Biar Fakta yang akan Menjawab
KPAID Heran Statemen LKBH PGRI Soal BOS KESAMBI – KPAID Kota Cirebon heran dengan pernyataan LKBH PGRI yang memprediksi penyelidikan kejaksaan soal BOS tidak akan menuai hasil. Padahal saat ini proses pemeriksaan terhadap para kepala sekolah berkaitan dengan kasus dugaan penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) masih berjalan. “Pemeriksaan kepada para kepsek berkaitan dengan kasus dugaan penyimpangan dana BOS sekarang kan sedang berjalan. Kok ada yang berani memprediksi penyelidikan kejaksaan tidak akan menemukan hasil alias tidak ditemukan penyimpangan,” ujar Anggota Pokja Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan KPAID Kota Cirebon Nana Yohana SSos, Minggu (8/8). Menurutnya, Ketua Lembaga Kajian dan Bantuan Hukum PGRI Kota Cirebon, Sugianto SH MH bebas mau berargumen apapun. Nanti yang akan membuktikan benar tidaknya dugaan penyimpangan dana BOS adalah hasil pemeriksaan dan penyelidikan kejaksaan. Dan hasil pemeriksaan harus dipublikasikan kepada masyarakat. Terbukti atau tidak terbukti, masyarakat harus tahu. Bila terjadi penghentian penyelidikan atau SP3, juga harus jelas alasannya. Terkait adanya surat pernyataan dari para kepala sekolah tentang tidak adanya pungutan, itu sah-sah saja. “Kami berharap aparat kejaksaan bekerja secara profesional, jujur, transparan, bertanggung jawab, dan menjunjung tinggi supremasi hukum,” paparnya dijumpai di Warung Magnet. Bagi Nana, biar fakta yang akan menjawab. Jika memang tidak terbukti, maka akan bebas, dan bilamana terbukti ada penyimpangan, bumerang bagi yang membuat pernyataan. Karena dianggap telah berbohong atau terlibat dalam praktik penyimpangan dana BOS. Konsekuensinya dikenakan sanksi hukum. Terpisah, Divisi Ahli Analisis dan Riset Indonesia Education Watch (IEW), Syubbanuddin Alwi berpendapat, berkaca dari berbagai persoalan yang terkait dengan dana BOS, mendesak dikaji ulang keberadaan BOS. Dengan terlebih dulu melakukan evaluasi antara anggaran yang diberikan dengan realitas di sekolah. Masing-masing tingkatan pemberi BOS harus melakukan evaluasi, terutama bagi pemerintah daerah melalui BOS kota atau kabupaten yang diambil dari APBD daerah. Begitupun pemerintah provinsi dan pusat. “Realitas di lapangan, antara dana BOS dengan siswa tidak memiliki korelasi yang bagus. Tidak berbanding lurus dengan dana yang sudah diberikan. Di bawah sepertinya Dinas Pendidikan tidak cukup siap,” terangnya saat ditemui koran ini di Gedung DKC. Fenomena ini, kata Alwi, tidak hanya terjadi di kota, tapi juga kabupaten dan wilayah Ciayumajakuning. Setelah anggaran pendidikan diberi berlapis, tidak mengakibatkan mutu pendidikan berubah. Justru yang ada saat ini dana BOS hanya dimanfaatkan oleh oknum kepala sekolah dan konspirator pendidikan. Wal hasil, BOS pun hanya bohong-bohongan, tidak tepat sasaran. Yang diberikan kepada siswa hanya beberapa tetes dari tegukan yang telah dinikmati oknum kepala sekolah dan oknum pendidikan lainnya. “Asumsi saya, 60 persen dana BOS tidak tepat sasaran. Dan ini sangat mudah diketahui. Kalau gak bisa tahu, ya sini biar saya yang ngajarin,” ucapnya. Untuk itu, sambung Alwi, tidak berlebihan jika dirinya mengusulkan agar lebih baik BOS dikembalikan, karena BOS tidak efektif. Ini berkait dengan mutu pendidikan, yang seharusnya dana pendidikan tidak diselewengkan. “Negara ini sudah mau karam, jangan semuanya jadi maling. Mengkorup anggaran pendidikan adalah hal mendasar yang sangat dzolim,” tandasnya. (hen)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: