“Jangan Lihat Hukuman, Tapi Niatnya”
Lebih Berbahaya, Kadinkes Tak Setuju Ruang Khusus Merokok HARJAMUKTI - Setelah Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok ditetapkan, muncul pro kontra dari hukuman yang ditetapkan. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon, dr H Edi Sugiarto MKes, Perda KTR hendaknya tidak dilihat dari produk perdanya, tetapi asbabun nuzul dan niat baik dari aturan tersebut. \"Jangan lihat hukumannya saja, tapi ketahui niatnya. Kita ingin melindungi anak sekolah, ibu-ibu hamil, remaja, bayi, dan balita jangan sampai teracuni,\" terang Edi kepada Radar, Kamis (24/9). Hal itu lantaran dalam satu batang rokok terdapat 4.000 racun. Di samping tar dan nikotin itu yang membuat ketagihan. \"Di sini kita bukan melihat hukuman Rp50 ribu hingga Rp2,5 juta, sebenarnya hukuman itu bisa tidak dikenakan dengan sendirinya,\" ungkapnya. Menurutnya, dalam menerapkan denda, pihaknya akan melakukan secara bertahap. Pertama, pihaknya akan melakukan secara persuasif, dengan memberi tahu dulu mengenai kawasan yang tidak boleh merokok. \"Kalau besok misalkan dia datang lagi kemudian merokok lagi, kita kasih peringatan sampai ketiga. Keempat kali baru kita kenakan denda,\" tandas Edi. Dikatakan dia, sosialisasi Perda KTR akan berlangsung selama setahun. Sosialisasi awal perda tersebut akan dilakukan di setiap event atau pertemuan, baik dalam acara kedinasan atau kemasyarakatan. Yakni, dengan cara menyelipkan mengenai materi bahaya merokok. \"Nanti kalau ini sudah jalan beberapa bulan, baru ada pengawasan masing-masing,\" ucapnya. Dia mengakui, dalam setahun perda ini masih belum berjalan efektif lantaran dalam masa sosialisasi. Namun, meski dalam masa sosialisasi, hendaknya masyarakat bisa menerapkan dan menyesuaikan dengan aturan baru tersebut. \"Kita akan lakukan secara bertahap. UU Lalu Lintas saja butuh tiga tahun. Itu kelasnya undang-undang, nah perda ini kita sosialisasikan pelan-pelan, yang penting bukan hukumannya tapi intinya kita ingin melindungi,\" jelasnya. Sebab dengan merokok, secara tidak langsung juga ikut meracuni orang lain di sekitarnya. Bahkan, menurut Edi, bahaya bagi perokok pasif ini bisa empat kali lebih berbahaya. Mengenai sosialisasi dalam bentuk pemasangan stiker KTR, itu bisa saja dilakukan kemudian. Saat ini sosialisasi akan dilakukan secara soft yakni dengan menyisipkan materi bahaya rokok di setiap acara pemerintahan dan kemasyarakatan. Di lain sisi, Edi juga tidak setuju dengan adanya ruangan khusus merokok. Ia lebih setuju jika memang bagi para perokok lebih baik merokok di luar kantor terutama di ruang terbuka hijau. \"Saya tidak setuju kalau dibuatkan ruang khusus merokok, itu bisa lebih berbahaya lagi. Akan lebih baik merokok di ruang terbuka hijau, di luar di bawah pohon rindang itu lebih sehat,\" ujarnya. Terpisah, Praktisi Hukum Bambang Wirawan SH menilai, adanya Perda KTR di Kota Cirebon sangat bagus. Namun di mata masyarakat perda tersebut memang tidak cukup populis. Karena merokok bebas sudah menjadi kebiasaan masyarakat di segala lini. Maka perda tersebut akan sulit beradaptasi, terlebih penerapan sanksinya. Maka sebagai konsekuensinya, pemerintah ataupun swasta seharusnya bisa menyediakan ruangan khusus merokok. \"Nah apa sanksinya apabila di tempat-tempat yang dilarang ini tidak menyediakan fasilitas tempat khusus merokok? Ini harus karena konsekuensinya seperti itu,\" tandas Bambang. (jml)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: