Melihat Pembuatan Okarina, Alat Musik Tiup dari Tanah Liat

Melihat Pembuatan Okarina, Alat Musik Tiup dari Tanah Liat

Butuh Keuletan dan Tingkat Kemiringan yang Pas Puluhan warga Desa Andir Kecamatan Jatiwangi mengikuti pelatihan dan workshop pembuatan alat musik dengan bahan baku dari tanah liat, yang diberi nama okarina. Bagaimana proses dan kendala pembuatan alat musik unik tersebut? Almuaras, Jatiwangi   DALAM rangka memperingati tahun tanah, Jatiwangi Art Factory (JAF) bakal menggelar pertunjukan okarina, yang merupakan alat musik tiup sejenis peluit yang bahannya dari tanah liat dengan menghasilkan suara yang khas. Aktivis JAF, Beben Nurberi menyebutkan sedikitnya 200 okarina bakal dibuat warga Desa Andir. Ditargetkan ribuan okarina akan dibuat warga di Kecamatan Jatiwangi dan akan dimainkan pada pertunjukan okarina dan alat music lainnya November 2015 mendatang di kompleks PG Abadi Jatiwangi. “Kami akan melibatkan warga di 16 desa se-Kecamatan Jatiwangi serta para siswa untuk pertunjukan nanti,” ujar Beben. Sementara itu, seorang mentor pembuatan okarina yang juga Ketua Karang Taruna Desa Andir, H Aceng Sugianto menyebutkan kegiatan workshop pembuatan okarina diikuti 25 peserta yang nanti akan melatih warga lainnya untuk membuat 200 okarina di Desa Andir. “Membuat okarina ini gampang-gampang susah, karena tidak semuanya bisa menghasilkan suara,” ujar Aceng di sela mengikuti workshop di balai desa Andir, Sabtu (19/9). Perlu ketekunan dan keuletan agar menghasilkan okarina dengan suara yang nyaring. “Agar okarina ini bisa berbunyi, tingkat kemiringan dan lubangnya harus pas,” ujar Aceng, seraya mengakui tanah liat di Jatiwangi sangat cocok untuk membuat okarina tersebut. “Okarina yang  udah dibentuk dan kering nanti akan dibakar hingga suaranya lebih nyaring,” imbuhnya. Pria 38 tahun ini mengapresiasi positif gagasan seniman dari JAF untuk membuat alat musik berbahan tanah liat tersebut. “Kami sangat senang untuk bisa berkarya demi mengenalkan Jatiwangi kepada masyarakat luas, sebagai kawasan industri genteng dan produk dari tanah liat lainnya yang lebih bernilai,” tutur Kades Andir, H Uung. Dikutip dari Wikipedia, Okarina adalah alat musik kuno yang dimainkan dengan cara ditiup dan merupakan salah satu alat musik tertua, dan diyakini telah ada sejak zaman batu atau sekitar 12.000 tahun lalu. Okarina ditemukan di berbagai kebudayaan dengan variasi yang beragam, terutama di Afrika, China, dan Meksiko. Okarina tradisional berbentuk bulat seperti telur dengan beberapa lubang dan memiliki saluran kecil untuk ditiup. Biasanya terbuat dari tanah liat, namun ada juga yang terbuat dari plastik dan logam serta sering dibentuk menyerupai angsa. Kata okarina sendiri berasal dari bahasa Italia yang berarti angsa kecil. Salah satu versi okarina yang paling modern dan banyak dikenal sekarang ini berasal dari Italia, yang mulai dikembangkan pada tahun 1865 oleh Guiseppe Donati. Okarina versi Italia ini memiliki 10 lubang berbeda ukuran yang ditutup atau dibuka dengan kombinasi tertentu saat alat ini ditiup untuk menghasilkan nada-nada tertentu. Bila semua lubang ditutup, tidak akan terjadi resonansi, sehingga tidak akan terdengar nada apapun. Okarina banyak dimainkan satu orang dalam pertunjukkan tunggal. Namun, kadangkala dimainkan dalam suatu orkestra atau untuk mengiringi tari-tarian. Beberapa puluh tahun lalu di kala okarina sangat populer, kelompok musik okarina banyak dibentuk. Mereka membawakan berbagai jenis okarina, dari suara bass hingga sopranino. Kini, okarina sudah jarang dimainkan dan lebih sering dijadikan mainan atau cinderamata. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: