Red Bull Krisis Mesin

Red Bull Krisis Mesin

  ENSTONE - Rencana Renault untuk kembali ke Formula 1 sebagai konstruktor penuh semakin dekat. Pabrikan asal Prancis tersebut dilaporkan telah meneken letter of intent (LOI) dengan pemilik Lotus Formula 1. Surat tersebut menjadi pernyataan keseriusan Renault untuk mengakuisisi saham mayoritas skuad Enstsone tersebut. LOI adalah pernyataan tertulis berisi komitmen pembuatnya untuk masuk ke dalam perjanjian bisnis formal dengan pihak atau orang lain. Meski belum mengikat kedua pihak surat ini merupakan langkah awal untuk menuju kesepakatan besar berikutnya. Momen pengumuman pada kemarin pagi sekaligus memberikan sinyal kepada pengadilan tinggi setempat dimana Lotus menghadapi sidang kasus gagal bayar pajak. Kasus tersebut diajukan oleh lembaga non-kementerian yang mengurusi pengumpulan pajak Her Majesty\'s Revenue and Customs alias HMRC. Awalnya kasus tersebut dibawa ke Pengadilan Tinggi oleh HMRC pada 7 September. Lotus dianggap gagal membayar pajak pendapatan dan asuransi nasional untuk bulan Juni. Totalnya GBP 900 ribu atau sekira Rp 20 miliar. Dengan LOI tersebut Renault memberikan sinyal pada pengadilan bahwa Lotus tidak lama lagi memiliki uang yang cukup untuk melunasi tunggakan tersebut. “Renault Group dan Gravity Motorsports S.a.r.l., yang merupakan partner dari Genii Capital SA dengan bangga mengumumkan penandatanganan LOI terkait rencana akuisisi Renault pada saham Lotus F1 Team Ltd,” tulis Renault dalam pernyataan resminya dikutip Autosport. Penandatangan LOI tersebut, lanjut pernyataan tersebut, merupakan langkah maju di tengah proyek kembalinya tim Renault ke balapan F1 musim depan. Ini akan menandai komitmen Renault selama 38 tahun pada ajang balapan kelas premium dunia. “Renault Group dan Gravity akan bekerja sama dalam beberapa pekan ke depan untuk mewujudkan transaksi definitive dan pemenuhan syarat-syarat lainnya,” tambah pernyataan tadi. Bagaimana nasib Red Bull Racing (RBR) setelah ditinggal Renault? Situasinya kritis. Juara dunia konstruktor empat musim beruntun tersebut hingga saat ini belum bisa mendapat kepastian dari Ferrari untuk memasok mesin pada musim depan. “Kami sudah sangat-sangat telat (mendapatkan kesanggupan pemasok mesin). Untuk Toro Rosso (tim junior RBR) situasinya lebih kritis lagi,” ungkap Bos RBR Christian Horner dilansir Motorsport. Motorsport melaporkan mepetnya waktu bagi Ferrari untuk menyiapkan mesin membuat pabrikan Italia hanya bisa memasok mesin pengembangan dari spek 2015. Bukan mesin baru. Artinya, jika Red Bull mau, mesin tersebut sama kelasnya dengan yang dipasang pada mobil tim Sauber dan Haas. Bahkan bisa lebih buruk. Salah satu jalan keluar bagi Red Bull adalah mengajukan permohonan kepada FIA untuk membuka pintu pengembangan mesin sepanjang musim tahun depan. Tidak terkena aturan engine freeze. Ini seperti kelas Open di balapan MotoGP dua musim terakhir. Namun melihat tradisi F1 yang selalu ketat pada aturan, ide tersebut akan sulit diwujudkan. (cak)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: