BTNGC Harus Bersikap
PADA saat mendebatkan kewenangan atas pengelolaan mata air Talaga Nilem, salah seorang anggota Komisi II, Nuzul Rachdy SE mengeluarkan masukan yang nyaris diterima semua pihak. Politisi PDIP ini mengingatkan kembali, seiring dengan terbitnya regulasi baru, kini mata air di kawasan TNGC (Taman Nasional Gunung Ciremai) dikuasai oleh Kemenhut via BTNGC (Badan Taman Nasional Gunung Ciremai). “Saya kira dari diskusi kita ini kita bisa tarik benang merahnya. Mata air yang berada di kawasan TNGC kini dikuasai oleh BTNGC. Jadi, siapapun yang ingin mengelola mata air, izinnya mesti diusulkan ke Menhut. Dan untuk pengelola di sini boleh siapapun baik perorangan, BUMD, BUMN dan sebagainya. Asalkan tidak boleh dikelola langsung oleh pemerintah,” paparnya. Kendati SK bupati menyangkut penyerahan kewenangan pemanfaatan ke PDAM telah dikeluarkan, namun tidak bersifat absolut. Sebab, kewenangan berada di tangan Kemenhut. Tinggal bagaimana Kemenhut atau BTNGC mengawal sepenuhnya selaku lembaga yang tahu betul siapa yang kompeten untuk mengelola. Dengan demikian, lanjut Zul, saat ini kondisinya sedang status quo, mengingat belum ada IUPA (Izin Usaha Pemanfaatan Air). Sementara untuk menerbitkan IUPA dibutuhkan waktu. Sehingga dalam masalah ini dirinya memandang perlu keberanian dari BTNGC untuk mengeluarkan diskresi dengan menerbitkan surat tentang pengelolaan sementara. “Butuh keberanian dari BTNGC untuk menerbitkan surat yang menerangkan siapa pengelola sementara. Apakah oleh PDAM atau siapapun, hanya kami selaku bagian dari penyelenggara pemerintahan Kuningan pasti mendukung PDAM Tirta Kamuning,” tandasnya. Dalam konteks Talaga Nilem itu, Zul merasa heran atas superioritas yang dimiliki Kompepar (Kelompok Penggerak Pariwisata) Talaga Remis. Entah bagaimana sejarahnya, sambung dia, Kompepar mempunyai power luar biasa dalam mengantongi izin serta membuat perjanjian dengan CV TNS. Selain Zul, beberapa wakil rakyat lain turut berbicara. Seperti Saw Tresna Septiani SH dan Saldiman Kadir. Dalam pernyataannya, Saw Tresna meminta agar CV TNS menahan diri untuk memanfaatkan mata air Talaga Nilem. Sebab sebagaimana telah disepakati sebelumnya, perjanjian sudah dianggap cacat hukum. “Terima kasih kepada kades Kaduela karena sekarang kita jadi tahu masalahnya. Kami minta agar CV TNS tidak beroperasi dulu. Apa yang diusulkan Pak Zul saya sepakat dimana BTNGC harus bijak dan semuanya diarahkan pada kepentingan rakyat,” pintanya. Beberapa pejabat dari SKPD Kuningan pun ikut berbicara setelah dipersilakan pimpinan rapat. Dari BPPT misalnya, keberadaan CV TNS ataupun PT Kayuagung Pilar Kencana harus memohon SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dan TDP (Tanda Daftar Perusahaan) dari Kuningan. Begitu juga IMB dalam membangun kolam atau bak penampungan. Karena sampai saat ini belum ada data perusahaan-perusahaan tersebut di BPPT Kuningan. Dari Dispenda pun mengatakan, Kompepar masih nunggak pajak untuk Juli 2015. Sedangkan dari Bagian Hukum Setda memandang perlu adanya pengakhiran kerja sama antara Kompepar dan CV TNS. “Kesimpulannya, PDAM segera tindaklanjuti SK Bupati untuk menyegerakan perizinan dan melakukan MoU dengan BTNGC. Lalu, BTNGC diimbau untuk membantu pembuatan perizinan dan bisa mengeluarkan kebijakan sebelum perizinan tersebut keluar,” tegas Dede Ismail selaku pimpinan rapat. Selain itu, mengimbau BPPT untuk menertibkan CV TNS dan para pihak lain untuk melengkapi perizinan. DSDAP diimbau untuk menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan optimal. Terakhir, mengimbau CV TNS untuk bekerja sama dengan PDAM Kuningan dalam melangsungkan usahanya. Jika ini terjadi, PDAM berarti menjual air curah. Artinya, PDAM tidak perlu membeli aset CV TNS. Dengan begitu terhindar dari pengeluaran modal untuk investasi. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: