terdapat kripik dan dodol ubi ungu produk AGS, kerajinan kayu, dan jeruk nipis produk Kencana. Di Alfa Mart terdapat keripik ubi ungu produk Hanayah, rempeyek produk Prima Rasa dan Sistik produk Cipta Rasa. Selain itu di Aneka Sandang terdapat gemblong, kue kering dan kerajinan tangan dari Cigugur. “Sedangkan di Surya Toserba ada keripik dan dodol ubi ungu produk AGS. Jadi, tujuh pasar modern yang ikut memasarkan produk UKM Kuningan dengan jumlah 20 produk,” tegasnya. Dodi mengakui, jumlah 20 produk tersebut masih dianggapnya sangat kurang. Namun ini karena tiap toko modern memiliki persyaratan tertentu. Antara lain, kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk harus diperhatikan. Baik menyangkut kemasan, penyajian, maupun bentuk. “Kesepakatan pembayaran pun jadi persyaratan yang ditentukan toko modern. Ada yang menggunakan jangka waktu, misal 7 hingga 22 hari dibayar, ada juga yang tergantung barang yang laku baru dibayar (konsinyasi). Jadi untuk sistem pembayarannya tergantung kesepakatan antara pelaku toko modern dan pelaku UKM,” ungkapnya. Menurut Dodi, masalah ini menjadi hikmah sekaligus tantangan. Satu sisi pelaku UMK harus meningkatkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk, di sisi lain pendekatan yang dilakukan perlu diintensifkan serta dibutuhkan fasilitasi pemerintah. Tantangan tersebut, menurut dia, bersifat positif karena untuk barang tertentu harus sesuai syarat yang diterapkan. “Tapi ada juga sisi negatifnya. Kalau daya beli orang tetap, kemudian datang produk yang sama dengan kualitas lebih bagus, maka produk UKM akan tersisihkan. Baik dari segi kemasan, penyajian, bentuk dan lain-lainnya,” kata dia. Selama ini, Dodi mengaku kalau Dinas KUKM terus berusaha membantu pelaku UKM untuk meningkatkan kualitas produknya. Seperti dengan mengadakan pelatihan kewirausahaan, membantu penerbitan sertifikat halal, memfasilitasi Surat PIRT, serta membantu mendesain merk dan kemasan. “Mulai tahun ini, kami pun dipercaya oleh Kementerian KUKM RI untuk memfasilitasi pemberian bantuan modal kepada UKM-UKM. Sudah 26 UKM yang telah ditransfer modal oleh pusat dengan nilai variatif antara 5 sampai 10 juta Rupiah. Total, dari pusat senilai Rp168 juta. Sampai akhir tahun bisa mencapai Rp500 juta,” sebutnya. Disamping itu, pihaknya mendapat kepercayaan pula dari pusat untuk memfasilitasi pematenan hak cipta dan merk produk UKM ke Kemenhumkam RI. Sedikitnya 75 produk yang hendak diajukan ke pusat dalam kegiatan HKI (Hak Kekayaan Intelektual) tersebut. “Ke depannya, kami berharap ada integritas program antar SKPD. Contoh, ubi ungu ini sudah bagus tapi bahan bakunya kekurangan. Nah di sinilah dibutuhkan peran SKPD lainnya seperti Distanakan dan BKP3 dalam pemenuhan bahan baku. Sedangkan untuk permodalan difasilitasi oleh Disperindag dan Dinas KUKM misalnya, sehingga UKM itu tetap berdiri tegak,” harapnya. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: