Rekaman CCTV Tak Bisa Dibuka
SELEPAS Dzuhur, Rana Suparman SSos mengajak massa untuk memasuki ruang paripurna kembali. Namun pada saat itu dia menginformasikan pemutaran rekaman CCTV tidak dapat dilaksanakan di ruang tersebut. Dia mengajak massa untuk melihatnya di ruang kabag umum DPRD. Lantaran ruangan kecil, ratusan massa pun berdesakan di ruang kabag umum. Dari sekian banyak massa, hanya puluhan orang saja yang bisa melihatnya. Pembukaan rekaman CCTV dipandu oleh Heri, salah seorang pegawaian kelurahan yang kebetulan dianggap cukup ahli dalam hal itu. Tapi ternyata, saat Heri membuka rekaman pada 15 Agustus dan 16 Agustus, muncul keterangan tidak ada data. Lain halnya ketika membuka rekaman pada 8 Oktober, hasil rekaman bisa terlihat. Kontan saja para aktivis ormas dan LSM merasa kecewa. Mereka merasa dipermainkan karena awalnya ada kesiapan untuk memutar. “Kapasitas memorinya terbatas, hanya satu tera. Ini hanya cukup menyimpan satu minggu sebelumnya, tidak berbulan-bulan. Disamping itu UPS juga tidak dinyalakan. UPS ini cadangan baterai. Jadi kalau mati lampu, CCTV masih tetap bisa merekam,” jelas Heri yang dipinta bantuan oleh pihak kesekretariatan DPRD. Tidak berapa lama, ratusan massa memasuki ruang parpurna kembali. Mereka mengekspresikan kekecewaannya atas ketidakbisaannya memutar CCTV. Mereka merasa dipermainkan lantaran pada awalnya Rana menyatakan siap untuk membuka pada hari itu juga. “Kami sangat kecewa. Dengan begini maka membiarkan publik memfitnah. Dengan begitu kami masih berkesimpulan bahwa dugaan kemaksiatan terjadi di gedung ini. Kami tidak yakin sebelumnya ketua dewan tidak mengetahui bahwa rekaman CCTV tak bisa dibuka,” teriak Dadan dari Gardah. Farid menambahkan, jika merasa muslim, ketua dewan itu imam. Sedangkan rakyat sebagai makmumnya. Dengan begitu, ruang paripurna tersebut dapat dianalogikan sebagai masjid. Oleh karenanya, tidak etis jika masjid dijadikan tempat hiburan. Menyikapi hal itu, Endin Kholidin selaku ketua FPI pun menegaskan, perjuangan pembuktian kebenaran tidak akan berhenti sampai di situ. Terlebih sebelumnya ada acara rutin serupa dan ada pengakuan pernah digelar perlombaan gapleh. “Mohon maaf, meski biasanya anggota dewan disebut yang terhormat. Sampai saat ini kami belum bisa menyebutkan hal itu dan belum bisa menghormati Anda. Insya Allah nanti pun Allah akan menunjukkan buktinya. Kuningan MAS yang di dalamnya agamis, harus dibuktikan,” kata Endin. Enda dari GPK dan juga K Aang dari Garis turut menambahkan, begitu juga Tunggul. Mereka menegaskan, ini pengadilan moral. Bahkan muncul permintaan agar mereka yang hadir pada malam itu disumpah Alquran. Sambil mengancam bakal melakukan langkah lanjutan, barisan FPI, GPK, Gardah dan Garis pun meninggalkan ruang paripurna. Beda halnya dengan massa Koalisi Rakyat Bersatu, mereka masih berada di ruangan tersebut. Beberapa pentolannya seperti Deki dan Maladi menyoroti space CCTV yang tak mampu menyimpan rekaman dalam waktu lama. Mereka mempertanyakan anggaran untuk itu. “Ini bisa jadi bahan koordinasi dengan pihak kepolisian, apakah ada indikasi menghilangkan barang bukti, atau tidak,” ujarnya. Baik Deki maupun Maladi merasa kasihan terhadap para anggota dewan yang tidak tahu menahu. Akibat nila setitik, maka rusak sebelanga. Terkait spek CCTV tersebut, Rana berjanji akan berkoordinasi dengan pihak sekretariat. Sebab dirinya mengatakan tidak paham soal CCTV. “Jujur saya tidak mengerti IT. Tadi saya nyatakan siap untuk segera memutar rekaman CCTV karena saya ingin permasalahan ini cepat beres. Tidak ada maksud apa-apa,” tandas Rana dengan tangan yang terus memegang keningnya itu. (ded)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: