Lagi, Dosen Uniku Raih Gelar Doktor
KUNINGAN - Kualitas Universitas Kuningan (Uniku) terus menunjukkan jaminan, menyusul terus bertambahnya dosen bergelar doktor. Yang terbaru adalah Dr Yusina Gloriani MPd. Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Uniku tersebut sukses meraih gelar doktor, pada Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, di Sekolah Pasca Sarjana (SPs) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Yusina Gloriani MPd lulus sidang promosi doktor dengan predikat sangat memuaskan. Disertasi Yusiana terbilang sulit dan unik. Mengambil penelitian berjudul “Nilai Sosial dan Nilai Budaya pada Kakawihan Kaulinan Barudak Lembur (KKBL) di Kabupaten Kuningan, serta Internalisasi Nilainya di Sekolah Dasar”, Ia berhasil menemukan 40 jenis KKBL di kota kuda ini. Ke 40 jenis KKBL itu, dibagi dalam 3 sajak permainan. Yaitu kelompok sajak anak-anak yang dinyanyikan tidak dalam permainan. Seperti sajak untuk menyindir ada ayang-ayang gung, sajak untuk memanggil ada jaleuleu, sajak berdoa ada trang trang kolentrang, sajak bersenda gurau ada tokecang, sajak mengasuh ada ucang-ucang angge dan sajak bermain kata ada kalima gobang. Kemudian kelompok sajak anak yang dinyanyikan dalam permainan, terklasifikasi untuk bermain saja ada oray-orayan, sambil bermain kata ada punteun mangga, sambil bertanya jawab ada ambil-ambilan, untuk adu ketangkasan ada truk truk brul, dan untuk menebak ada pacublek cublek uwong. Terakhir sajak anak untuk menentukan siapa yang menjadi kucing. Sajak ini dinyanyikan sebelum permainan dimulai. Seperti cingciripit, hompimpah, tat tit tut dan ning nong nong. “Hasil observasi dan wawancara, saya baru menemukan 40 jenis nama KKBL. Kalau terus diteliti, mungkin bisa ratusan,” ungkap Dr Yusida Gloriani MPd, Minggu (27/9) kepada Radar. Observasi mengenal KKBL berawal dari keprihatinannya terkait nyanyian dan permainan anak warisan para leluhur yang sudah ditelan bumi. Padahal, warisan tersebut merupakan kekayaan budaya, mengandung ajaran, kearifan lokal dan maknawi. Meskipun saat dimainkan, sebenarnya anak-anak tidak tahu makna. Atau hanya menikmati permainan. Tidak dikenalnya KKBL mulai dirasakan sejak 1980. Anak-anak kini lebih bersifat individual, jarang berkomunikasi dengan teman akibat terlalu disuguhi game, handphone dan lain-lain dalam keseharian. Padahal, game mengajarkan kalah menang, adapun KKBL lebih bersifat play. Artinya memiliki nilai luhur terhadap anak tentang kebersamaan, tanggungjawab, keepdulian, gotong royong, kejujuran dan keberanian. Sehingga lebih bermanfaat. “Tapi justru yang bersifat play yang ditinggalkan anak-anak sekarang,” ujar istri dari Irfan Efendi ini yang juga peraih Hibah Desertasi Doktor (HDD) dari Dikto tahun 2015 ini Nilai budaya tersebut sebenarnya mengacu pada butir-butir Pancasila yang konteksnya diangkat dari kehidupan. Jika KKBL hilang, berarti butir pancasila kini hanyalah sebuah konsep. Untuk membangkitkannya, Dr Yusida memberikan solusi internalisasi nilai di SD. Bersama Uniku, Ia akan mencoba mengadakan workshop dengan peserta dari para guru SD agar mereka bisa kembali mengenalkan KKBL kepada siswa melalui kegiatan ekstrakurikeler. Bagi Prodi PBSI Uniku, Ia akan menekankan bahwa KKBL termasuk sastra lisan. Jadi yang mesti dipahami dan dikaji mahasiswa bukan hanya sastra tulis. (tat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: