Butuh Modal dan Promosi yang Lebih Luas
DI lokasi yang berbeda Nur Alifah (45), salah seorang perajin batik tulis di Desa/Kecamatan Ciwaringin mengatakan bahwa hari batik nasional yang merupakan bentuk pengakuan kain batik sebagai buah karya dan kebudayaan Indonesia. “Iya katanya sih hari ini hari batik nasional, semoga batik kita lebih dikenal oleh mancanegara,” katanya. Menurutnya, pembuatan batik ini, mengalami kendala saat ini yang dirasakan adalah memang terkait promosi yang terbatas pada ide masing-masing perajin dengan melalui internet. Sedangkan dalam hal ini perajin butuh promosi yang lebih luas. “Promosi kami sebatas melalui internet, tapi alhamdulillah sudah ada kemajuan dari sebelumnya. Kami juga sering ikut dalam kegiatan pameran yang diselenggarakan di luar daerah,” paparnya. Dijelaskannya, ada perbedaan harga yang sangat jauh antara batik tulis dan batik printing sehingga masyarakat lebih memilih batik printing yang harganya lebih murah. “Kami ingin ada promosi batik tulis yang lebih luas lagi, jangan sampai betik tulis kalah dengan batik printing,” ungkapnya. Maka dirinya berharap kepada pemerintah daerah untuk lebih mempromosikan batik tulis sebagai warisan budaya yang mempunyai ciri khas tersendiri. ”Saya sangat mengharapkan kepada pemerintah memberikan peluang kepada kami, untuk mempromosikan batik warisan leluhur kami,” harapnya. Di hari batik nasional ini, menurut para pedagang batik di Central Batik Trusmi ini, tidak sedikit yang menilai, bahwa nasib perajin ini tidak pernah mengalami kemajuan. Padahal, jika mereka diberikan fasilitas memasarkan sendiri produk batik yang dibuatnya, maka bukan tidak mungkin kesejahteraan para perajin juga akan ikut terdongkrak. Dibandingkan dengan harga batik tulis di showroom yang bisa mencapai jutaan rupiah, perajin hanya diberi harga murah oleh para pengusaha. Sehingga, para perajin tidak bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi untuk setiap goresan lilin di kain batik. Meskipun saat ini pemerintah daerah sudah memberikan fasilitas kios gratis kepada pengrajin di Pasar Batik Trusmi, perajin masih merasa belum maksimalnya promosi yang diberikan. Imbasnya, Pasar Batik Trusmi kalah pamor dengan beberapa showroom yang ada di Kawasan Batik Trusmi yang terletak tidak jauh dari Pasar Batik Trusmi. “Bukan hanya itu saja, permodalan bagi kami ini masih dirasakan memberatkan. Karena beberapa bank yang bisa memberikan pinjaman, menentukan harus adanya agunan yang diberikan kami kepada bank. Intinya kami tidak bisa meminjam uang di bank karena tidak memiliki anggunan,” ujar Masnedi, salah seorang pembatik senior. Masih dikatakan Masnaedi, bahwa para perajin batik di Trusmi ini lebih memilih merugi jika dibandingkan dengan meninggalkan pekerjaannya untuk membatik. Hal itulah yang membuat batik masih terus eksis hingga saat ini. “Saat ini banyak showroom batik, tapi bukan berarti perajin ikut menikmati hasilnya. Penghasilan perajin batik bisa dikatakan kecil dan yang mendapatkan keuntungan adalah pengusaha,” katannya. Dengan adanya Hari Batik Nasional ini, ia berharap Pemerintah Kabupaten Cirebon dapat membentuk suatu organisasi untuk menyeleksi motif yang memang asli dari Cirebon. Dengan organisasi itu sendiri, ia meuyakini ke depannya, lebih banyak banyak motif batik cirebonan yang akan dikenal oleh masyarakat. “Pernah ada yang menyerahkan seratusan motif batik yang katanya asli cirebon. tapi, begitu saya lihat, mohon maaf hanya beberapa motif saja yang memang mirip dengan motif batik cirebonan. Sisanya cenderung asal dibuat saja,” tegasnya. Di lokasi yang berbeda Bupati Cirebon Drs Sunjaya Purwadi Sastra mengatakan saat ini batik Cirebon berkembang dengan baik, karena pemerintah tidak henti-hentinya mendukung para perajin batik, dan juga mempromosikan batik Cirebon ini ke sejumlah daerah, “Batik Cirebon ini, sudah sangat berkembang, kita lihat di pasar central batik trusmi setiap hari sabtu dan minggu selalu penuh oleh para pengunjung dari luar Cirebon,” ujarnya. (arn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: